Impian Ahok untuk bisa makan bareng dengan Prabowo Subianto di pas hari raya Imlek 2565 (31/01/14) tidak kesampaian. Padahal harapan itulah yang diasampaikan sehari sebelum Imlek. Kepada wartawan yang menyertainya dalam peninjauannya ke Waduk Pluit, Ahok bilang, “Saya mau makan siang besok (31/01/14) sama Pak Prabowo. Itu mimpi saya, he-he-he” (Kompas.com).
Kamis (31/01), di Hari Raya Imlek itu, tidak ada kunjungan Prabowo ke rumah Ahok untuk sekadar silahturahim menyampaikan ucapan Imlek itu. Padahal hari itu adalah hari libur nasional. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan bagi Prabowo untuk tidak bersilahturahim Imlek ke rumah Ahok itu.
Sebelumnya, di hari Natal 2013, Prabowo juga tak berkunjung ke rumah Ahok untuk menyampaikan selamat Hari Natal-nya. Yang datang justru Megawati dan Jokowi (26 Desember 2013). Meskipun demikian Ahok mengaku, Prabowo sudah meneleponnya untuk menyampaikan selamat Hari Natal kepadanya.
Setelah menyampaikan harapannya itu kepada wartawan, mungkin Ahok sudah menunggu telepon dari Prabowo bahwa dia akan ke rumah Ahok. Tetapi telepon itu tak kunjung datang. Ahok tidak mungkin yang berinisiatif telepon Prabowo, apakah mau ke rumahnya atau tidak.
Setelah ternyata Prabowo memang tak datang, maka sehari setelah Imlek (Sabtu, 31/01) Ahok beserta keluarganya lah yang mendatangi rumah kediaman Prabowo, disambut tuan rumah dengan ucapan selamat Imlek, dan jamuan makan siang, yang katanya menunya dipilih sendiri oleh Prabowo.
Saya melihat sepertinya ada sesuatu yang janggal di sini, karena tidak lazim kalau di hari raya tertentu (termasuk Imlek) orang yang merayakan hari raya tersebut yang justru mendatangi rumah orang yang tidak merayakan hari raya itu “khusus” untuk bersilahturahim dengan menerima ucapan selamatnya, seperti yang terjadi ketika Ahok lah mendatangi Prabowo di rumahnya itu.
Sebenarnya hal ini memang terlalu kecil untuk dipersoalkan, tetapi di sini saya hanya ingin menunjukkan ketidaklaziman ini.
Apakah ini ada kaitannya dengan karakter seorang Prabowo yang karena merasa posisinya lebih tinggi daripada Ahok merasa turun derajatnya kalau dia yang mendatangi, “sowan” kepada Ahok, maka di Hari Natal dan Hari Imlek itu, meskipun itu hari besar yang dirayakan oleh Ahok, justru Ahok-lah yang “harus” sowan kepadanya? Dengan kata lain feodalisme masih melekat erat pada karakter seorang Prabowo?
Ahok yang semula belum tahu karakter Prabowo ini, menanti dengan sia-sia kunjungan Prabowo ke rumahnya. Setelah “sadar” barulah dia berinisiatif bersama keluarganya mengunjungi, sowan kepada Prabowo di rumahnya.
Di dalam Seminar yang berthemakan “Imlek 2565 & Pemantapan Wawasan Kebangsaan II”, di Gedung Srijaya, Surabaya, Minggu, 02 Feb. 2014, pengamat politik dan pakar komunikasi Tjipta Lesmana melontarkan kritiknya, katanya: “… Selama ini hanya ada satu partai politik yang sejak didirikan tidak pernah mengadakan kongres apapun, dan munas (Musyawarah Nasional) apapun. Itu adalah Partai Gerindra. Kenapa demikian? Karena pendirinya/pimpinannya berkarakter otoriter!”
Benarkah demikian?
prabowo lagi pusing dia ditinggal istrinya. Mau nyapres, istri belum ada. Susah deh….
belum lagi Lembaran Hitam yang dimilikinya dimasa lalu