Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkenal dengan gaya blak-blakannya. Kali ini ia menanggapi santai langkah warga Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang mengadukan nasib mereka kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan, Ahok cenderung menantang warga. “Ngadu ke Tuhan juga boleh,” kata Ahok di Balai Kota, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Agustus 2015.
Ahok mengatakan, warga yang mengadu kepada anggota Dewan tersebut bukanlah warga asli Kampung Pulo, melainkan penduduk yang selama ini tinggal di sepanjang bantaran Kali Ciliwung. “Ini yang mengadu justru orang-orang yang sudah melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup dan mereklamasi sungai dengan membuat rumah,” ujar mantan Bupat Belitung Timur itu.
Seharusnya, menurut Ahok, warga Kampung Pulo bersyukur lantaran telah mendapat ganti rugi satu unit rumah susun sewa di kawasan Jatinegara Barat, Jakarta Timur. Hampir seribu kepala keluarga sudah dipindahkan dari permukiman Kampung Pulo. “Beruntung mereka tak dipenjara puluhan tahun karena sudah melanggar Undang-undang Lingkungan Hidup,” ucap Ahok.
Kamis lalu, perwakilan warga Kampung Pulo mendatangi pimpinan DPR untuk mengadukan penggusuran daerahnya oleh pemerintah DKI. Mereka langsung diterima oleh Ketua Dewan, Setya Novanto, di ruang kerjanya. Dalam aduannya, warga merasa relokasi merugikan penduduk lantaran mereka dipaksa menerima penggusuran serta diancam melalui Surat Perintah Bongkar dari Satuan Polisi Pamong Praja.
Sehari sebelumnya, Ahok juga buka-bukaan soal kekecewaannya pada sebagian juru warta. Dalam sebuah acara penghargaan jurnalis, Ahok semula mengaku senang menghadapi berbagai macam awak pers. Salah satunya ulah para WTS, atau Wartawan Tanpa Surat Kabar. “Sejak masih bupati, saya paling demen ribut sama WTS. Wartawan Tanpa Surat Kabar yang terbitnya tidak tentu, kadang-kadang sebulan sekali.”
Ahok menjelaskan, WTS senang mencari-cari kesalahan dia dan anak buahnya. Menurut dia, itu sebuah keuntungan. “Mereka ini enggak suka sama saya, makanya mereka mengincar kesalahan saya dan semua pejabat yang ada di bawah naungan saya. Jadi saya mendapatkan auditor gratis,” ujar Ahok dalam Anugerah Jurnalistik MH Thamrin Persatuan Wartawan Indonesia Jaya ke-41, Kamis, 27 Agustus 2015 di Balai Kota.
Ahok mengaku tak pernah takut menghadapi media. Ia tak terganggu dengan pemberitaan tendensius atau berusaha menjatuhkan dirinya. “Bagi saya black campaign tetap campaign juga,” kata Ahok. Ia mengingat ulah sejumlah insan pers yang mencoba mengusik dirinya. “Kami diajari jangan pernah menanggapi wawancara doorstop (mencegat narasumber). Kalau Anda doorstop, sengaja memancing saya marah.”
Menurut Ahok, wawancara doorstop hanya akal-akal wartawan agar dapat angle (sudut pandang berita), atau mengulang-ngulang pertanyaan untuk mengarahkan jawaban dirinya sesuai dengan kemauan si penanya. Namun Ahok juga mengapresiasi media yang masih menjunjung tinggi idealisme. Ia berharap awak media menulis fakta kekurangan kinerja pemerintah DKI Jakarta untuk membantu koreksi.
Adapun Ahok untuk pertama kalinya menghadiri Anugerah Jurnalistik MH Thamrin PWI Perhelatan ini memberi apresiasi bagi karya jurnalistik terbaik khususnya seputar DKI Jakarta. Ahok menjelaskan, pemberitaan yang baik adalah yang berimbang. “Saya mengimbau insan pers tolong menulis dengan berimbang dan mendidik. Jangan mencari kekayaan. Saya rasa semua yang masuk pers punya idealisme.” ( Tp / IM )