Sobron Tanah Pengasingan Bagian ke29-A


Sub judul: Pulang Yang Malang

Ketika pulang yang pertama setelah puluhan tahun di tanah pengasingan, Mang Karta ketika itu
masih punya tenaga, tidak sangat tua, tidak perlu dibantu orang lain. Tidak seperti pulang yang
kedua kalinya ini, harus dengan bantuan orang lain. Karena kepulangan yang keduanya ini, dia
sudah harus menggunakan kursi-roda, didorong dan ditolong oleh orang lain.

Ketika kepulangannya yang pertama, betapa hasrat buat melepas rindu kepada anak-isterinya,
yang oleh peristiwa-besar nasional menjadikan banyak keluarga terpisah begitu lama. Ada
keluarga yang sudah menikah lagi, bersuami lagi, atau sang suami beristeri lagi. Tetapi masing-
masing pasangan-lamanya tidak saling mendendam dan membenci, sebab sudah saling tahu,
perubahan begini, semua sudah saling mengerti. Dan tak ada kamus setia atau tak setia dalam
perubahan begitu besar dan begitu sengsara selama kurun waktu demikian panjang. Tetapi
kalaupun masing-masing tetap bisa dan mampu bertahan sampai bertemu kembali dalam
keadaan “utuh” seperti semula, sebagai suami-isteri, nah, keadaan begini boleh dikatakan
dapat acungan jempol, hebat! Dan Mang Karta dengan isterinya ternyata tetap “utuh”, masing-
masing tetap bisa dan mampu bertahan sebagai suami-isteri. Dapatlah dibayangkan akan betapa
bahagianya, pasangan yang terpisah puluhan tahun, tiba-tiba bertemu kembali. Demikianlah
pandangan umum orang, dan pandangan demikian adalah wajar-wajat saja, normal.

Tetapi pada kenyataannya, tidak hanya dua – tiga bahkan tidak hanya empat – lima, ada beberapa
pasangan itu, ternyata setelah bertemu kembali, oleh perubahan yang begitu besar dan lama, dan
pernah dilanda gelombang bermacam godaan dan siksaan, lalu menjadi tidak cocok lagi. Ada hal-
hal yang sudah menjadi lain samasekali, baik pada sang suami maupun pada sang isteri. Dicoba
beberapa lama hidup sebagai suami-isteri lagi, sebagaimana dulunya, namun situasinya sudah
lain, dan tak bertemu dan tak ada lagi persesuaian pendapat. Banyak hal-hal yang tidak serasi
lagi, sudah sangat berlainan dengan keadaan dulu. Bayangan akan kebahagiaan seperti dulu
ternyata tak ada lagi sisa-sisanya. Kalau bertemu masing-masing sudah pasang kuda-kuda, atau
dengan diskusi berkepanjangan, hangat lalu bertengkar, lalu saling bongkar. Dan kalau sudah
begini, masing-masing berkeputusan, lebih baiklah bubar saja rumahtangga yang dulu pernah
aman-tenteram, damai-sejahtera.

Ternyata Mang Karta dan isterinya Mak Rukayah terkena “penyakit” ini. Mak Rukayah
yang pernah mendekam di penjara-tahanan wanita sekian tahun, sudah merasa tak ada
lagilah cinta yang dulu pernah berkobar-hangat dan mesra itu. Dan Mang Karta yang bercita-
citakan “meneruskan” rumahtangga seperti dulu itu, tampaknya hanya akan menjadi mimpi
berbusa sabun saja. Betapa sakitnya dia, ketika sampai di rumah isteri dan anak-anaknya
yang sudah pada dewasa, dan bahkan sudah ada yang berumahtangga dan memberikan cucu
kepadanya, bayangan kemesraan yang sejak di Eropa diendapkannya, kini tersentak dan terkejut-
dahsat. Dia di rumah isteri dan anak-anaknya itu “disuruh” bermalam dan tidur di kamar
tersendiri, tidak sekamar dengan isterinya dan hanya sendirian. Baginya bukan mau apa-apa,
bukan mau bermesraan seperti masih muda dulu itu, bukan! Tetapi mengapa harus diperlakukan
begitu oleh isteri dan anak-anaknya. Dia meng-arti-kannya, bahwa dia belum dapat diterima
di kalangan keluarganya sendiri, oleh isterinya sendiri, oleh anak-anaknya sendiri yang sangat
dicintainya. Yang ketika dia tinggalkan dulu masih bocah selucu-lucunya, yang dengan gemasnya
diciuminya dalam pelukan kasih-sayang yang sangat. Tetapi kini anak-anaknya, Eko, Tugal,
Teguh dan Sri, tampaknya semua “berpihak” kepada ibunya dan bukan kepadanya. Tindakan
ibunya “mengasingkan” ayahnya tidur di kamar sendirian, ternyata disetujui oleh semua anak-
anaknya.

Keadaan demikian sangat mengherankan, bahkan sangat menyakitkan hatinya. Tetapi dia tidak
bisa dan tidak mungkin menyalahkan mereka. Ini rumah mereka, dan dia boleh dikatakan

tidak berbuat apapun ketika mereka sengsara tak berketentuan nasibnya dulu itu,- selama
lebih 30 tahun itu. Memang benar bahwa dia tidak mungkin dapat dan mampu berbuat sesuatu
untuk “menyelamatkan” keluarganya, semua orang juga tahu, dan banyak keluarga yang bernasib
sama-sama sengsara, menderita, miskin dan bahkan terkadang terlunta-lunta. Sudah tentu dia
sebagai ayah yang merasakan “kegagalannya” begitu merasa “diasingkan” dengan tidur di kamar
sendirian di tengah keluarga lengkap di “kalangan sendiri” pula. Malam itu sudah tentu dia
samasekali tak bisa tidur. Peristiwa ini sangat menyedihkan, dan dia tidak merasa sangat cengeng
kalau air-matapun mengaliri pipinya yang sudah kerinyut-tua.

Aduh, katanya dalam hati, dulu betapa gagah-beraninya dia melawan serdadu kolonial Belanda,
bertempur di sepanjang Krawang-Bekasi, dengan rambut panjang, dan bermarkas di Menteng
31. Semua peristiwa nasional yang bersangkutan dengan Revolusi Agustus, dia selalu ada di
tengahnya, walaupun orang-orang yang kini memusuhi dirinya, menghapus sejarah yang dulu
dia turut berpelaku di dalamnya. Semangat bernyala-nyala, kobaran api dalam jiwanya selalu
membara, bahkan dia pernah berkali-kali hampir mati karena pertempuran, karena penculikan,
karena pengkhianatan. Tetapi kini setelah diri tua, kembali keharibaan keluarga sendiripun
sudah “diasingkan”. Karena takut, karena kuatir? Akh, mungkin bukan itu, atau bukan karena
itu saja?! Berbagai macam pikiran dalam kepalanya. Apapun alasan lainnya, tetapi kejadian
kepulangan pertama ini, sungguh menyakitkan dan menyedihkan. Kepulangan pertama ini
bukannya memanen kebahagiaan menikmati nostalgia-lama, malah menderaikan air-mata duka.
Isteri dan anak-anaknya tidak bisa menerima kembali suami dan ayah mereka. Lalu siapa yang
mau disalahkan? Lalu apa kesalahannya sendiri? Tak berjawab, tak mungkin dijawab secara
tuntas. Karena masalah ini masalah perasaan, perasaan manusia yang tetap manusiawi, yang
padahal antara keluarga sedarah.( ,(Paris 13 Mei 1999) (Bersambung ke edisi berikutnya/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *