Kisah Muammar Gaddafi


Terbaru  26 Maret 2011 – 17:47 GMT

Bagaimana Anda bisa menggambarkan seseorang seperti Muammar Gaddafi? Selama hidupnya 60 tahun lebih, pemimpin Libia ini muncul di panggung dunia dengan gaya yang begitu unik. Istilah “eksentrik” atau “maverick” atau “nyeleneh” tidak cukup bisa menggambarkan dia.

Selama kepemimpinannya, dia menjadi pahlawan revolusi hingga menjadi paria internasional, lalu akhirnya menjadi mitra strategis dan sekarang kembali menjadi paria.

Dia mengembangkan falsafah politiknya sendiri, menulis buku yang menurut penulisnya, begitu berpengaruh sampai-sampai mengalahkan apa pun yang diimpikan oleh Plato, Locke ataupun Marx.

Dia hadir dalam berbagai pertemuan internasional dan Arab, terlihat sangat menonjol, bukan hanya karena gaya berpakaiannya yang menyolok dan mewah tetapi juga pidatonya yang blak-blakan dan perilakunya yang tidak biasa.

Seorang pengamat Arab baru-baru ini menjuluki dia “Picassonya politik Timur Tengah”.

 

Janji awal

Gaddafi mengagumi pendiri Mesir, Jamal Abdul Naser

Dalam zaman jayanya yaitu ketika mulai berkuasa lewat kudeta militer tak berdarah tahun 1969, Muammar Gaddafi adalah perwira militer yang muda, tampan dan berkharisma.

Pengikut Presiden Mesir pertama, Jamal Abdul Naser (dia bahkan ikut memakai pangkat militer yang sama, mempromosikan dirinya dari kapten menjadi kolonel setelah kudeta), Gaddafi pertama-tama menetapkan cara mengatasi warisan ketidakadilan ekonomi yang waktu itu sangat didominasi oleh pihak asing.

Bagi Nasser, ketidakadilan itu adalah Terusan Suez. Bagi Gaddafi, ketidakadilan itu adalah minyak.

Cadangan minyak ditemukan di Libia pada akhir tahun 50-an, tetapi pengeksploitasiannya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan minyak asing. Mereka inilah yang menentukan harga sesuai dengan kebutuhan konsumen di dalam negeri mereka masing-masing. Selain itu mereka menikmati setengah dari pendapatan.

Kolonel Gaddafi menuntut perundingan ulang kontrak-kontrak itu dan mengancam akan menutup produksi jika perusahaan-perusahaan itu menolak.

Dia diingat karena mengancam para direktur perusahaan-perusahaan minyak asing dengan mengatakan bahwa “orang yang selama 5.000 tahun hidup tanpa minyak, masih bisa hidup tanpa minyak selama beberapa tahun lagi demi memperoleh hak mereka kembali”.

Langkah itu berhasil dan Libia menjadi negara berkembang pertama yang mendapatkan bagian mayoritas dari pendapatan produksi minyak di negaranya. Negara-negara lain kemudian mengikuti preseden ini dan pada tahun 1970-an boom minyak Arab dimulai.

Libia berada dalam posisi paling strategis untuk menikmati keuntungan. Ketika itu tingkat produksinya sudah menyamai negara-negara Teluk dan Libia saat itu adalah negara terkecil di Afrika (dengan tiga juta penduduk pada saat itu), Libia dengan cepat meraup emas hitam ini.

Teori politik

Gaddafi tidak mengikuti doktrin nasionalisme Arab atau menunjukkan konsumerisme berlebihan yang melanda kawasan Teluk.

 

Gaddafi melahirkan teori sendiri selama berkuaa

Karakternya yang lincah mengantarkan dia dan Libia ke jalan yang baru.

Terlahir dari orang tua Badawi yang nomaden pada tahun 1942, Muammar Gaddafi jelas seorang pria yang pintar, penuh akal tetapi dia tidak menjalani sistem pendidikan yang ketat, selain belajar membaca al-Quran dan latihan militer.

Walau begitu, awal tahun 70-an dia membuktikan diri sebagai filusuf politik terkenal, mengembangkan satu teori bernama teori universal ketiga yang dipaparkannya secara mendalam dalam buku terkenalnya Green Book, Buku Hijau.

Teori dia menyelesaikan kontradiksi yang ada secara melekat dalam kapitalisme dan komunisme, guna mengantarkan dunia ke revolusi politik, ekonomi dan revolusi sosial dan membebaskan kalangan tertindas di manapun.

Petualangan di luar negeri

Berkat nihilnya tentangan terhadap pemerintahannya di dalam negeri, Kolonel Gaddafi berhasil membawa kampanyenya menentang imperialisme ke seluruh dunia.

Dia mendanai dan mendukung kelompok-kelompok militan dan gerakan perlawanan di manapun yang dia temui.

Dia juga menjadikan warga Libia di pengasingan sebagai sasaran. Puluhan di antara mereka diyakini tewas ditangan jaringan intelijen global Libia.

Jika banyak pemerintah tidak memperdulikan catatan hak asasi manusia mereka di dalam negeri dan menghukum para pembangkang di luar negeri, tindakan mendukung kelompok-kelompok teroris adalah masalah lain.

“Tidak ada negara demokrasi kecuali Libia di seluruh muka bumi.” “Di Timur Tengah, oposisi berbeda dengan oposisi di negara-negara maju. Di negara kami, oposisi berbentuk ledakan, pembunuhan”. Pidatonya di depan Akademia AS, Maret 2006.

Satu pemboman di sebuah klub malam yang digunakan oleh para tentara Amerika Serikat di Berlin tahun 1986, yang dianggap dilakukan oleh agen Libia, terbukti merupakan titik balik.

Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan memerintahkan serangan udara ke Tripoli dan Benghazi sebagai balasan atas kematian dua tentara Amerika, walaupun tidak ada bukti pasti selain “obrolan” bahwa Libia memerintahkan serangan itu.

Pembalasan Amerika itu bertujuan untuk membunuh “anjing gila Timur Tengah”, seperti Reagan menjuluki Gaddafi.

Walau kerusakan parah dan sejumlah orang tewas di Libia, termasuk seperti yang diklaim Gaddafi, putri angkatnya, Kolonel Gaddafi justru muncul semakin kuat.

Reputasi dia bahkan semakin bersinar di antara para penentang kebijakan luar negeri Amerika yang terlalu keras.

Pemboman penerbangan Amerika Pan-Am nomor 103 diatas kota Lockerbie, Skotlandia pada tahun 1988 mempertegas sikap Amerika terhadap Libia.

Pemboman ini menewaskan 270 orang penumpang dan orang-orang yang ada di Lockerbie, ini adalah aksi terorisme terbesar yang pernah terjadi di Inggris Raya.

Keputusan Gaddafi menolak menyerahkan dua tersangka Libia ke aparat hukum Skotlandia, melahirkan sanksi-sanksi PBB terhadap Libia dan proses perundingan yang panjang. Akhirnya berakhir tahun 1999 dengan penyerahan kedua tersangka tersebut dan pengadilan terhadap mereka.

Salah satunya, Abdelbaset Ali al-Megrahi dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tetapi seorang lagi dinyatakan tidak bersalah.

Pengenduran

Penyelesaian kasus Lockerbie bersama-sama pengakuan Gaddafi soal program senjata pemusnah massal dan senjata nuklirnya yang tersembunyi dan keputusan dia untuk menghentikannya, membuka jalan bagi perbaikan hubungan Libia dengan Barat.

Namun ‘anjing gila’ yang mulai jinak itu kembali marah melihat intervensi militer pimpinan Amerika semasa presiden George W Bush di Irak tahun 2003.

Walaupun mulai diterima kembali oleh Barat, Gaddafi tetap dianggap paria oleh dunia Arab

Menurut berita, Kolonel Gaddafi menonton nasib Saddam Hussein yang mati digantung oleh warga Irak dan dia memetik pelajaran penting dari kasus ini.

Mungkin pantas kalau kita beranggapan bahwa Gaddafi menggunakan kartu senjata pemusnah massal ketika dia melihat memang ada untungnya menjalin kerjasama strategis dengan Amerika dan Eropa.

Dengan dicabutnya sanksi-sanksi internasional, Tripoli kembali masuk dalam agenda politik internasional.

Mantan Perdana Menteri Tony Blair termasuk di antara banyak kepala negara yang datang menyinggahi tenda Badawi milik Gaddafi yang mewah yang dipasang di istananya di Tripoli.

Ironisnya, justru di dunia Arab statusnya sebagai pemimpin paria belum bergeming.

Sepanjang tahun 2000-an, konferensi tingkat tinggi Liga Arab pasti terganggu dengan keeksentrikan pemimpin Libia ini.

Misalnya menyalakan rokok dan menghembuskan ke wajah pemimpin Arab yang duduk disebelahnya, atau menghina pemimpin negara-negara Teluk dan pemimpin Palestina, atau menyebut dirinya sebagai “raja dari para raja Afrika”.

PBB juga mengalami keekstrentrikan Kolonel Gaddafi. Dalam rapat majelis umum tahun 2010, dia berpidato selama satu seperempat jam, padahal cuma diberi waktu sepuluh menit.

Dia berpidato sambil menyobek-nyobek Piagam PBB.

Pemberontakan

Kombinasi minyak dani air menjadikan perekonomian Libia kuat

Ketika angin revolusi berhembus ke dunia Arab dari Tunisia pada bulan Desember 2010, Libia bukan berada dalam urutan teratas daftar “negara mana berikutnya”.

Kolonel Gaddafi memang penguasa otoriter yang berkuasa puluhan tahun, tetapi dia tidak dipandang sebagai boneka Barat seperti layaknya pemimpin negara-negara Arab lain yang dituduh mementingkan kepentingan Barat daripada rakyatnya sendiri.

Dia membagi-bagikan kekayaan – dia juga memperkaya keluarganya sendiri dari industri minyak dan lain-lain, tetapi sulit membantah bahwa dia membagi-bagikan kekayaan lebih demi membeli kesetiaan rakyatnya daripada untuk mendorong persamaan.

Dia mensponsori pekerjaan umum yang besar seperti proyek pengadaan air buatan manusia yang terkenal bernama yang memasok air segar ke negara gurun Libia.

Bahkan ada juga Tripoli Spring yaitu memberikan pemahaman kepada warga Libia di pengasingan bahwa mereka bisa pulang ke tanah air tanpa diadili atau dipenjara.

Ketika seruan “hari kemarahan” beredar pertama kali, Kolonel Gaddafi berjanji untuk ikut berdemonstasi dengan rakyat, sesuai dengan mitos yang dia kembangkan bahwa dia adalah “saudara pemimpin dalam revolusi” yang sudah lama memberikan kekuasaan kepada rakyat.

Ternyata, bau kebebasan serta kemungkinan menggulingkan Gaddafi, seperti halnya menjatuhkan Husni Mubarak dan Ben Ali, merupakan godaan yang terlalu kuat untuk ditentang diantara rakyat Libia, terutama di Libia Timur.

Beberapa rekaman awal pemberontakan dari Benghazi memperlihatkan anak-anak muda Libia menghancurkan monolit-monolit Buku Hijau di luar gedung pemerintah yang menggambarkan doktrin pembebasan Gaddafi.

Sangat mungkin, Kolonel Gaddafi akan membalas dengan segala kemampuannya agar tetap berkuasa. Tidak ada catatan di masa lalu yang mengisyaratkan dia akan menyerahkan kekuasaan.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *