Kader dan Caleg PDI Perjuangan (PDI-P), Hanjaya Setiawan
“Nyaman Berbaur di Kampung Halaman sampai Aktivitas Partai”
Jakarta, 21 Pebruari 2019/Indonesia Media – Ketika menjalani masa kecil di satu desa yang terletak di kecamatan Comal, kabupaten Pemalang Jawa Tengah, Hanjaya Setiawan (49) sudah merasa nyaman dengan suasana pluralisme dan (kenyamanan) tetap berlanjut sampai di kepengurusan organisasi mahasiswa, partai PDI-P. Sejak di bangku sekolah menengah sampai di universitas, Hanjaya aktif dalam berbagai organisasi intra dan extra kampus. Perannya juga tercatat bersama aktivis 98 mendobrak rejim Orde Baru (Orba). “Masa kecil saya di satu desa yang masyarakatnya sangat toleran dan tidak pernah ada konflik berlatar-belakang suku, agama, ras. Kami bergaul dengan berbagai suku termasuk Tionghoa, Jawa dan lain sebagainya di Comal. Sampai sekarang, saya tetap nyaman bergaul dengan para kader partai,” kata Hanjaya yang juga aktif di kepengurusan DPP Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI).
Setelah merasa yakin dengan pengalaman berorganisasi, Hanjaya kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau calon legislatif (Caleg). Kebetulan, Pemilu legislatif (Pileg) sebelumnya (tahun 2014), ia belum berhasil terpilih. Sekarang, ia kembali bertarung bahkan di daerah pemilihan (dapil) strategis yakni Jateng 1 dengan nomor urut 4. Ia mengaku hanya menjalankan amanat partai. Kendatipun, pertarungan di Dapil tersebut relative frontal. Karena selain beberapa incumbent, juga ada politisi senior, artis, bahkan sanak saudara pejabat dan mantan pejabat tinggi. “Dapil Jateng satu kan mencakup ibukota. Ada incumbent seperti Donny Yusgiantoro (Nasdem), Jamal Mirdad (Gerindra), anaknya pak Budi Gunawan (Kepala BIN) yang kebetulan dari PDI-P juga. Sehingga dapil ini seperti melting pot, pertarungan tidak mudah. Tapi kan PDI-P kan sangat massif di Jateng, sehingga saya optimis,” tegas Hanjaya yang juga aktif sebagai Dewan Pakar Pemuda Katolik.
Hanjaya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan (alm. ) Setiawan dan Tjandra Dewi. Ia mengawali masa sekolah di SD Negeri 1 Purwoharjo, sebuah sekolah yang tetap menjadi kenangan indah terutama toleransinya, gotong royong, kebersamaan. Selain, dedikasi guru yang luar biasa terhadap anak-anak didiknya juga bagian dari kenangan masa kecilnya. Seiring dengan kepindahan orang tua, Hanjaya menuju kota Tangerang, sebuah kota penyangga di sisi barat Jakarta. Ia melanjutkan pendidikan di SMA Kristen 1 Penabur – Pintu Air Jakarta serta menyelesaikan kesarjanaan teknik elektro Universitas Trisakti Jakarta. “Sampai sekarang saya tetap mengedepankan pluralisme. Kalau ada anggapan rasis terhadap orang Tionghoa di Indonesia, tanpa kita sadari, kita juga rasis (terhadap non-Tionghoa),” tegas Hanjaya.
Mengenai citra buruk DPR RI, ia tidak memungkiri. Ia akan bersikap realistis dengan citra buruk yang masih melekat pada DPR. Satu hal yang paling penting, bahwa perbaikan kondisi negara berawal dari partai politik (parpol) juga. Fakta lain, bahwa hampir semua lembaga negara diisi oleh beberapa kader parpol. “Mau terima atau tidak, itu yang terjadi sekarang ini,” tegas Hanjaya. Selain, platform PDIP juga mengedepankan kaderisasi dan perbaikan secara kontiniu. Ada kegiatan evaluasi, monitoring terhadap para pengurus dan kader partai. Sehingga ketika terpilih sebagai anggota DPR, kader bisa berada di garis depan untuk meningkatkan kondisi negara menjadi lebih baik. “Pak Jokowi (Presiden RI, Joko Widodo) kan juga kader PDI-P. Satu tim bersama elemen lain termasuk akar rumput saling dukung dengan optimisme. Kegiatan kampanye saya juga simultan dengan kampanye pak Jokowi sebagai incumbent Pilpres (pemilihan Presiden). Apalagi, Jateng sedari dulu dikenal sebagai basis PDI-P,” tutur Hanjaya.
Latarbelakang pendidikan dan kegiatan berpolitik adalah dua hal yang berbeda, tapi bertumpu pada nalar dan berpikir logis. Ia mengaku bahwa latar belakang pendidikannya tidak ada hubungan dengan kegiatan partai dan politik. Ia lulus dari fakultas teknik elektro Universitas Trisakti Jakarta. “Banyak politisi termasuk Bung Karno, berlatarbelakang pendidikan formal beda (dengan politik). Beliau juga seorang insinyur. Tapi kemampuan networking, logika berpikir, komunikasi hampir sama, antara (politisi) yang satu dengan yang lainnya,” tutur Hanjaya, mantan aktivis Senat Mahasiswa Universitas Trisakti (1991 – 1992)
Berbagai pengalaman selama duduk di kepengurusan DPP PDI-P, ia mengaku sempat terbawa arus perbedaan pandangan politik Tiongkok (mainland/daratan) dengan Taiwan. Sebagaimana, ia sempat menjabat sebagai ketua departemen hubungan internasional DPP (2010 – 2015). Tapi ia mengaku bisa mengimbangi dua perbedaan, antara Tiongkok dan Taiwan. “Saya mewakili partai dalam acara internasional di berbagai negara, mendampingi ketua umum dalam lawatan ke luar negeri, serta mewakili partai menerima tamu-tamu penting dari mancanegara. Undangan pertemuan ke Tiongkok dan Taiwan, kami tidak terbawa arus (perbedaan). Kami bisa mengimbangi dan tetap mengacu pada One China Policy (kebijakan Satu China),” tegasnya.
Pada bagian akhir wawancara Redaksi, Hanjaya Setiawan memohon dukungan dan doa restu agar bisa menjadi aggregator, penyalur aspirasi dan kepentingan bagi masyarakat di Kota Semarang, Kab. Semarang, kab. Kendal, kota Salatiga. Jalan menuju anggota DPR RI seperti perjuangan menuju medan strategis dengan ideologis untuk kemajuan kesejahteraan umum. Banyak Undang Undang sebagai produk legislasi yang belum mencerminkan kedaulatan dan martabat Bangsa. Di sisi lain, konteks politik anggaran, kasus anggaran operasional pemerintahan yang lebih besar dibanding anggaran untuk public harus diakhiri. (sl/IM)