Sejarah_Menyusup Ring Satu – Bagian ke-8


Sub Judul: Proklamasi Dini di Madiun

“Madiun sudah bangkit . Revolusi sudah dikobarkan . Kaum buruh sudah melucuti polisi dan tentara
Republik. Pemerintahan buruh dan tani yang baru sudah dibentuk”

Melalui Radio Gelora Pemuda dan Radio Republik Indonesia, pidato Ketua Badan Kongres Pemuda
Republik Indonesia Soemarsono memecah keheningan pagi di kota Madiun, Jawa Timur, pada 18
September 1948. Suasana mencekam merasuk hingga ke sudut-sudut kota. Pasukan Soemarsono
menguasai semua gedung vital dan kantor pemerintahan. Mereka melucuti tentara dan polisi.

Soemarsono menyatakan gerakan itu upaya membela diri. Maraknya penculikan terhadap tokoh Partai
Komunis Indonesia di Yogyakarta dan Solo telah menjalar ke Madiun. “Apalagi ketika itu berkeliaran
pasukan gelap dengan lencana tengkorak,” katanya dalam perbincangan dengan Tempo, Oktober lalu.
Dua hari sebelum peristiwa itu, Soemarsono bertemu dengan Musso dan Amir Sjarifoeddin di Kediri
untuk melaporkan kondisi Madiun yang semakin genting. Mendapat laporan itu, Musso dan Amir
kompak menjawab, “Bertindak! Lucuti saja pasukan yang menculik itu.”

Menjelang siang, Madiun bergerak pulih. Seluruh kota telah berada dalam penguasaan pemuda PKI.
Keadaan ini, kata Soemarsono, harus dilaporkan ke pemerintah pusat di Yogyakarta. Namun tak satu pun
pejabat Madiun yang berani melaporkan. Terjadi perdebatan sengit di antara petinggi militer PKI. “Semua
saling lempar,” kata Soemarsono. Samadikun, penguasa sipil tertinggi di Madiun, sedang ke luar kota dan
wakilnya, Sidarto, terbaring sakit.

Komandan Teritorial Madiun Letnan Kolonel Sumantri juga menolak. Dia malah meminta Soemarsono
yang mengirimkan laporan ke Yogyakarta. “Saya bukan orang pemerintah,” Soemarsono menolak.
Akhirnya diputuskan meminta Wali Kota Madiun, Purbo, mengirimkan laporan kepada Perdana Menteri
Mohammad Hatta. Namun Purbo juga sedang terbaring sakit.

Lalu muncullah Supardi, wakil wali kota yang baru saja diangkat. Dia mengatakan sanggup mengirimkan
laporan itu. “Asalkan dengan persetujuan komandan teritorial,” katanya, seperti diceritakan Soemarsono.
Semua sepakat, termasuk para bupati yang telah menyatakan mendukung PKI.

Hari itu juga Supardi mengirim telegram ke Yogyakarta, menjelaskan pelucutan senjata batalion
Siliwangi dan Mobrig oleh Brigade 29. Supardi juga menyampaikan keadaan Madiun aman
terkendali. “Berhubung kepergian kepala daerah, untuk sementara pimpinan pemerintahan daerah
kami pegang. Minta instruksi lebih lanjut.” Demikian laporan Supardi, yang menyebut dirinya wakil
Pemerintahan Republik Indonesia Daerah Madiun.

Hingga menjelang petang, tak ada balasan dari Yogya. Esoknya, menjelang malam, “jawaban” itu
akhirnya datang juga. Tidak lewat telegram, tapi melalui gelombang Radio Republik Indonesia di
Yogyakarta. Dengan berapi-api Presiden Sukarno menyampaikan pidato menanggapi peristiwa di
Madiun. Sukarno mengatakan telah terjadi upaya kup oleh PKI di Madiun. Dia memberikan dua pilihan
kepada rakyat: ikut Musso dengan PKI atau ikut Sukarno-Hatta. “Negara kita mau dihancurkan. Mari
basmi bersama pengacau-pengacau itu,” Sukarno berseru.

Hanya berselang tiga jam, melalui Radio Gelora Pemuda, Musso membalas pidato Sukarno. Musso
menyatakan Sukarno-Hatta hendak menjual Indonesia kepada imperialis Amerika. “Oleh karena itu,
rakyat Madiun dan juga daerah-daerah lain akan melepaskan diri dari budak-budak imperialis itu,”
katanya.

Musso bersama petinggi Front Demokrasi Rakyat mengumumkan terbentuknya Front Nasional Daerah
Madiun. Para pejabat pemerintah, dari bupati sampai lurah yang propemerintah, digantikan kader PKI.
Musso kemudian melantik Soemarsono sebagai gubernur militer dan Kolonel Djoko Soedjono menjadi
komandan pasukan PKI. Alasannya, pemerintahan baru ini dibentuk untuk melawan kekuatan militer.
Adapun Supardi, karena dinilai berani melapor ke pemerintah pusat, diangkat menjadi residen.

FRONT Nasional Daerah Madiun menguasai lima kabupaten: Magetan, Madiun, Ponorogo, Ngawi,
dan Pacitan. Hari itu bupati diganti dengan kader PKI. Wilayahnya semakin luas dengan bergabungnya
Wonogiri dan Sukoharjo.

Hatta mengecam tindakan Musso. Dalam pidatonya di depan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat pada 20 September 1949, dia mengatakan gerakan PKI itu sebagai upaya merobohkan pemerintahan
Republik Indonesia dengan kudeta. “Kemudian mendirikan pemerintahan Soviet,” katanya. Sejarawan
Harry A. Poeze memberikan penilaian yang sama. “Itu upaya mereka menjadikan Musso sebagai
presiden,” katanya.

Bertahun-tahun kemudian, para tokoh PKI berkukuh menolak dituding melakukan pemberontakan di
Madiun. “Alangkah mencari-carinya orang yang menuduh PKI merobohkan Republik Indonesia,” kata
D.N. Aidit dalam pembelaannya berjudul Menggugat Peristiwa Madiun, yang dibacakan di Sidang
Dewan Perwakilan Rakyat, 11 Februari 1957. Bantahan serupa datang dari Soemarsono. Menurut dia,
kalau memberontak, PKI pasti sudah melakukan penyerangan. “Ini tidak,” katanya.

SITUASI Madiun-Yogyakarta terus memanas. Pada akhir September 1948, lewat Radio Gelora Pemuda,
PKI membantah tudingan Hatta. Lewat Supardi, PKI meminta upaya perdamaian dengan pemerintah
Sukarno-Hatta. “Karena pemerintahan lokal di Madiun merupakan bagian dari Republik Indonesia,” kata
Supardi, seperti dikutip dalam buku Himawan Soetanto yang berjudul Rebut Kembali Madiun.

Abdoel Moetholib, yang belakangan menggantikan Supardi, melakukan langkah yang sama. Dia
mengumumkan daerah-daerah yang sebelumnya diduduki PKI telah kembali dilepaskan. Agar lebih
meyakinkan, Moetholib melakukan penggantian bupati di Madiun, Magetan, Ngawi, Ponorogo, dan
Pacitan. Upaya itu sia-sia. Sukarno telanjur menunjuk Panglima Besar Jenderal Sudirman untuk
mengambil langkah tegas guna merebut kembali Madiun. Sepuluh batalion tentara pemerintah menyerbu
Madiun.

Kota yang dikelilingi pegunungan itu dikepung dari berbagai penjuru. Petinggi PKI terdesak. Pada
28 September, Musso, Amir Sjarifoeddin, dan Soemarsono hengkang meninggalkan Madiun. “Kami
terjepit,” kata Soemarsono. (bersambung)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *