Investasi Teknologi Drone China untuk Penanganan Bencana Dibutuhkan
Jakarta – Investor asing termasuk asal China tetap optimis dengan perekonomian Indonesia kendatipun tahun 2019 tidak lepas dari agenda politik, yakni pemilihan presiden dan legislatif. Investor tentunya juga punya pertimbangan, antara lain produk dan jasa yang dibutuhkan berdasarkan skala prioritas. “Tidak ada seorangpun mau terkena bencana. Tapi setiap orang harus antisipasi bencana yang bisa melanda setiap saat. Sehingga alat, kelengkapan teknologi tinggi untuk penanganan bencana pasti dibutuhkan,” presiden produsen drone X-control China, Erick Young (Yang Fan) mengatakan kepada IM.
Sebagaimana dalam kurun waktu satu tahun, terjadi tiga bencana besar, masing-masing di Lombok (Provinsi NTB/Nusa Tenggara Barat), Palu (Sulawesi Tengah), Pandeglang dan Selat Sunda (Banten dan Lampung). Selain, pemerintah juga terus mengantisipasi kebakaran hutan terutama di beberapa daerah di pulau Sumatera. X-control merupakan drone skala berat (untuk angkut beban 10 kilogram – 5 ton), bukan jenis drone yang biasanya digunakan untuk rekreasi. Produsen optimis buka pasar di Indonesia mengingat perencanaan investasi jangka panjang. Kendatipun kami juga sudah masuk pasar di luar negeri termasuk Amerika, Australia, Hongaria. Investasi kami dibarengi dengan alih (transfer) teknologi, rencana fabrikasi (perakitan) di Indonesia. Kami juga akan memberi pelatihan melalui program kerjasama dengan berbagai universitas di Indonesia,” kata Erick dengan didampingi Stephen Lo untuk kantor perwakilan di Indonesia.
Kolaborasi dua produsen untuk produk perlengkapan penanganan bencana, merupakan salah satu kunci keberhasilan. Perusahaan yang dipimpin Erick berkantor pusat di Beijing berkolaborasi dengan China International Capital Port Holding Co., Limited di Hongkong yang dipimpin oleh Jack Deng (Deng Yi). “Dua perusahaan menjadi satu, seperti hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak). Perusahaan yang di Beijing sudah memiliki paten. Sementara perusahaan yang di Hongkong aktif memasarkan,” kata Erick.
Spesifikasi teknis drone X-control yang dipasarkan, sangat relevan dengan system nasional Indonesia untuk penanggulangan bencana. Misalkan teknis Early Warning System(peringatan dini) untuk tsunami, gempa bumi, gerakan tanah, longsor, kebakaran hutan, banjir dan lain sebagainya. Satu hal yang paling signifikan di tengah bencana menimpa yakni komunikasi, terutama melalui handphone. “Di tengah situasi kritis, biasanya petugas penanganan akan intens memantau. Kegiatan pemantauan selalu dibarengi dengan komunikasi dengan petugas di lapangan. Jarak antara petugas pemantau dengan pengungsi ataupun korban lain di lapangan tetap terdeteksi antara rentang 60 – 150 kilometer. Bahkan drone China juga bisa berfungsi seperti BTS (base transceiver station; infrastruktur telekomunikasi). Karena komunikasi di tengah lapangan bencana sangat vital,” kata Erick.
Melihat keunggulan drone yang fungsinya seperti BTS, penggunaan juga relevan untuk institusi lain seperti Kepolisian RI (Polri), PT Telkom, PLN (Perusahaan Listrik Negara), dan lain sebagainya. Bahkan pemasaran di Amerika, drone tersebut digunakan oleh personil SWAT (Special Weapons and Tactics) Amerika, direktorat imigrasi Amerika yang mengawasi perbatasan dengan Mexico, Honduras. Spesifikasi teknis drone tersebut untuk operasional juga mudah. Pelatihan untuk penggunaan drone hanya memakan waktu setengah jam saja. Teknologi drone tersebut juga lebih tinggi untuk ukuran aeronautika (teknik operasional pesawat terbang). “Kami sudah tandatangan MoU (memorandum of understanding) dengan Bakrie Group untuk memajukan teknologi drone di Indonesia dan pemanfaatan untuk kemanusiaan,” tegas Erick. (sl/IM)