CV Putra Petani tangani praktik penjualan bibit liar talas beneng
dilaporkan: Setiawan Liu
CV Putra Petani tangani praktik penjualan bibit liar talas beneng
dilaporkan: Setiawan Liu
Pandeglang, 23 Oktober 2021/Indonesia Media – CV Putra Petani Gunung Karang akhirnya harus turun langsung ke lapangan membantu petani yang sempat diiming-imingi kelompok orang yang tidak bertanggung-jawab, sehingga alami kerugian sampai puluhan juta rupiah. Banyak petani terutama di kab. Pandeglang Banten yang membeli bibit liar talas sampai akhirnya frustrasi dengan tumpukan hasil panennya sendiri. “Ketika panen, (penyerapan hasil panen) tidak ada. Mereka beli bibit liar, dan tidak melalui (program) kemitraan. Mereka rugi puluhan juta rupiah,” kata Ardi Permana dari CV Putra Petani
Sebagai salah satu badan usaha petani di Pandeglang, dan inisiator tanaman talas beneng, CV Putra Petani Gunung Karang tidak menjual bibit liar talas. Sebaliknya, mereka juga menyerap hasil panen petani dengan harga yang layak. Petani yang bermitra menjual hasil panen dengan harga Rp 20.000 per kilo (daun talas kering). Sedangkan, harga pembelian untuk umbi basah yakni Rp 1500 per kilo. Sementara petani non-mitra menjual hasil panen dengan harga yang lebih murah, yakni Rp 15.000 (daun talas kering) dan Rp 800 (umbi basah). “Beberapa petani yang awalnya tidak bermitra dengan CV, akhirnya bermitra. Karena mereka akhirnya yakin dengan keuntungan,” kata Ardi Permana
Mengantisipasi keadaan yang lebih buruk, CV Putra Petani terjun langsung meninjau praktik penjualan bibit (talas) secara liar. Kebun terlantar karena penjualan bibit secara tidak bertanggungjawab, otomatis hasil panen nihil. Pemilik kebun sempat bingung untuk menjual hasil panen. CV putra Petani membeli hasil panen dari kebun tersebut. Sambil mengingat pemilik kebun dan petani, kalau ke depannya perlu sikap berhati-hati dengan iming-iming. Solusi yang dianjurkan kepada petani, yakni mengikuti program kemitraan. “kami juga ingatkan, (petani) jangan hanya memanfaatkan booming talas, terutama daun dan umbinya. Pasar ekspor memang terus menyerap daun dan umbi. Tapi kalau belum punya pasar yang menyerap, petani pasti rugi. petani kan sudah mengeluarkan biaya beli bibit, biaya tanam, perawatan. Kebun akhirnya terbengkalai, oknum (penjual bibit liar) tidak bertanggungjawab,” kata Ardi Permana. (sl/IM)