Pro dan Kontra di Balik Kritik Keras Ahok ke Pertamina dan Kementerian BUMN


 

 

 

 

 

 

 

 Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang biasa disapa Ahok mengkritisi kebijakan yang diambil direksi perseroan. Menurutnya, Pertamina memiliki kebiasaan meminjam utang untuk mengakuisisi kilang minyak di luar negeri.

Padahal, menurutnya lebih baik Pertamina melakukan eksplorasi dalam negeri karena Indonesia masih punya potensi 12 cekungan yang menghasilkan minyak dan gas (migas). Dirinya juga curiga kalau keputusan itu berkaitan dengan bagi-bagi komisi antar pihak.

“Sudah minjam duit USD 16 miliar, tiap kali otaknya minjam duit terus, saya sudah kesal. Minjam terus, akuisisi terus, kita masih punya 12 cekungan yang berpotensi minyak dan gas, ngapain di luar negeri? Jangan-jangan ada komisi,” jelas Ahok, dikutip dari akun YouTube POIN, Rabu (16/9).

Selain itu, Ahok bilang, pembangunan kilang minyak saat ini tidak efisien. Menurutnya, ada beberapa investor yang serius berinvestasi kilang minyak dengan Pertamina. Namun, kilang-kilang tersebut belum juga dibangun.

Oleh karenanya, mantan Gubernur DKI Jakarta ini bakal mengadakan rapat membahas hal ini. “Makanya nanti saya mau rapat penting soal kilang. Berapa investor yang sudah nawarin mau kerja sama didiemin? Sudah ditawarin kenapa ditolak? Kenapa kerja seperti ini?” katanya.

“Saya lagi mau audit (proyek kilang), cuma saya emosi juga kemarin. Mereka lagi mancing saya emosi, saya emosi laporin Presiden apa? Ahok mengganggu keharmonisan,” imbuh Ahok.

Selain itu, Ahok juga mendorong agar Kementerian BUMN dibubarkan dan diganti dengan super holding. Dia beralasan, tata kelola perusahaan pelat merah ini tidak efisien dan buruk. Lebih baik, manajemen BUMN diserahkan ke kalangan profesional yang jauh dari kepentingan politik.

Usul Ahok ini dilandasi dengan temuannya soal kebijakan Pertamina yang tidak efisien, mulai dari birokrasi, dugaan manipulasi gaji hingga soal utang.

Menurutnya, direksi Pertamina punya hobi lobi-lobi menteri. Pergantian direktur juga dilakukan tanpa pemberitahuan kepada dirinya sebagai Komisaris Utama.

“Dia ganti direktur pun bisa tanpa kasih tahu saya, saya sempat marah-marah juga, jadi direksi-direksi semua mainnya lobinya ke menteri karena yang menentukan menteri. Komisaris juga rata-rata titipan kementerian-kementerian,” kata Ahok.

Berikut sejumlah pro dan kontra atas kritik Ahok

1. Respons BUMN Terkait Permasalahan Pertamina

 Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga pihaknya memberikan ruang bagi komisaris dan direksi Pertamina untuk melakukan komunikasi dengan baik.

“Menjawab mengenai pernyataan Ahok sebagai Komisaris Utama, tentunya itu urusan internalnya Pertamina. Jadi kita tetap meminta mereka komunikasi dengan baik, antara komisaris dan direksi,” kata Arya.

Selain itu, dia juga menjawab soal jabatan komisaris dan direksi yang disebut merupakan titipan dari kementerian-kementerian. Menurutnya, seluruh direksi dan komisaris di BUMN memang ditentukan oleh Kementerian BUMN, termasuk penunjukan Ahok sendiri sebagai Komisaris Utama Pertamina.

“Kemudian juga soal komisaris di BUMN, ya semua berasal dari kementerian BUMN, termasuk Pak Ahok juga dari kita kan dari kementerian BUMN. Sementara yang lain kan memang dari kita semua. Namanya juga BUMN penugasannya dari Kementerian BUMN,” ucapnya.

2. Pembentukan Super Holding Perlu Tahapan-Tahapan

 Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga merespons usulan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk membubarkan Kementerian BUMN yang dinilai tidak efisien dalam tata kelola perusahaan pelat merah selama ini. Menurut Arya, gagasan Ahok harus dipikirkan matang-matang sebelum dieksekusi.

“Jadi kita uji dulu ini semua. Kita jangan buru-buru mau super holding. Itu ide besar memang, tapi kita lihat dulu apakah ini efektif tidak? Sekarang ini kan masih sendiri-sendiri ini, masih jauh dari pemikiran superholding, jauh sekali,” kata Arya.

Menurutnya, sebelum sampai pada pembentukan super holding, rantai pasok (supply-chain) antar BUMN harus berjalan dengan baik terlebih dahulu. Ide super holding juga sebenarnya sudah dicanangkan Kementerian BUMN sejak lama.

Namun saat ini, rantai pasok antar BUMN masih perlu diperbaiki. Oleh karenanya, pihaknya saat ini bakal terus fokus memastikan rantai pasok tersebut bisa sejalan.

Arya bilang, Menteri Erick akan memastikan hal tersebut berjalan sesuai rencana terlebih dahulu, baru Kementerian BUMN bisa melangkah ke arah pembentukan

3. Pertamina Hargai Kritik Ahok

 Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman, menyambut baik kritik yang dilontarkan oleh Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau yang biasa disapa Ahok. Sebab, sebagai Komisaris Utama, mantan Gubernur DKI Jakarta itu mempunyai wewenang untuk menegakkan fungsi pengawasan dan juga memberikan arahan terhadap bisnis perseroan.

“Kami menghargai pernyataan Pak BTP sebagai Komut yang memang bertugas untuk pengawasan dan memberikan arahan,” jelasnya melalui pesan singkat kepada Merdeka.com, Rabu (16/9).

Fajriyah mengatakan kritik keras yang dilontarkan oleh Ahok sejalan dengan langkah restrukturisasi Pertamina yang sedang dijalankan direksi. Tujuannya agar perusahaan menjadi lebih cepat, lebih adaptif dan kompetitif.

Kendati demikian, kegiatan restrukturisasi yang ada di tubuh Pertamina diklaim telah dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Kemudian juga melibatkan berbagai institusi penegak hukum untuk mencegah terjadinya tindakan melanggar hukum.

“Upaya Direksi Pertamina untuk menjalankan Perusahaan sesuai prosedur, menjadi lebih transparan dan profesional telah konsisten nyata dilakukan, melalui penerapan ISO 37001:2016 mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) oleh Pertamina dan Groupnya, kerjasama dengan PPATK dan juga institusi penegak hukum, serta pendampingan dengan KPK,” terangnya.

Fajriyah menambahkan, berbagai hal yang bersifat corporate action dilakukan manajemen dalam rangka pertumbuhan perusahaan dan juga memastikan ketahanan energi nasional.” Tentu saja pastinya akan mempertimbangkan internal resources dan dilakukan secara prudent dan profesional,” tegasnya.

“Koordinasi dan komunikasi dengan komisaris dan juga stakeholder terkait terus kami jalankan. Agar semua terinfokan dengan baik apa yang sedang dijalankan oleh Pertamina,” tutupnya.

4. Kritik Ahok Masih Wajar

Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Fraksi PKB, Faisol Riza, menilai kritik yang disampaikan oleh Basuki Tjahja Purnama alias Ahok tentang Pertamina masih dalam batas wajar. Serta lebih bersifat konstruktif untuk kebaikan bisnis perusahaan.

“Saya rasa, pak Ahok kritik ya juga masih wajar. Itu cuma ngeluh saja. Keluhannya kalau berguna memperbaiki Pertamina. Membangun juga,” ucapnya saat dihubungi Merdeka.com, Rabu sore (16/9).

Faisol pun tidak mempermasalahkan apabila keluhan Ahok terkait Pertamina menjadi sorotan publik. Terlebih, selama ini informasi yang diperoleh masyarakat mengenai Pertamina masih terbatas.

“Saya kira setiap orang punya gaya penyampaian yang beda. Soal konsumsi publik tidak apa-apa, masyarakat bisa menilai apakah Pak Ahok dan caranya benar atau salah. Apalagi selama ini informasi mengenai Pertamina memang terbatas di masyarakat,” pungkasnya.

5. Efektifitas Dewan Komisaris Pertamina Jadi Sorotan

 Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Universitas Indonesia (UI), Toto Pranoto, mempertanyakan efektivitas kinerja jajaran komisaris Pertamina termasuk Ahok terhadap kinerja direksi Pertamina. Sebab, saat ini Pertamina menjadi sorotan setelah Ahok membongkar masalah di perusahaan pelat merah tersebut.

Menurutnya, permasalahan yang disorot oleh mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengindikasikan tidak berjalannya fungsi komisaris. Termasuk peran Ahok di dalamnya.

“Pertanyaan apakah fungsi dan mekanisme ini sudah dijalankan Dewan Komisaris (Dekom) atau Ahok sebagai komisaris utama?. Apabila sudah dijalankan, kenapa tidak efektif?. Nah di sini mungkin timbul pertanyaan,” ujar dia kepada Merdeka.com, Rabu (16/9).

Toto menjelaskan, fungsi dibentuknya dewan komisaris Pertamina ialah untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja jajaran direksi Pertamina. Terlebih dewan komisaris Pertamina telah dilengkapi dengan beberapa komite, seperti Komite Audit, Komite Nominasi, Komite Governance, dan lainnya.

“Tujuannya supaya kerja Dekom bisa lebih dimudahkan melakukan pengawasan. Karena tersedianya berbagai tenaga profesional yg ada di komite-komite tersebut,” jelasnya.

Kemudian, jajaran komisaris BUMN juga memiliki kewajiban untuk mengagendakan minimal sebulan sekali melakukan rapat direksi bersama komisaris untuk membahas pelaksanaan bisnis perseroan, termasuk masalah yang dihadapi. “Kalau urgent bisa dilakukan lebih dari sekali (dalam satu bulan),” imbuh dia.

“Jadi dengan mekanisme ini mestinya tidak ada kesulitan bagi Dekom untuk mengawasi kerja direksi. Setiap saat direksi bisa diminta oleh dewan komisaris untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan strategis yang dibutuhkan,” tegasnya.( Mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *