Rantai Pasok Sambal Indonesia untuk Pasar Luar Negeri Belum Optimal


Rantai Pasok Sambal Indonesia untuk Pasar Luar Negeri Belum Optimal
Dilaporkan: Liu Setiawan
Banten, 14 Pebruari 2024/Indonesia Media – Pelaku UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) CV Big Boss Food (BBF) di Cilegon, prov. Banten optimis dengan pasar ekspor terutama di negara-negara yang banyak pekerja migran asal Indonesia seperti Arab Saudi, Hong Kong, Taiwan, Aussie dan lain sebagainya, walaupun management rantai pasok nya belum optimal. Produk sambal BBF dengan berbagai varian, termasuk yang berbahan baku ikan tongkol, cumi, teri masih diupayakan untuk efisiensi biaya dan resiko. “Di Arab Saudi, semakin banyak buruh migran beli sambal kami. Di Aussie, Hong Kong, Taiwan ada toko khusus jualan makanan Indonesia termasuk sambal Big Boss. Kalau ekspor (sesuai ketentuan Tata Laksana Ekspor), kami tidak bisa,” kata Atung, pemilik BBF.
Bukan hanya konsumen di luar negeri, orang Indonesia terutama yang jauh dari Jakarta, seperti Papua juga beli dan kirim dengan hand carry. Karena kalau pengiriman paket dengan jasa ekspedisi, dari Jakarta ke Papua, Maluku, Maluku Utara, biayanya relatif mahal. Sementara, sambal BBF semakin disukai masyarakat di Papua, Maluku. “Sekali bawa, sekitar 70 botol. Kalau permintaan agak sepi, dia beli sekitar 50 botol,” kata Atung.
Pembeli biasanya bawa sambal sampai ke Bandara Soekarno Hatta (Soeta). Lalu, ada rekan lain atau saudaranya yang bisa bantu membawa langsung ke Papua atau Maluku. Sistem penitipan seperti ini, bisa membantu sistem penjualan atau pemasaran tanpa harus mengeluarkan biaya mahal untuk ekspedisi. “Kadang kami sendiri yang titip pada sopir atau kondektur bus Damri rute Cilegon – Bandara Soeta. Kami tetap jual dengan harga reseller untuk Papua, Maluku. Tapi kami kasih komisi sebesar dua ribu rupiah per toples untuk perantara,” kata Atung.
Pasar Arab Saudi, selama ini ada rekan BBF yang memerantarai importir disana. Karena prospek pasarnya diyakini semakin bagus, importir di Arab Saudi mengenakan merek dagang sendiri. Artinya, ketika mereka beli langsung dari BBF, botol atau toplesnya dalam bentuk polos. Merek BBF tidak ditempel pada toples tersebut. Importir di Arab Saudi juga beli produk lain (selain Big Boss). Sambal Big Boss untuk menambah pilihan konsumen (buruh migran asal Indonesia). “Tapi ada testimonial, kalau sambal Big Boss lebih enak,” kata Atung.
Penjualan sambal Big Boss ke Arab Saudi, sudah berlangsung sekitar lima bulan. Sejak pertama kali, sistem perantara dan komisi masih bisa saling menguntungkan. Jalinan hubungan baik dengan pelanggan melalui perantara berjalan baik. Operasional dengan menyerahkan kepercayaan mutu sambal yang cocok untuk ‘lidah’ orang Indonesia juga berjalan baik. Kalau permintaan tinggi, dia (perantara buyer) bisa ambil 1 kali seminggu. kalau sepi, bisa 2-3 minggu. Permintaan pasar sambal di Arab Saudi tidak ada rumusan pasti. Quantity untuk pengiriman ke Arab Saudi, kadang 300 botol untuk dua varian. “Kami sediakan banyak, mulai dari ulek geprek, bawang, teri, cumi, tongkol dan lain sebagainya. Permintaan tergantung, yang mana yang sudah terjual di Arab Saudi. Kami juga jaga stok untuk pasar di luar negeri terutama Arab Saudi. Saya jaga bahan bakunya terutama cumi. Selama ini kebutuhan cumi sampai lima kilo untuk sekali produksi, per hari. Kadang terbentur dengan kapasitas freezer (pendingin) terutama daya listriknya, yang harus di atas 900 volt ampere. Karena kalau permintaan mendadak melonjak, kami produksi tujuh hari dalam seminggu,” kata Atung. (LS/IM)
Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *