Surat Pembaca : “Pembungkaman Demokrasi di Papua Barat”


Keluargaalumni Gski

Presiden Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyono; Pembungkaman Demokrasi di Papua Barat

 

“Kalau saya mati, saya pasti masuk ke surga. Tetapi kalau saya lihat orang Indonesia di sana, biar satu orang saja, saya akan lari tinggalkan surga. Kalau malaikat Tuhan tanya saya mengapa lari, nanti saya jawab, ‘Ah saya takut orang Indonesia menjajah kami orang Papua di surga juga,’” kata Theys Eluay.
Demokrasi yang kami pahami adalah Pemerintahan Dari Rakyat dan Untuk Rakyat, yang artinya adalah bahwa ” Rakyat Berdaulat ”, melalui wakil-wakilnya di DPR,DPRP,dan DPRD. Menurut Bondan Gunawan bahwa Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya, atau disebut juga pemerintahan rakyat, dan gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
Berbicara soal Hukum,HAM, dan Demokrasi, terkadang kita lupa bahwa perlakuan yang sama bagi semua warga negara di depan hukum terkadang didiskriminasikan. Hal ini memang benar-benar terasa bagi masyarakat kecil apalagi warga minoritas dalam sebuah negara sebagai mana yang dialami oleh warga papua barat dalam negara kesatuan republik indonesia.
Menurut Mananwir Beba Byak Jan Piet Yarangga, bahwa demokrasi bagi orang asli papua barat ras melanesia dibungkam hak-hak demokrasinya, lebih kepada hak demokrasi penyampai pendapat dimuka umum, berkumpul, bermusyawarah dan bermufakat tentang hak-hak dasar orang asli papua barat. Adanya penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang terhadap para aktivis pro demokrasi dan hak azasi manusia papua barat seperti Filep Karma, Yusak Pakage, Buchtar Tabuni, Thaha Alhamaid, Kimanus Wenda, serta beberapa anak muda lainnya seperti Alex Duwiri, Jhon Wilson Wader, Jhon Raweyai, Yance Sekeyap, dan Penehas Sorongan, serta lebih sadis lagi Theys H.Eluay dibunuh dan Aris Toteles Masoka diculik dan dihilangkan kemana rimabhnya dan Arnold C.Ap dibunuh karena syair lagunya.
Terlalu banyak aktivis-aktivis pro demokrasi dan hak azasi manusia dibungkam hak demokrasinya tanpa diberi ruang untuk berekspresi, kemudian dengan pasal ” MAKAR ” dibungkam, lalu melalui pengadilan militer para pelaku diadili tanpa ada pengadilan HAM. Sehingga para pelaku bebas dan dinaikan pangkatnya dan ditugaskan didaerah lain.
Aktivis HAM Usman Hamid dari KontraS, ketika melakukan orasi politik bersama teman-teman aktivis lainnya dalam rangka memperingati terbunuhnya alm. Munir Sahid Talib sang Pahlawan Kemanusiaan didepan Istana Negara 777, Usman dalam orasinya mengatakan bahwa ” Semakin banyak saya membaca buku tentang papua barat, maka semakin dalam saya memahami dan mengerti tentang papua barat, maka semakin saya yakin dan mendukung papua barat merdeka dan lepas dari NKRI ”.
Hal ini diyakini oleh Usaman Hamid, bahwa pembungkaman Demokrasi di Indoesia nampak jelas dimata kita, salah satunya hari ini tujuh tahun yang lalu Munir Dibunuh, Hari ini Tujuh tahun yang lalu kasus Munir dibungkam, hari ini tujuh tahun yang lalu tak ada kebenaran dan keadilan bagi Munir Sahid Talib, seorang aktivis HAM yang diracun oleh Negara tanpa ada pertanggungjawaban, sementara para pelakunya atas nama negara dibebaskan begitu saja.
Lanjut Mananwir Beba Byak, bahwa pembungkaman demokrasi bagi orang asli papua barat ras melanesia juga terlihat dengan jelas semakin dimarjinalkannya orang asli papua barat diatas tanah leluhurnya; dimiskinkan dan distikmatisasikan sebagai separatis tanpa melihat hak-hak dasar orang asli papua barat. Bukan tidak mungkin istilah demokrasi ini juga digunakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai sesuatu kekuasaan otoriter untuk memenangkan kedudukan dan kekuasaan ” Soft Power ”.
Oleh sebab itu Jan Pieter Yarangga berpesan kepada semua orang asli papua barat ras melanesia bahwa ” Jagalah dirimu, keluargamu, halamanmu, tanah adatmu, dan kaum bangsamu papua barat,” dari cengkeraman kaum bangsawan pemeras,penguras,dan pencuri hak-hak rakyat papua barat diatas tanah perjanjian yakni tanah papua barat.
Jan Pieter Yarangga juga mengingatkan Presiden SBY bahwa tidak boleh membohongi orang asli papua dengan berpidato didepan sidang paripurna DPR/MPRI-RI dan mengatakan bahwa ” Kita Harus Membangun dan Menata Papua Dengan Hati ”, ini memberitahukan kepada dunia bahwa Presiden benar-benar serius melakukan apa yang dia katakan, bukan membangun dan menata papua dengan hati dalam wujud mendroping pasukan TNI/Polri dengan membawa bedilnya untuk menakut-nakuti orang asli papua barat yang selama ini memiliki catatan kelam masa lalu terhadap kekejaman militer dengan berbagai tindakan kekerasan kejahatan kemanusiaan.
Oleh sebab itu Jan Pieter Yarangga meminta kepada Presiden Republik Indonesia, agar supaya pasukan TNI non organik ditarik dari atas tanah papua barat, sehingga situasi dan kondisi aman, lalu kita dapat melanjutkan penataan pembangunan dengan hati melalui sebuah dialog bermartabat antara Pemerintah Indonesia dan Masyarakat Adat Papua Barat dalam sebuah dialog damai untuk membicarakan akar persoalan di tanah papua barat. Lanjut Yarangga bahwa dalam dialog damai yang bermartabat, disini Presiden bukan berbicara soal kepentingan NKRI, dan juga orang asli papua juga bukan berbicara soal kepentingan papua barat, tetapi yang kita bicarakan adalah akar persoalan di tanah papua barat hingga saat ini belum dibicarakan secara bermartabat antara pemerintah dan masyarakat adat papua barat.
Dukungan adanya dialog damai yang bermartabat sebagaimana dikatakan oleh Demokrasi, wajib hukumnya dijunjung tinggi secara fair tanpa ada tekanan dan desakan militer dengan kekerasan, supaya proses perdamaian yang akan dilangsungkan tidak lagi dijadikan ajang kelinci percobaan, sebab manusia dan tanah papua barat bukan ajang praktek perang militer dan polisi untuk melaksanakan teori dan taktik militerisme yang berbuntut kepada pemaksaan pasal ”Makar”, sudah dianiaya,disiksa, dan dibunuh lantas di Makarkan lagi yang lebih populer lagi adalah ”Separatis ”.
Mengingat situasi dan kondisi pasca ILWP di oxford london dan Pasific Island Forum di New Zeland akhir-akhir ini telah terjadi kekerasan kejahatan kemanusiaan, maka Mananwir Beba Bayk Jan Pieter Yarangga juga meminta kepada semua pihak yang berkepentingan untuk menciptakan konflik di tanah papua barat, agar berhenti melakukan kejahatan politik terhadap orang asli papua barat, dan secara khusus kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Patrialis Akbar Menkumham supaya segera memberikan jaminan kesehatan dan keamanan bagi Tahanan Politik Papua Barat dan Alifura serta Pembebasan mereka tanpa syarat atas nama demokrasi dan hak azasi manusia.
Lanjut Yarangga bahwa jangan hanya koruptor yang diberikan remisi dan dilayani kesehatannya dengan baik, sementara tahan politik dianggap sama seperti pelaku kejahatan biasa atau pidana murni dan dianggap sebagai pelaku kriminal. Kita harus membedakan tahanan politik dan tahanan kriminal, sebab tahanan politik adalah tahanan yang mana ditahan karena perjuangan penyampaian hak-hak dasar yang isinya ada didalam kata Demokrasi dan hak azasi manusia , sementara tahanan kriminal adalah pelaku-pelaku kejahatan yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak-hak politik sebuah bangsa atau bebas berekspresi didepan umum, berkumpul bermusyawarah , dan bermufakat untuk mengapresiasi hak-hak politik mereka kaum tertindas.
Diakhir penyampain ini, Mananwir Beba Byak juga meminta kepada Presiden RI dan jajarannya agar supaya kasus PT.Freeport Indonesia, tidak dipolitisir, sebab Tuntutan Karyawan yang melakukan aksi adalah wajar dan manusiawi, sebab hak-hak mereka dicaplok dan harga diri mereka terlalu rendah dihargai dengan nilai jual rupiah yang tidak bernilai, dan saya harap supaya tidak dipolitisir dan mengatakan mereka karyawan itu separatis, sebab persoalan ini bisa muncul karena semua ini sudah menjadi bagian dari Geo Politik Dunia dimana semua ini kepentingan Amirika , dan pihak jakarta yang mengambil untungnya sementara kami di Papua Barat yang dikorbankan.
Oleh sebab itu Presiden RI segera menyelesaikan tuntutan karyawan kepada pihak manajemen PTFI yang terlalu merendahkan harga diri bangsa dengan nilai rupiah yang kecil, sementara standar gaji karyawan PT Freeport Mc.Moran dilain negara adalah berbeda.
Bahwa ” Hak Azasi Manusia Papua Barat Wajib dihormati, dan Masalah Papua Barat wajib dibicarakan dibagian Dekolonisasi Dewan Keamanan PBB, Demikian ungkapan Sekretaris General PBB. Ban Ki Moon di Auctland New Zeland dalam merespons tuntutan Pasifik Island Forum (PIF). Oleh sebab itu Yarangga berpendapat bahwa sebuah dialog damai yang bermartabat wajib dan harus dilakukan oleh Pemerintah dan Orang Asli Papua untuk membicarakan berbagai persoalan di tanah papua, dengan mencari akar masalahnya lalu dibicarakan secara bermartabat dalam penyelesaian berbagai persoalan di tanah papua, sebagaimana Presiden RI Dr.H.Susilo Bambang Yudhoyono berpidato bahwa Membangun dan Menata Papua Dengan Hati. Demikian ungkap Jan Pieter Yarangga; Mananwir Beba Byak. (dowa)
Narasumber: Mananwir Beba Byak Jan Pieter Yarangga dan Pernyataan Resmi Sekjen PBB, Presiden RI, DPR AS, LSM Indonesia Australi, FWPC & ILWP, dan Amnesty Internasional, KontraS, Bondan Gunawan dan Usman Hamid.

Penulis : Dorus Wakum (KAMPAK Papua) – Aktivis HAM Papua dan Anti Korupsi

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *