Putra Daerah Masih Optimis, Gencar Tawari Potensi Biak, Papua


Putra Daerah Masih Optimis, Gencar Tawari Potensi Biak, Papua

dilaporkan: Setiawan Liu / IM

Jakarta, 15 Pebruari 2019/Indonesia Medua – Putra daerah Biak, Provinsi Papua Barat Simon Morin tetap optimis dengan potensi yang luar biasa, mulai dari perikanan, pertanian, pertambangan, hasil hutan maupun pariwisatanya, dan gencar menawarkan kepada calon investor, termasuk China. Selain menguasai kondisi geografis, Simon juga akrab dengan pulau-pulau kecil di Biak serta budaya masyarakat local. “Saya baru pulang dari Padaido islands (kepulauan). Masyarakat hampir semua bekerja sebagai nelayan. Penangkapan sampai ke Samudera Pacific. (potensinya) sudah semakin terbuka. Nelayan di sana tidak punya kapal, sehingga alternative lain marine culture (budidaya laut),” Simon mengatakan kepada IM.

Kekayaan Kepulauan Padaido yang terletak di sebelah utara Pulau Papua, dengan pantai putih dan lembut, seperti bubuk tepung. Kepulauan ini terletak di sebelah timur Pulau Biak, Papua. Peta Nusantara hanya menggambarkan seperti kumpulan noktah-noktah hitam di bibir Samudera Pasifik. Meskipun demikian, kekayaan dan keindahan alam di sini masih tersembunyi, belum tergarap dengan maksimal. Budidaya laut sangat memungkinkan, terutama kerapu, lobster dan jenis ikan lain. Bahkan ada jenis kepiting Ketam kenari, birgus latro yang semakin digemari pecinta kuliner di dalam dan luar negeri. “Saya lihat sendiri, ada resto high class di Grand Indonesia (Jakarta Selatan) dengan menu sajiannya ketam kenari. Jenis kepiting yang disebut kepiting kelapa karena makannya kelapa. Selain potensi penangkapan tuna, (kondisi geografis Biak) langsung berada di bibir Samudera pacific. Kita berdiri di tepi pantai, hamparan laut tiada bertepi di depan mata,” kata Simon.

Ketam kenari hanya salah satu contoh dari sekian banyak jenis ikan di Papua. Ketam ini dikenal karena kemampuannya mengupas buah kelapa dengan capitnya yang kuat untuk memakan isinya. Ia satu-satunya spesies dari genus Birgus. Tetapi pengelola resto high class di Grand Indonesia (GI) jeli menangkap peluang bisnis kuliner. “Marketnya bagus. Ketam kenari merupakan artropoda darat terbesar di dunia. Sajian resto di GI menampilkan gambar pada daftar menu,” tutur Simon.

Peran pemerintah pusat terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bukan tidak mungkin meningkatkan kapasitas produksi sector perikanan Papua. Simon mengaku sudah sempat membangun komunitas nelayan skala kecil. Terutama pengetahuan management, pemasaran, system distribusi hasil ikan tangkapan nelayan. Hal ini sudah pernah dirintis FAO (Food and Agriculture Organization/badan pangan dan pertanian dunia) tahun 1990-an. FAO mengadakan proyek di Biak untuk dinas perikanan kabupaten Biak. Pengetahuan management mencakup supply chain, hasil ikan tangkapan nelayan dikirim melalui penerbangan Biak – Honolulu, Hawaii. “Kebetulan saya ikut proyek FAO tersebut. Ikan hasil tangkapan dikirim sampai masuk pasar hanya dalam waktu lima hari. Ikan-ikan asal Papua sangat laku di Hawaii karena kondisinya masih fresh. Produksi mencapai 40 ton per minggu. Tapi jalur penerbangan ke Honolulu ditutup. Usaha perikanan tidak berlanjut. Itu yang sangat kami sesalkan,” tegas Simon.

Usaha perikanan, pertanian, perkebunan khususnya di Papua Barat timbul tenggelam. Proyek FAO bukan satu-satunya. Perusahaan swasta nasional seperti Jayanti Group juga sempat berinvestasi, yakni kayu lapis, budidaya udang, lobster dan lain sebagainya. Perusahaan asal Perancis juga sempat buka pabrik pengalengan ikan. “Jayanti Group akhirnya juga hengkang,” kata Simon.

keberhasilan ekspor ke Hawaii mungkin success story yang hanya tinggal kenangan. Pada saat itu, nelayan begitu bersemangat ketika ikan hasil tangkapan dijual dengan harga tinggi. Pelatihan dan pembekalan pengetahuan management terbukti efektif. Karena nelayan sudah bisa bicara mengenai kualitas yang terjaga. Bahwa ikan untuk pasar luar negeri melalui supply chain yang terjaga dan terawasi. “Ikan tangkapan langsung masuk ke full box. Selain, kami juga sudah back up (sector perikanan tangkap) dengan budidaya laut. Penangkapan tuna di laut bebas, Samudera Pacific juga masih terbuka luas,” kata Simon.

Investor datang dan pergi. Sehingga UPI (unit pengolahan ikan) yang baru dibangun di Biak harus dijaga. Simon khawatir, kalau nantinya UPI dibangun dengan biaya mahal tapi menjadi barang rongsokan. Ketika Simon dan Tim kerja di Jakarta mengadakan pertemuan dengan calon investor, UPI disodori sebagai salah satu modal dasar. Skema bisnisnya bisa mencontoh usaha perkebunan sawit, yakni inti-plasma. “Kalau pasar China, apa saja kan terutama perikanan pasti terserap. Kami sudah sodori proposal agar investor datang ke Biak. Padaido islands juga sangat prospektif untuk kegiatan pariwisata,” kata Simon.

Ikan-ikan dibudidaya di Papua Barat juga berbeda rasanya. Biak bagian timur, khususnya Padaido island, atau Biak bagian Barat sampai Supiori, Provinsi Papua sangat potensial untuk budidaya laut. Lautnya tidak polusi. Melihat kondisi perairannya, dengan letak pulau-pulau yang bisa melindungi gempuran gelombang yang besar, memungkinkan untuk budidaya laut. “Keramba jaring apung (KJA) modern seperti merek Aquatec bisa semakin menunjang kegiatan budidaya ikan kerapu, lobster,” tegas Simon.(sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *