Tangis Jero Wacik bukanlah isu


Pak menteri yang pekan ini bakal dimintai keterangan oleh KPK itu bahkan pernah dua hari menangis, lalu menangis lagi selama empat hari.

Menteri ESDM, Jero Wacik menangis di depan SBY. Itulah isu yang beredar di kalangan wartawan Kamis pekan silam, yang keesokan harinya lalu ditanyakan kepada Jero, dan kemudian ditampik oleh yang bersangkutan. Sebagian wartawan [online] kemudian menuliskan isu Jero menangis di depan SBY itu dengan judul yang  [seragam] disertai tanda tanya.  Begitu pula isi berita tentang isu Jero menangis, ditulis dengan dahului kata yang juga seragam;“konon” atau “dikabarkan”.

Belum ada media yang menjelaskan, dari mana isu Jero menangis di depan SBY itu berasal atau mengapa Jero diisukan menangis; kendati fakta bahwa Jero adalah menteri yang paling sering menangis bukanlah isu. Sewaktu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata masih ada dan Jero menjadi orang nomor satu di sana; dia pernah berkali-kali menangis.

Tangis pertamanya pecah di ruang rapat Komisi X DPR; Rabu, 13 Januari 2010. Dia menangis di tengah-tengah penjelasannya kepada Eko Hendro Purnomo [eks anggota grup lawak Patrio], yang bertanya mengapa membangun MonumenSudirman di Pacitan, Jawa Timur. Pertanyaan Eko sebetulnya biasa-biasa saja, tapi reaksi Jero [tampak] emosional.

Mula-mula Jero meminta Eko untuk tidak melihat Pacitan sebagai kabupaten tempat Presiden SBY dilahirkan, tapi melihat sosok Sudirman yang pantang menyerah.  Lalu soal Monumen Sudirman itu, kata Jero, ada delapan pintu yang semua bertuliskan “Jendral Sudirman” kecuali di pintu kedelapan.

“Di pintu kedelapan, saya sengaja menulis sendiri dan itu butuh waktu semalaman untuk memikirkan kalimat yang pas bagi seorang pahlawan besar. Saya tulis, ‘Biar paru tinggal satu, biar tinggal ditandu, tapi perjuangan jalan terus’.”

Selesai menjelaskan tentang kata kenangan yang dituliskannya di pintu kedelapan Monumen Sudirman di Pacitan itulah,  Jero menangis. Suasana rapat di DPR pun jadi hening beberapa saat, tapi sesudah Jero menyeka air matanya, tidak ada lagi pembahasan tentang mengapa Monumen Sudirman dibangun di Pacitan.

Jero juga menangis ketika berpidato pada acara serah terima jabatan kepada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu; Rabu, 19 Oktober 2011. Dia menangis, karena mengaku terharu harus meninggalkan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, dan tidak menyangka diangkat sebagai menteri ESDM menggantikan Darwin Zahedy Saleh.

Sama seperti saat dia menangis di depan anggota DPR setahun sebelumnya, suasana serah terima jabatan dengan Mari pun jadi hening sesaat. Semakin hening, ketika Jero dalam pidatonya juga mengaku, sebelum serah terima jabatan itu dia menangis selama dua hari. Hari pertama dia menangis di Yogyakarta. Hari kedua, menangis di Jakarta.

Itu semua belum termasuk tangis Jero pada waktu berpamitan dengan bawahannya di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, sehari kemudian. “Ini tangisan saya yang keempat, cukup sudah. Habis air mata saya untuk meninggalkan kementerian ini.”

Ditinggal mati
Menjabat menteri ESDM, Jero tetap suka menangis. Memberikan kuliah umum di ITB untuk mensosialisasikan rencana penaikan harga BBM, 3 Maret 2012; Jero menangis pada saat menyanyikan lagu mars ospek ITB. Dia mengaku terharu mengingat masa masuk ITB. “Saya miskin, bukan anak orang kaya. Masuk gerbang ITB, saya harus merangkak,” kata dia.

Tangis Jero yang paling lama terjadi pada hari-hari  setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan BP Migas, 13 November 2011. Dia mengaku menangis selama empat hari.

“Hari ini saya sangat emosi. Kalau saya ke sini pada waktu wamen membacakan keputusan menteri, saya pasti nangis, tapi tangis saya sudah habis, setelah empat hari saya terus menangis,” kata Jero di hadapan karyawan eks BP Migas di City Plaza, Jakarta sekitar sepekan setelah MK membubarkan BP Migas.

Wamen yang dimaksud Jero adalah Rudi Rubiandini yang beberapa hari sebelumnya juga menangis karena menyesali [atau mungkin malah mengutuki] putusan MK yang membubarkan BP Migas. Rudi kemudian diangkat sebagai kepala Satuan Kerja Khusus Migas; dan 13 Agustus silam ditangkap petugas KPK karena kasus dugaan uang sogokan ratusan ribu dolar.

Jero lalu bercerita tentang pengalamannya mengundang semua kontraktor kontrak kerjasama di Bali untuk menenangkan investasi asing di sektor migas. “Di sana [Bali] saya menangis. Saya mendengar [keputusan pembubaran BP Migas] seperti orang yang ditinggal mati orang tuanya. Organisasi [BP Migas] ini sangat saya senangi dan baru merayakan ultah yang ke 10 tahun,  tapi tiba-tiba bubar seperti menghadapi kematian. Shock,” kata Jero.

Itulah beberapa fakta tentang Jero menangis, dan tentu saja tidak ada yang keliru dengan semua tangisannya bahkan jika dia menangis setiap hari. Menangis adalah hal manusiawi tapi mengapa setelah Rudi ditangkap KPK,  Jero diisukan menangis di depan SBY padahal faktanya, dia sudah sering menangis?

Misalnya, apakah betul, Jero menangis karena SBY memintanya pasang badan untuk kasus sogokan ratusan dolar yang diduga diterima Rudi? Apa betul, Jero menangis karena berusaha meminta perlindungan SBY, sebab KPK akan meminta keterangannya pekan ini untuk kasus uang sogokan yang diterima Rudi?

Atau, mengapa yang diisukan menangis hanya Jero, mengapa bukan SBY? Mengapa misalnya, tidak disukan kedua pria itu saling menangis ketika bertemu di Cikeas bukan karena membahas soal penangkapan Rudi melainkan karena membahas nasib bangsa dan negara ini?

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *