Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menyatakan rasio utang pemerintah masih terkontrol untuk memenuhi pelebaran defisit APBN dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) karena manajemen fiskal pemerintah tergolong disiplin.
“Kenaikan utang sangat terkontrol dan bahkan dibandingkan negara lain, kita sangat disiplin dan aman,” kata Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu dalam webinar Simposium Nasional Keuangan Negara (SNKN) di Jakarta, Rabu (4/11/2020).
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) pada Oktober 2020 merilis proyeksi rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) yang rendah bahkan di antara beberapa negara ASEAN.
Padahal, lanjut dia, Indonesia berada pada peringkat 16 negara ekonomi terbesar dunia dan tergabung dalam G-20 dengan pertumbuhan pendapatan perkapita konsisten 10 tahun terakhir dan saat ini masuk dalam negara berpendapatan menengah ke atas.
IMF menyebutkan rasio utang Indonesia tahun ini diproyeksi mencapai 38,5 persen atau naik dari posisi 2019 mencapai 30,5 persen dan tahun 2021 diproyeksi 41,8 persen terhadap PDB.
Sedangkan negara lain proyeksi tahun 2020 seperti Jepang mencapai 266,2 persen, Amerika Serikat mencapai 131,2 persen, India 89,3 persen, Malaysia 67,6 persen, China mencapai 61,7 persen, Thailand 50,4 persen dan Filipina 48,9 persen terhadap PDB.
“Banyak negara berkembang, rasio utangnya lebih tinggi dari Indonesia, disiplin ini konteksnya dalam extra ordinary adalah prestasi bagi Indonesia,” katanya.
Pemerintah sebelumnya memperlebar defisit APBN 2020 menjadi 6,34 persen dari PDB untuk penanganan COVID-19 dan PEN dan hingga 2022 akan diturunkan bertahap sampai mencapai batas maksimal 3 persen pada 2023.
Tahun 2021, defisit fiskal pada APBN diproyeksi mencapai 5,7 persen dari PDB.
Untuk mencapai penurunan defisit fiskal bertahap itu, lanjut dia, pemerintah akan mengoptimalkan pendapatan negara dan reformasi belanja negara agar berorientasi kepada hasil.
“Meningkatnya rasio utang diantisipasi dengan mengendalikan risiko lebih solid dan memanfaatkan sumber pembiayaan utang yang relatif murah dari pinjaman program bilateral dan lembaga multilateral,” katanya.
Berdasarkan data APBN KiTa, akhir September 2020 posisi utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun.
Jumlah itu berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 4.892,57 triliun atau 85 persen dan pinjaman sebesar Rp 864,29 triliun.
Adapun penerbitan SBN itu, sebagian besar domestik mencapai Rp 3.629,04 triliun dan valuta asing Rp 1.263,54 triliun.
Sedangkan, dari sisi pinjaman itu berasal dari pinjaman dalam negeri mencapai Rp 11,32 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 852,97 triliun. (SH / IM )
ini sih gara2 si Rijik Prono mau balik ke Indonesia dari Kandang Onta sono tuh