Susan Ditolak karena Agama


Terpilih sebagai lurah Lenteng Agung hasil lelang, Susan Jasmine Zulkifli ditolak 2.000 warga.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, seharusnya toleransi beragama semakin tinggi. Namun, nyatanya masih ada segelintir orang yang sulit menerima perbedaan.

Salah satunya terjadi di Kelurahan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sejumlah warga Lenteng Agung menolak dipimpin lurah baru mereka yang beragama nonmuslim, Susan Jasmine Zulkifli, dan meminta pemerintah untuk memindahtugaskan Susan.

Susan yang sebelumnya menjabat Kepala Seksi (Kasi) Prasarana dan Sarana Kelurahan Senen, Jakarta Pusat, memilih bungkam saat dihubungi SH beberapa hari lalu. Ia malah berkilah tidak pernah mendengar penolakan dirinya di Kelurahan Lenteng Agung.

Adanya penolakan warga dibenarkan Sekretaris Kelurahan Lenteng Agung, Adhi Suryo. Namun, ia mengklaim masalah tersebut sudah diselesaikan melalui sosialisasi dan penjelasan kepada tokoh-tokoh agama di lingkungan sekitar.

“Memang diperkirakan ada sekitar kurang lebih 2.000 orang yang tidak setuju atas lurah yang baru karena agamanya nonmuslim. Tetapi, jumlah warga di Kelurahan Lenteng Agung sekitar 50.000 dan kemungkinan besar masih banyak yang mendukung,” ungkapnya sambil mengakui suara-suara protes itu sudah terdengar sejak lurah yang baru menduduki jabatannya pada Juli lalu.

“Sejak terdengar suara-suara protes, kami bersama dengan pihak kecamatan melakukan koordinasi, sosialisasi, memberikan penjelasan dan rapat dengan tokoh-tokoh agama seperti ustaz, kiai dan pihak pemerintah. Saat ini, protes mengenai keberadaan lurah nonmuslim yang memimpin masyarakat yang mayoritas muslim sudah selesai,” tuturnya.

Adhi menyatakan Susan memimpin Kelurahan Lenteng Agung bukan dengan misi agama, melainkan misi pemerintah. “Artinya, beliau datang dengan tujuan memajukan atau meningkatkan pelayanan masyarakat di Lenteng Agung,” katanya. Terlebih, lurah yang baru ini merupakan hasil dari lelang dan sudah menjadi keputusan Gubernur DKI Jakarta.

Disinggung soal petisi penolakan, hingga kini kelurahan belum melihat petisi penolakan secara formal. Hal yang sama juga dikatakan Sekretaris Kota (Sekko) Wali Kota Jakarta Selatan, Tri Djoko. Secara prosedur, bila menolak lurah tertentu, pihak yang menolak harus menyampaikan petisi tersebut ke kelurahan terlebih dahulu dan selanjutnya disampaikan ke wali kota.

Tidak Tahu

SH pun kemudian mencoba menelusuri beberapa rumah warga di wilayah Kelurahan Lenteng Agung. Ternyata, cukup banyak yang tidak mengetahui adanya penolakan warga Lenteng Agung terhadap lurah yang baru ini. Bahkan, ada warga yang tahu bahwa lurahnya nonmuslim, namun tidak pernah mendengar penolakan tersebut.

Contohnya, Sumiati, warga RT 07/02 yang mengatakan bahwa ia tidak pernah mendengar adanya warga yang menolak Lurah Lenteng Agung yang baru karena beragama Kristen. “Bila memang ada banyak warga yang menolak, setidaknya kabar tersebut akan terdengar ke masyarakat sekitar Kelurahan Lenteng Agung. Namun, sampai saat ini tidak ada kabar tersebut,” katanya.

Warga lainnya di RT 12/02, Anni, juga mengungkapkan hal yang sama. “Saya tahu bahwa lurahnya adalah nonmuslim, namun saya belum mendengar kabar bahwa warga menolaknya,” ucapnya.

Menurutnya, walaupun agamanya berbeda, bila mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, sepertinya tidak masalah. Apalagi agamanya adalah agama yang diakui negara.

Tapi, masih ada warga yang mempermasalahkan, seperti Marjuki. Warga RT 11/ 03 itu mengaku khawatir, kenapa Kelurahan Lenteng Agung yang mayoritas warganya muslim dipimpin seorang nonmuslim.

“Pada waktu bulan puasa, lurahnya memang sering bagi-bagi snack saat menjelang berbuka puasa dan saat itu ia pun baru menjabat. Bila nanti sudah lama menjabat apakah ia akan tetap seperti itu, atau jangan-jangan nanti orang-orang mau melaksanakan pengajian, ia mempersulit atau bahkan melarang,” ujarnya.

Marjuki menyampaikan bahwa selama ia tinggal di Lenteng Agung kurang lebih 50 tahun, baru kali ini lurahnya nonmuslim.

Saat ditanya bila lurah nonmuslim tersebut mampu menjaga toleransi antarumat beragama dan memberikan kebebasan beribadah, apakah akan mendukungnya atau tidak, Marjuki tidak bisa memberikan jawaban pasti.

“Saya belum bisa memastikan, apakah akan mendukung lurah tersebut atau tidak. Karena bila sekarang saya tidak mendukung, namun kebanyakan warga lainnya mendukung, nanti saya salah lagi. Terkait mendukung atau tidak, lebih baik saya menunggu kesepakatan bersama,” tuturnya.

Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, penolakan sebagian warga terhadap Susan merupakan bentuk intoleransi dan diskriminasi atas dasar jenis kelamin dan agama. “Kasus diskriminasi berlapis ini merupakan ujian kedua Jokowi-Ahok mengatasi persoalan intoleransi agama di Jakarta,” ungkapnya dalam pesan pendek yang diterima SH.

Menurut Hendardi, Jokowi-Ahok harus menegaskan posisinya, bahwa tata kelola pemerintahan dijalankan berdasarkan Konstitusi RI dan peraturan perundang-undangan. Susan mempunyai hak yang setara untuk menduduki jabatan tertentu. “Jika aspirasi intoleransi warga dipenuhi Jokowi, dipastikan virus intoleransi serupa akan menyebar ke berbagai wilayah,” kata Hendardi.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *