Proyek Food Estate Congo Atasi Masalah Pangan, Konflik Politik, Pengangguran


Proyek Food Estate Congo Atasi Masalah Pangan, Konflik Politik, Pengangguran

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 19 Oktober 2020/Indonesia Media – Pertimbangan utama proyek food estate di Congo, yakni lokasi strategis di Afrika yang bisa mengatasi, serta pintu penyelesaian masalah pangan, masalah kelaparan di Afrika. Selain, kondisi Congo juga masih memprihatinkan terutama pengangguran yang mencapai 40 persen. “Sehingga kami berikan ide, bahwa yang paling cepat mengatasi konflik politik, pengangguran yakni bidang pertanian khususnya pangan. Selain, kegiatan pertanian memberi multiplier effect,” kata Ali Zum Mashar, Pelopor Revolusi Pertanian di berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri

Pakar mikroorganisme internasional pembuat pupuk Bio P 2000 Z ini  melihat penerapan pola pembangunan pertanian di Congo berskala corporate dengan keseluruhan 100.000 hektar lahan. Tahap awal proyek food estate di Congo dengan 100.000 hektar dan penerapan teknologi, mekanisasi serta transportasi logistic yang efisien. “Proyek ini corporate untuk tangani daerah-daerah di Congo yang lahannya masih sangat luas. Jangka panjangnya, dengna 100.000 hektar lahan pertanian membuka lapangan pekerjaan untuk 300 ribu orang. Pengangguran berkurang, otomatis masalah keamanan, politik juga tereduksi,” kata Ali Zum Mashar

Pertemuan dengan urusan Menteri Pertanian Congo, CEO TSG Global Holdings, Rubar Sandi di Jakarta beberapa hari yang lalu meyakini bahwa aspek pembiayaan sangat penting dan sangat besar. Bank berskala internasional yang akan membantu pembiayaan proyek food estate di Congo. “Saya tidak bisa sebutkan institusi keuangan yang akan membiayai proyek. Yang pasti, semua pihak mendukung karena mengatasi krisis pangan di Congo sebagai pintu masuk ke Afrika. Keamanan juga masalah, tapi bisa teratasi dengan kegiatan pertanian. Selain, sumber daya alam di Afrika bisa menyangga pangan dunia,” tegas Ali Zum Mashar.

Setiap cluster seluas 15.000 hektar ditanami dengan komoditas tertentu. Penentuan empat jenis komoditas antara lain padi, jagung, tebu dan singkong. Food estate juga akan dilengkapi dengan training center, seed center, research and development. Daya dukung lain yakni lahan, irigasi juga tersedia untuk pengembangan empat komoditas tersebut. “Di Congo, ada banyak sungai-sungai dengan air melimpah dan berkualitas bagus. Kami manfaatkan pengairan dari sungai untuk penanaman padi. Sementara daerah yang kurang air dimanfaatkan untuk tanam jagung, tebu, singkong. Infrastruktur dengan railway atau lorry karena hamparan, luas lahan perlu connecting. Distribusi input, output dengan railway ditunjang power plant, solar panel hybrid system dengan biomassa. Sekam padi, singkong diolah sebagai bahan baku pembuatan bioethanol, gula. Sehingga system terintegrasi juga mengacu pada green energy,” kata Ali Zum Mashar

Upaya menangani food estate di Congo, kondisinya tidak berbeda jauh dengan apa yang sudah pernah dikerjakan di Merauke, Papua. Bersama dengan Yayasan Ketahanan Pangan Nasional (YKPN), Ali Zum mengembangkan padi Trisakti dengan hasil uji coba yang sudah dilakukan sebelumnya bersma Tim Kementerian Pertanian. Padi yang ditanam di lahan ekstrim di Merauke, dari yang awalnya hanya satu ton hektar menjadi delapan ton/hektar. “Pengalaman saya bersama YKPN di Papua, membuktikan, masalah pengangguran, ketidakberdayaan, konflik politik tereduksi dengan produktivitas. Orang disibukkan mengatasi pemenuhan pangan. Itu yang paling mendasar. Kalau sektor pertanian teratasi, masyarakat bisa lebih tenang baik dari sisi politik maupun kerawanan pangan, dan ekonomi secara keseluruhan,” tegas Ali Zum (SL / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *