Pencekalan yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Gubernur Sumatera
Utara (Gubernur Sumut), Gatot Pujo Nugroho bersama wanita yang diduga istri keduanya, Evy Susanti,
dan pengacara kondang OC Kaligis, bukan hanya menghebohkan lingkungan kerja pegawai negeri sipil
(PNS). Larangan bepergian ke luar negeri pascapengembangan kasus operasi tangkap tangan (OTT)
oleh KPK atas dugaan suap terhadap tiga orang hakim, salah satunya Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN), Tripeni Irianto Putro, dan pengacara anak buah OC Kaligis tersebut, juga
menghebohkan masyarakat di Sumut. “Kasus ini menarik perhatian karena orang nomor satu di daerah
tersebut terkait dengan penangkapan Ketua PTUN. Yang menghebohkan, dugaan poligami yang
menyeret nama Gatot beberapa waktu lalu dan belum diklarifikasi, akhirnya terungkap ke permukaan.
Padahal, anggota dewan juga ramai – ramai membela Gatot,” ujar Koordinator Republic Corruption
Watch (RCW) Sumut, Ratno. Dia mengatakan, penanganan kasus yang menyeret Gatot Pujo Nugroho
oleh lembaga antirasuah tersebut, justru bisa mempengaruhi proses pemerintahan. Ini dikhawatirkan
terjadi jika lembaga antikorupsi itu lamban dalam menangani perkara tersebut. Pencekalan terhadap
Gatot juga bisa menimbulkan perpecahan di lingkungan pemerintahan. “Kita mengkhawatirkan ada friksi
– friksi baru sebagai dampak kelambanan KPK dalam menjelaskan status Gatot tersebut. Masyarakat
juga membutuhkan kepastian dari lembaga antikorupsi itu. Jangan sampai kasus ini mempengaruhi
sistem pemerintahan yang bisa berdampak di masyarakat. KPK harus cepat menjelaskan keterkaitan
Gatot,” sebutnya ( SP / IM )