KUCHING


“Kalau ada kesempatan, saya ingin sekali mengunjungi kota Kuching.”
Seorang teman asal Sumatra Selatan yang sudah puluhan tahun
berdiam di negeri Belanda sering berkata.

“Kenapa Kuching? Kenapa bukan Paris, Rome, London?” Tanya teman
lainnya.

“Oh, kota kota besar di Eropa sudah sering saya datangi, tapi saya
belum pernah melihat Kuching.”

“Akh, kamu ini ada ada saja. Kuching itu kota kecil, tidak seramai
kalau dibandingkan dengan kota cosmopolitan.” Para teman
mengingatkannya.

“Ya, justeru itulah yang saya ingini.” Agaknya, sebagai keturunan
Melayu, ia ingin sekali melihat kawasan Asia Tenggara dimana
pengaruh budaya setempat masih sangat kuat, belum banyak
terpengaruh oleh budaya barat pop culture, dimana anak memanggil
orang tuanya dengan nama, tidak dengan panggilan “Ayah” atau “Ibu.”

Demi memenuhi keinginan teman ini, saya coba mencari tahu beberapa
keterangan mengenai Kuching, dengan harapan ada juga pembaca
lainnya yang tertarik.

Kuching adalah ibu kota Sarawak, Malaysia Bagian Timur. Ia adalah
ibu kota Sarawak yang ketiga, diidirikan oleh Pengiran Indera Mahkota
dibawah utusan Sultan of Brunei pada tahun 1827. Dua ibu kota
sebelumnya adalah: Santubong didirikan oleh Sultan Pengiran Tengan
pada tahun 1599, dan Lida Tanah didirikan oleh Datu Patinggi Ali pada
permulaan tahun 1820. Lebih dari 150 tahun yang lalu, nama negeri
Sarawak yang kita ketahui sekarang adalah Kuching.

Nama Kuching diambil dari nama Sungai Kuching yang bermulai dari
pancuran mata air di Bukit Mata Kuching dimana terdapat banyak pohon

buah Mata Kuching.

Tempat sejarah yang menarik antara lain: Astana yaitu istananya White
Rajah dulu, Fort Margherita dan Klenteng Tua Pek Kong. Main Bazzar
adalah daerah tertua setempat, disitu terdapat sederetan ruko milik
masyarakat Chinese didirikan sedari abad ke 19 sepanjang pantai
menghadap Sungai Sarawak. Disitu juga terdapat Carpenter Street
dan India Street. Kuching Waterfront daerah tepi pantai sepanjang
satu km terdapat banyak rumah penginapan dan rumah makan, juga
toko toko jualan barang antic dan bermacam kerajinan tangan. Di tepi
pantai tersedia bangku dan kursi bagi mereka yang penat berjalan,
dapat beristirahat sambil menikmati pemandangan disekitar. Ada yang
namanya Sunday Market dibuka pada hari Minggu dan akhir pekan
di Satok, menjajakan beraneka ragam barang jualan yang menarik.
China Town terletak di Padungan Street dengan jualan hidangan
lezat terutama Mie Sarawak , Laksa Sarawak dan Popia Sarawak
yang sangat terkenal turut menambah meriahnya suasana setempat.
Makanan yang dijual di Kucing masih sangat berciri tradisional, dan
makanan sea food sangat segar, terasa seakan baru ditangkap,
langsung masuk ke kwali.

Banyak lagi atraksi alam di sekitar Kuching, yang paling terkenal; Bako
National Park, Kuching Wetlands National Park dan Semenggoh Wildlife
Center dimana terdapat rumah perlindungan bagi orangutan kecil yang
ibunya mati terbunuh oleh pemburu illegal. Gunung Gading National
Park dan Kubah National Park juga berupa tempat tempat indah
nyaman dikelilingi oleh alam semesta yang terjaga baik.

Sekitar 40 menit perjalanan mobil dari Kuching terletak pantai
resort Santubong. Disitu terdapat banyak holiday resort berprestasi
internasional, antara lain Damai Beach dan Sarawak Cultural Village.
Di Sarawak Cultural Village yang berupa sebuah museum hidup, para
tamu dapat menyaksikan kehidupan berbagai ragam etnik yang terdapat
di sekitar daerah Sarawak seperti: Bidayuh, Orang Ulu dan Iban.
Dua daerah pantai kerkenal berdekatan dengan Kuching termasuk:
Lundu Beach dan Sematan Beach. Borneo Highlands sebuah resort
pegunungan juga berdekatan dengan Kucing, terletak pada ketinggian
seribu meter dari permukaan air laut, banyak disenangi turis dalam dan
luar negeri tertarik dengan pemandangan indah dan hawa udara sejuk

nyaman.

Seperti halnya dengan kebanyakan kota di Sarawak, hubungan Kuching
dengan perkampungan disekitar banyak digunakan transportasi air. Di
tebing Sungai Sarawak berdekatan dengan daerah kota banyak perahu
kecil dipanggil “tambang” membawa penumpang ke berbagai lokasi di
tebing sungai. Bagi mereka yang tinggalnya berdekatan dengan tebing
sungai transportasi air sangat berguna, jauh lebih cepat, nyaman dan
murah daripada menggunakan transportasi darat yang seringkali macet
dan jalannya berlobang lobang.

Yang paling terkesan menyenangkan, adanya kerukunan hidup bersama
diantara berbagai rumpun etnik di Kuching, dapat saling menghagai
tradisi, budaya dan agama masing masing.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *