Secuil kisah pejuang Rupiah di PPS era tahun tahun 90-an


Secuil kisah pejuang Rupiah di PPS era tahun tahun 90-an

 dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 6 Januari 2022/Indonesia Media – Bagi mantan kuli pelabuhan, refleksi tahun baru 2022 tidak lepas suasana dan semangat yang baru pula bagi seorang pejuang Rupiah yang sudah berusaha sejak tahun 1986 sampai sekarang di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Muara Baru Jakarta Utara. Daryo, yang pertama kali pindah dari Jawa Tengah ke Jakarta tahun 1985, merefleksi suasana 2022 dengan semangat berjuang untuk Rupiah. “Setelah beristri (menikah) pada tahun 1989, saya tidak bekerja sebagai kuli lagi, tapi buka warung. Jualan es balok juga sudah mulai banyak saingan, terutama perusahaan-perusahaan yang bangun cold storage (CS),” pejuang Rupiah dari PPS, Daryo mengatakan kepada Redaksi.

Kendatipun CS mulai banyak berdiri pada tahun 1990, semangat kerja berjuang untuk Rupiah tidak pernah surut. Ia justru berpikir jernih dan positif, bahwa CS milik para pengusaha menyasar segmen pelanggan yang berbeda. “Salah satunya PT Lola Mina (pengusaha CS), tapi saya nggak tahu sekarang masih operasional atau sudah tutup. Dulu, walau PPS kelihatan tidak modern, banyak pelaku usaha kecil termasuk pedagang es balok yang berhasil. Sekarang saya buka usaha lain seperti rumah makan, bantu kelola sarana prasarana rumah susun (Muara Baru),” kata Daryo.

 Tahun 1990-an, suasana PPS juga tidak lepas dari perintah langsung mantan persiden alm. Soeharto (Maret 1967 – 21 Mei 1998) untuk penjagaan keamanan internal pusat-pusat pertumbuhan ekonomi strategis. PPS dianggap strategis dan harus steril dari masalah, gangguan, unjuk rasa dan lain sebagainya. “(Masuk PPS) kami yang naik sepeda, diharuskan turun dan tuntun (sepedanya). Karena saya pernah jadi anggota Wanra (perlawanan rakyat), seperti komponen cadangan atau rakyat sipil di bawah tentara Koramil,” kata Daryo.

PPS juga di bawah pengawasan Bakorstanas (Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas) daerah, diawasi langsung oleh Kodam Jaya. Kendatipun demikian, pernah ada insiden sampai tindakan kekerasan terhadap anak seorang pejabat tinggi. Akhirnya pasukan Bakorstanas-da ditarik dan diganti dengan BAIS (Badan intelijen strategis). Tahun 1990 an, banyak kelompok preman yang sepak terjangnya seperti undercover. “(sepak terjang) saru ketutup oleh para boss dan backing. Dulu hanya ada Polsek, Pospol, belum ada Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3). Setelah itu, mulai ada Polair (kepolisian air),” kata Daryo.

Bakorstanas Daerah dan BAIS sebetulnya juga bertugas mengantisipasi praktik curang jual beli ikan di PPS. Misalkan ada pengusaha dirugikan yang tepaksa menjual ikan dengan harga murah. Hal tersebut tidak lepas adanya praktik monopoli kelompok tertentu. “Aksi premanisme, ada kelompok Jawara, Badula Cirebon, komunitas Banten sampai ke Muara Angke. Bahkan ada korban dari aparat karena perebutan lahan dengan kelompok tersebut. Tapi sekarang, sebagian (preman) sudah meninggal,” kata Daryo. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *