“Serang Malaysia? Lalu Kami Makan Apa?


Tak hanya soal mencari nafkah, warga perbatasan bergantung pangan ke negeri sebelah.

Selain soal tenaga kerja Indonesia (TKI) dan saling klaim budaya, isu perbatasan selalu jadi penyebab naiknya tensi hubungan dua negara berjiran, Indonesia dan Malaysia.

Baru-baru ini DPR RI menggelontorkan masalah pencaplokan wilayah yang diduga dilakukan Malaysia atas Camar Bulan dan Tanjung Datu. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin yang menyatakan, ada patok yang digeser. akibat kelalaian tim ini indonesia akan kehilangan 1.490 ha di wilayah Camar Bulan, dan 800 m garis pantai di Tanjung Datu.

Pemerintah buru-buru membantah, bahwa tak benar ada patok penanda batas yang digeser.Menteri Luar Negeri bahkan mengatakan, tak ada lagi permasalahan perbatasan di Camar Bulan maupun Tanjung Datu.

Lalu, bagaimana pendapat penduduk perbatasan soal isu panas ini?

Kepada VIVAnews.com, Sayudin — warga Dusun Camar Bulan Desa Temajok, Palok, Sambas — justru mengaku kaget ketika membaca koran lokal Kalimantan Barat yang memberitakan gonjang-ganjing soal perbatasan. “Padahal tidak ada konflik apa-apa di sana, saya malah tercengang,” kata dia, Kamis 13 Oktober 2011.

Pemilik pesantren di Camar Bulan itu menceritakan, sepanjang yang ia tahu, tak ada pergeseran patok batas. “Yang jelas, tingkat pengawasan pemerintah, baik Pemda Kalbar maupun pusat di Jakarta tidak serius terhadap daerah perbatasan,” kata dia.

Sayudin mengatakan, panasnya isu tak memberi pengaruh ke masyarakat. “Mereka tetap bekerja di Malaysia pulang-pergi, asyik-asyik saja, tanpa harus menunjukkan identitas ketika masuk (Malaysia),” kata dia. Banyak warga Camar Bulan yang bekerja di Teluk Melano, wilayah Malaysia.

Kata dia, petugas negeri jiran di tapal batas percaya dan mengenal baik penduduk. “Selama ini kami punya hubungan erat dengan Malaysia. Ada kekerabatan yang kental antara kami dan Malaysia, sama-sama Melayu,” kata Sayudin. Hubungan antar masyarakat di sana mulai terjalin sejak tahun 1980-an, sejak Dusun Camar Bulan berdiri.

Tak hanya soal nafkah, warga juga memiliki ketergantungan sembako pada negeri jiran. “Kami belanja di sana, karena barang-barang dari Indonesia nggak tahu kapan kunjung datang, lebih baik belanja yang dekat,” kata dia. Perjalanan dari Camar Bulan ke Teluk Melano hanya 10 menit, menggunakan motor.

Diakui Sayudin, di kampungnya memang berdiri posko-posko bela negara. Namun, sifatnya hanya untuk diskusi antar warga dan menjaga keamanan. Bukan dalam rangka untuk menyerang Malaysia. “Kalau menyerang Malaysia, kami makan apa, sembako saja dari sana.”

Pria 60 tahun itu berharap, pemerintah dan anggota dewan tak hanya meributkan masalah perbatasan, caplok-mencaplok wilayah. “Namun, uruslah kami, warga perbatasan. Jangan adu argumen saja, yang terus membingungkan masyarakat perbatasan,” tegas dia. “Kami ini mau di bawa ke mana?”

Apalagi soal kesejahteraan yang sifatnya individu, infrastruktur wilayah RI di perbatasan kondisinya memprihatinkan. “Jalan misalnya, baru saja dikerjakan, dulu sama sekali tak diperhatikan,” kata Sayudin.

Seperti diketahui, Jumat 14 Oktober 2011, tim DPR RI mengagendakan tinjauan ke daerah perbatasan dengan Malaysia. Untuk mengkonfirmasi informasi adanya pencaplokan wilayah.

Sayudin mengaku, ia menyambut baik kehadiran pihak pemerintah atau DPR ke wilayahnya itu. “Silakan, lihat kondisi masyarakat secara langsung, kami senang. Tapi, jangan hanya datang lalu pergi, harus ada jaminan kami diperhatikan,” kata dia.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *