Tujuh Pokok Perubahan dalam RUU Otsus Papua, Termasuk soal Penerimaan SDA


Anggota Pansus Otonomi Khusus (Otsus) Papua, MY Esti Wijayati memaparkan perubahan Rancangan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 yang terdapat setidaknya tujuh substansi pokok di luar naskah RUU yang telah diajukan pemerintah. Di mana semula hanya terkait dengan dua substansi pokok yakni mengenai penambahan dana otonomi khusus sebesar 2,25 persen dari plafon Dana Alokasi Umum (DAU) dan mengenai ketentuan yang mengatur tentang pemekaran Provinsi Papua termasuk kabupaten dan kota.

“Dalam pembahasannya (RUU Otsus Papua) melebar ke sejumlah substansi, baik bersifat penambahan maupun penghapusan dari ketentuan UU asal UU Nomor 21 Tahun 2001. Hal tersebut tercermin dari DIM fraksi-fraksi dan DPD hingga usulan dari pemerintah daerah di wilayah Papua serta masyarakat Papua,” ujar Esti saat memaparkan pandangan akhir Fraksi PDI-Perjuangan dalam Rapat Kerja Pansus Otsus Papua bersama pemerintah, di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Senin (12/7).

Ketujuh penambahan substansi tersebut di antaranya adalah mengenai pengaturan pembangunan kewenangan khusus di antara pemerintah dengan provinsi, pengisian anggota DPRK yang dilakukan melalui mekanisme pengangkatan melalui unsur Orang Asli Papua (OAP), penerimaan dalam rangka otonomi khusus dari bagi hasil sumber daya alam pertambangan, minyak bumi dan gas alam yang seharusnya akan berakhir tahun 2026 diperpanjang sampai tahun 2041.

Selanjutnya, pengawasan terhadap pengelolaan penerimaan dalam rangka otonomi khusus secara terkoordinasi oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah, DPR, DPD, BPK dan perguruan tinggi negeri, rencana induk dengan memperhatikan arah percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua, pembentukan suatu badan khusus dalam rangka singkronisasi, harmonisasi, evaluasi dan koordinasi pelaksanaan Otsus dan pembangunan di wilayah Papua yang bertanggung jawab secara langsung terhadap presiden serta didukung oleh lembaga kesekretariatan yang berkantor di Papua.

Serta mengenai ketentuan pada bab 7 mengenai partai politik dengan menghapus ayat 1 dan 2 pada Pasal 28 dan mengubah ayat 3 dan 4 menjadi pada ayat 3 berbunyi ‘rekruitmen politik oleh parpol di Provinsi dan kabupaten kota di wilayah Papua dilakukan dengan memprioritaskan orang asli papua’ dan pada ayat 4 berbunyi ‘Parpol dapat meminta pertimbangan dan atau konsultasi kepada MRP dalam hal seleksi dan rekruitmen politik partainya masing-masing’.

“Perubahan tersebut berangkat dari argumentasi tentang pentingnya penghidupan pengaturan Parpol dalam rancangan UU perubahan kedua dengan penghapusan dan perbaikan rumusan yakni untuk memberikan ruang afirmasi rekruitmen politik OAP untuk dapat berkiprah dalam Parpol hingga tingkat nasional agar dapat menduduki jabatan politik di lembaga legislasi,” tambah politisi Fraksi PDI-Perjuangan tersebut.

Lebih lanjut Anggota Komisi X DPR RI itu menambahkan, ke depannya dalam rangka percepatan pembangunan kesejahteraan dan peningkatan kualitas pelayanan publik serta kesinambungan dan keberlanjutan pembangunan di wilayah Papua, perlu diupayakan untuk melanjutkan dan mengoptimalkan pengelolaan penerimaan dalam rangka pelaksanaan otsus bagi Papua secara akuntabel, efisien, efektif, transparan dan tepat sasaran serta untuk melakukan penguatan penataan daerah di wilayah Papua sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan aspirasi masyarakat Papua. ( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *