Sin Tek Bio eksis lebih dari 3 abad dengan atmosphere ketenangan


Sin Tek Bio eksis lebih dari 3 abad dengan atmosphere ketenangan

Dilaporkan: Setiawan Liu

 

j

jakarta, 8 Maret 2022/Indonesia Media – Klenteng Sin Tek Bio atau yang juga dikenal sebagai Wihara Dharma Jaya, Jl. Belakang Kongsi (Pasar Baru Dalam) semakin terhimpit dengan berbagai aktivitas perdagangan, termasuk gedung ‘raksasa’ Pasar Metro Atom serta pedagang kaki lima. Wihara yang sudah berdiri selama lebih dari tiga abad atau 300 tahun tetap eksis walaupun semakin ‘terpojok’ di kawasan perdagangan Pasar Baru. Jalan menuju ke Wihara bisa dari arah Gang Kelinci dan pertokoan. Tepat di ujung gang, atmosphere bangunan tua sudah sangat terasa. Kendatipun, barang-barang dagangan kaki lima Pasar Baru menutupi gedung-gedung tua. Masuk ke dalam gang kecil, Jl. Belakang Kongsi, beberapa rumah tua milik orang Tionghoa juga semakin memudar. Penghuni hampir tidak pernah kelihatan, dan ada genangan air di depan rumah. Ketika memasuki Wihara, hampir setiap hari ada umat yang melakukan persembahyangan. Hal ini diakui oleh ketua pengurus Wihara, Santoso Witoyo. “Ada saja umat datang setiap harinya. (persembahyangan) tergantung kemauan umat. Tapi hari-hari tertentu, terutama Ce It dan Cap Go (penanggalan lunar) pasti ada kebaktian,” kata Santoso.

 

Kondisi Wihara yang sudah berusia lebih dari 300 tahun, tidak heran kalau ada beberapa ornamen bangunan yang rapuh. Beberapa pilar bangunan juga sudah penuh dengan jelaga berasal dari asap hio sembahyang. Bingkai-bingkai foto para pendiri dan tamu VIP (very important person) juga sudah mulai kelihatan kusam. Salah satunya, foto pengurus Wihara dengan alm. Bhante Vijjano Mahathera, alm. Suhu Acong (pendiri Wihara Sapta Ronggo, Petojo VIJ Jakarta Pusat), alm. Soeharto (presiden RI; Maret 1968 – Mei 1998) dan istrinya, alm. Tien Soeharto serta beberapa tokoh agama Buddha. Selain itu, ada juga pejabat negara era Orde Baru yang datang berkunjung ke Wihara Dharma Jaya. “Ada foto Suhu Acong, karena saya kan dulu kebaktian di Wihara Sapta Ronggo. Saya bantu kelola Sapta Ronggo dan dampingi Suhu Acong sejak tahun 1966 sampai tahun 1981. Setelah itu, saya beralih kesini (Sin Tek Bio) menjadi pengurus sampai sekarang. Saya temu Suhu Acong ketika almarhum baru mulai bangun Wihara Sapta Ronggo. Setelah itu, setiap kali ada kebaktian malam Jumat, ribuan umatnya datang sembahyang,” kata Santoso.

 

Wihara Sin Tek Bio terdiri dari tiga bangunan terpisah, tetapi berdekatan satu sama lainnya di Jl. Belakang Kongsi. Sehingga, bangunan Wihara tersebut ibaratnya dalam satu komplek di Jl. Belakang Kongsi dan ujungnya pada gang Kelinci. Sederetan Wihara, masih ada beberapa bangunan tua seperti Bakmi Aboen dan rumah-rumah Tionghoa. “Wihara tutup sekitar jam 5 sore. Tapi kadang, kalau ada umat mau datang sembahyang malam hari, kami bisa buka. Karena ada penjaga yang tinggal di sebelah Wihara,” kata Santoso.

 

Meski telah berusia lebih dari tiga abad, Sin Tek Bio masih memunculkan atmosphere ketenangan dan keselamatan. Santoso juga dibantu oleh anaknya dalam mengelola Wihara. Kondisi Pasar Baru, khususnya Jl. Belakang Kongsi juga sudah beberapa kali diuruk (ditimbun) sampai hampir satu meter. Sehingga permukaan jalan lebih tinggi dari Wihara. Atmosphere Wihara diyakini menyatu dengan motivasi umat melakukan persembahyangan. Beberapa umat juga datang dari berbagai negara termasuk Amerika, Taiwan, Malaysia. “Karena orang tuanya juga sembahyang disini ketika mereka masih kecil-kecil. Ketika orang tuanya meninggal, mereka merasa perlu meneruskan (kegiatan persembahyangan). Tapi karena kondisi pandemic covid, umat yang dari luar negeri juga tunda sembahyang,” kata Santoso. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

One thought on “Sin Tek Bio eksis lebih dari 3 abad dengan atmosphere ketenangan

  1. Perselingkuhan+Intelek
    March 11, 2022 at 7:51 pm

    waw sudah lebih dari 300 tahun laiu, bukan waktu yang sebentar kehadiran suku Tionghia di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *