Tanah Pengasingan Bagian ke-28


Sub judul: Serangan Wawancara

Sekali perubahan-goncangan di tanahir bergolak, sekali serangan wawancara bertubi-tubi
mencari sasaran. Dan selama ini sudah berkali-kali perubahan-goncangan itu timbul, menyembul
ke permukaan. Dulu ada persolan pelepasan para tapol, termasuk tapol PKI, apakah akan
dibebaskan atau tidak. Lalu yang terakhir ini, ternyata tapol PKI dibebaskan sesudah puluhan
tahun meringkuk di berbagai penjara tanpa diadili dan tanpa pemeriksaan pengadilan. Lalu timbul
persoalan “pelurusan sejarah”, dan adanya organisasi yang secara khusus mau menyelidiki dan
memeriksa para korban Gula Tigapulu Sekilo/PKI itu, berapa sebenarnya angka mendekati
kepastiannya. Di mana saja dikuburkan, dibantai dulu itu, dan bagaimana cara penyiksaannya
dulu itu.

Adanya organisasi ini menyebabkan banyak timbul reaksi berdatangan. “Keadaan yang dulu
itu sudah agak mantap-tenteram, lalu bergejolak lagi”, barangkali peristiwa ini akan adanya
pertanda “kebangkitan PKI”. Lalu jenderal besar Nasution bicara, dan keluarga serta anak-anak
jenderal Yani datang ke Suharto, dan sepertinya bikin keterangan pers bahwa ayahnya bukanlah
dibiarkan-bunuh oleh Suharto. Maka bergejolak lagi yang diametral bertentangan, bukannya
kebangkitan PKI tetapi kebangkitan anti-PKI dan mengalihkan sasaran yang sebenarnya sudah
hampir mantap. Apa sasaran itu?

Sebenarnya bukankah masih tetap reformasi total, dan seharusnya gugatan atas kejahatan
Suharto? Malah sasaran itu tetap dibengkokkan, bukannya kejahatan politiknya, pembunuhan
berjuta rakyat, kudeta merangkaknya, tetapi malah masih itu itu saja, soal KKN-nya, yang
takkan habis-habisnya dan takkan mungkin bisa mengadili Suharto selagi semua aparatnya itu
adalah bekas anak-buah dan anak-asuhannya, dan kroninya yang agak tersembunyi! Betapa
lihaynya “pengalihan sasaran” dengan cara demikian.

Dan diuber lagilah orang-orang yang dituduh dan disangka PKI serta orang-orang kiri yang
dianggap PKI atau “bawahannya, organisasi mantelnya”. Cara penguberan ada bermacam-
macam, ada cara dalam negeri dan ada cara luarnegeri. Cara luarnegeri, dikirimlah para
wartawan, reporter, termasuk wartawan dan reporter benaran, asli, tetapi juga bukan mustahil
bisa dirangkap menjadi informan atau embrio intel, atau bahkan intelnya sendiri. Maka
diuberlah orang-orang yang dituduh atau disangka atau para keluarga orang-orang PKI ini.
Mereka menyiapkan suatu wawancara, pertanyaan, desakan pertanyaan dan menjuruskan suatu
pertanyaan agar kalau dapat sesuai dengan rekayasa atasannya. Bisa dari harian atau majalah itu,
bisa juga memang “pesanan” dari “yang berwajib dan berwewenang, penguasa”. Lalu sibuklah
menilpun, mencari orang-orang yang sudah masuk sasaran wawancara ini. Bisa dicari di Holland,
bisa dicari di Jerman dan bisa dicari di Perancis, atau di mana saja. Dan kebetulan aku selalu
saja “kena sasaran wawancara” ini sejak tahunan lalu, sudah mentradisi ditanyai segala rupa
urusan yang aku sebenarnya tak tahu, tak turut dan tak paham soalnya!

Tapi aku selalu paham akan timbulnya perkara ini, kenapa mereka mencari aku, kenapa aku jadi
sasaran wawancara, dan sebenarnya apa yang mereka maui, kehendaki dariku. Mereka dengan
latarbelakang pikiran berdasarkan “pesanan” dan “agar sesuai dengan rekayasa dari pusatnya
tadi”, “berusaha keras” agar aku “mau menjawab” yang kira-kira sama dengan pikiran dan
rekayasa mereka. Dan aku sendiri sebenarnya “dididik sendiri” oleh mereka dengan pandangan
terbalik tentunya. Kepada wartawan dan jurnalis serta reporter muda yang sangat gairah serta
sebenarnya murni ini, bahkan aku bersimpati kepada mereka. Karena pada pokoknya sebenarnya
mereka mau tahu, mau dengan jelas memahami apa sih sebenarnya yang dikatakan G30S/PKI
itu, dan apa sih sebenarnya komunis itu? Tetapi bukankah mereka ini dalam “sedang bertugas”
atas suruhan dan tugas-kerja mereka sehari-hari? Karenanya mereka sendiripun yang pertama dan

utama menyelesaikan tugas itu dulu, yaitu, menanyai dan mewawancarai sasaran, dan itu adalah
aku di antaranya!

Kukatakan pada mereka, kenapa banyak sekali orang tak mau diwawancarai, menjauhi wartawan
dan jurnalis, reporter. Sebab banyak sekali terjadi “pemalsuan atau pembengkokan” antara
yang ditanyakan dan yang dijawab, tetapi begitu muncul dalam suratkabar dan majalah, malah
samasekali lain! Tak ada dalam pertanyaan dan jawaban, sangat menyimpang dan dikarang
sendiri. Tentu saja yang diwawancarai sangat kecewa dan marah, dan pada akhirnya takkan mau
lagi dia diwawancarai siapapun, tobatlah sudah! Hal ini kukatakan kepada wartawan, jurnalis dan
reporter “tukang-tukang buru” orang-orang yang dianggap PKI itu.

Bukanlah sederhana, ada wartawan mewawancarai dengan cara tilpunan jarak jauh,
Jakarta – Paris! Ini mahal, dan ini tidak sederhana, tidak memenuhi kehendak dan usulnya.
Namun demikian, aku masih tetap saja sedia memenuhi “kehendak” wartawan itu, dengan
mengatakan “saya mau lihat dan mau tahu, apakah benar-benar komitmen perjanjian yang tak
tertulis di antara kita itu berjalan jujur atau tidak”,- dan sukurlah ada dua tabloid dan majalah
yang sudah kuperiksa dan kuteliti. Dan ternyata mereka masih dalam kategori cukup jujur, sebab
semua yang kukatakan memang ada di dalamnya, tak kulihat penyelewengan yang miring sangat!

Pertanyaan klasik dan tradisional, dari dulu sampai kini.

“Berapa yang bapak tahu anggota PKI di luarnegeri?”

“Mana saya tahu, dan saya tak pernah tahu, dan saya juga tak pernah hitung, dan tak ada pikiran
dan perhatian ke sana”.

“Bapak kalau ke Eropa lainnya, tentunya berhubungan dong dengan orang-orang PKI di Holland
misalnya. Atau dengan sel-sel barunya? Bagaimana pandangan mereka terhadap kebangkitan PKI
baru-baru ini? Apakah mereka bersemangat juga dan bergembira?”

“Nah, pertanyaan ini yang sebenarnya yang Saudara inginkan jawabannya secara gamblang, kan?
Okeylah”, kataku. Dan tampak airmuka yang menanyaiku sangat bersemangat dan menunggu tak
sabaran, mungkin dalam hatinya, nah, ini baru, kena juga akhirnya!

“Saya kalau ke Holland itu sibuk mencari barang-barang keperluan resto kami. Saya cari
kecap-manis, daun-salam, kencur-bubuk yang asli, kemiri, dan kapulaga buat gulai-kambing.
Kami tak ada dan tak punya hubungan seperti yang Saudara perkirakan itu. Ketahuilah yang
membangkitkan PKI itu justru dari golongan Saudaralah, atau pemerintah yang sekarang ini.
Merekalah yang membangkitkan PKI. Orang-orang yang dituduh PKI itu sendiri tak pernah
openan (perduli ), malah pemerintah dan penguasalah serta aparatnya yang sibuk membangkitkan
PKI. Inilah yang saya lihat sejak dulu bertahun-tahun lalu.

Nama PKI sendiri, atau istilah itu sendiri, sudah sangat lama tak teringat dan tak ada dalam
percakapan apapun di antara kami, malah belakangan ini, penguasa dan aparat pemerintahlah
yang menguar-uarkannya. Dari para jenderalnya sampai Habibinya bicara tentang bangkitnya
PKI. Tampaknya pengalihan sasaran, kembali seperti tradisi kuno dulu itu, PKI selalu
dikambinghitamkan, dan sasaran pokok perjuangan demokrasi dan reformasi dapat dialihkan ke
anti PKI. Dan cara inilah sebenarnya yang sangat dikejar dan dipegang teguh oleh pemerintah”,
kataku.

Tampaknya sang pewawancara tak puas dan tak berhasil mendapatkan jatah. Namun demikian
aku samasekali tidak membenci wartawan-jurnalis-reporter muda yang haus akan kejujuran ini.
Tetapi aku mengerti, posisinya memang sangat sulit. Kalau benar-benar mau jujur, tak kena
bekerja di lapangan ini. Dan kalau terlepas pekerjaan ini, lalu mau makan apa, akan kerja di
mana?! Perkara ini bukannya sederhana.

“Berapa orang PKI yang bapak tahu di Paris ini?”

“Saya tak pernah tahu berapa orang. Dan saya tak pernah hitung, dan tak pernah tertarik buat
mengetahuinya. Kami lebih sibuk bagaimana mempertahankan kehidupan yang begini sulit, agar
jangan sampai menganggur, resto bangkrut, nah, kalau hal ini sampai terjadi tamatlah riwayat
kami secara keseluruhannya. Ini yang lebih banyak menyita pikiran saya dan kami. Saya kira
pemerintah dan penguasa serta aparat intel pasti lebih tahu daripada kami sendiri! Walapun
tahunya itu belum tentu benar dan dapat dipercayai”.

“Bapak gembira tapol PKI dibebaskan itu”?

“Tentu gembira, sebenarnya sudah sejak lama seharusnya sudah dibebaskan. Juga bebaskan dong
Budiman Sujatmiko itu, juga Xanana, dan yang lainnya yang masih meringkuk”.

“Bapak anggota PRD?”

“Untuk menuntut agar Budiman dan Xanana dibebaskan tak perlu harus anggota PRD, dan
anggota Fretilin dan Falantil, ya kan, setuju nggak?”, kataku. Dia tertawa merasa lucu.

“Bapak nanti memilih partai mana, kalau saya boleh tahu.”

“Saya tidak punya hak memilih, karena saya orang asing, jadi bukannya tidak mau”.

“Kalau sekiranya bisa dan ada kesempatan, partai mana yang bapak pilih?”

“Saya tidak tahu dan tidak obyektif dengan berandai-andai begitu. Harus tahu keadaan
kongkritnya, situasi kongkritnya, barulah menentukan pilihan”.

“Atau barangkali PDI Perjuangan-Megawati, atau bahkan PRD?”

“Itukan kata sampeyan, saya tidak berkata begitu, harus jelas, jangan ngaranglah. Tapi agar
sampeyan tahu dan mau ada dan jadi bahan tulisan, okeylah. Saya anjurkan pilihlah partai yang
benar-benar dekat dan memperhatikan nasib rakyat kecil, itulah pesan saya”.”Maksudnya kan
PRD atau PDI Perjuangan?”

“Nah, sampeyan sudah berkampanye secara terang-terangan. Saya tidak pernah menyebut
nama partai dan golongan. Yang saya sebut yalah pilihlah partai yang benar-benar dekat dan
memperhatikan nasib rakyat kecil, itu saja”.

“Tapi partai mana dong pak?”

“Akh, sampeyan kurang pintar mancing dan ngenjebak. Semua orang juga tahu! Kan katanya
luber, biar terbuka juga rahasia kan?”

Dan begitu beberapa hari kemudian kulihat lagi majalah dan tabloid itu, dan okey-okey saja,
tak sangat menyimpanglah isi percakapan kami itu. Kupesankan lagi kepadanya, jangan sampai
orang lain kapok diwawancarai karena lain apa yang ditanya dan dijawab dengan yang tertulis di
media cetak. Berhati-hatilah, nguber orang PKI sih boleh-boleh saja, tapi kan mereka itu manusia
seperti sampeyan juga, dan yang membangkitkan PKI itu adalah sepenuhnya pemerintah,
penguasa dan aparat intelnya, agar nanti dalam pengalihan sasaran tembaknya bukan kepada
sasaran pokok yang sebenarnya. Agar sasaran pokok itu terhindar dari amukan massa dan pusat
kebencian rakyat yang luas. Sayangnya siapa yang tak tahu hal perkara begitu, namun sementara
ini orang-orang berdiaman saja dulu. (Paris 11 Mei 1999 — bersambung)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *