Pembunuhan Warga Sipil Marak Terjadi di Papua + Benarkah Dokumen TNI Bocor di Media Australia


Kembali terjadi pembunuhan terhadap warga sipil di Papua dalam sepekan. Dua warga dibantai di Gedung Pramuka, Sabtu (13/8) sekitar pukul  07.30 WIT  di Gedung Kwarda, Pramuka, Expo Waena, Distrik Heram. Pembunuhan ini dilakukan orang tak dikenal.

Data-data yang dihimpun SP di. Tempat Kejadian Perkara (TKP). Seorang saksi yang pertama yang menemukan dua sosok mayat yaitu  Idris Khan, seorang  PNS, pengurus Krwarda tiba di Gedung Pramuka, kepada SP mengatakan, saat tiba dia langsung menuju gedung  lantai II, untuk mengambil perlengkapan dan peralatan untuk memberikan pelajaran pramuka kepada siswa-siswi sekola.

Kata dia,  setiba dalam ruangan, dirinya  melihat  Majaf Ik (30) terlungkup meninggal dunia, bersimpah darah dengan luka gorokan dibagian leher. Kemudian, dia juga  menemukan  Abner Kambu (35) dalam keadaan sudah meninggal dunia.

“Saat itu  saya hendak  keluar melaporkan kejadian  ke Pospol Expo-Waena, namun setelah keluar gedung saya melihat   Abner Kambu, yang merupakan  penjaga Gedung Pramuka Kwarda dalam keadaan meninggal dunia,” ujarnya.

Data yang diperoleh SP di lapangan, Abner Kambu meninggal dunia dengan luka tikam di bagian dada tembus belakang. Sedangkan  Majaf  Ik digorok dan muka terlihat membiru.

Kapolsek Abepura Kota  Kompol Ari Sirait, kepada wartawan di TKP, membenarkan adanya pembunuhan terhadap dua warga sipil. ” Ya, semenatara ini ada 6 saksi yang kita periksa dan dari keterangan sementara yang kita peroleh penyerangan dilakukan sekitar 15 orang, “ujarnya.

Pelakunya? “Sementara masih dalam penyelidikan,”ujarnya. Disinggung apa ada hubungan dengan kejadian Nafri.”Ini masih kita selidiki,”ujarnya.

Kematian dua warga sipil menambah daftar panjang kematian warga sipil. Sebelumnya terjadi penembakan oleh  Orang Tak Dikenal (OTK)  dengen tembakan, Kamis (11/8) malam. Kemudian korban penembakan dan penganiyayaan (1/8) yang mengakibatkan 4 orang meninggal dan 8 luka-luka, serta peristiwa Nafri 29 November 2010 yang mengakibatkan 1 nyawa melayang

 

Benarkah Dokumen TNI Bocor di Media Australia

Menurut dokumen ini intel menginfiltrasi ke seluruh lapisan masyarakat Papua. Jawaban TNI.

Benar atau tidak, tulisan Canberra Times itu sudah bikin heboh. Media di Australia itu menurunkan sebuah tulisan tentang operasi intelegen TNI di Papua. Tulisan itu bersumber dari sebuah dokumen–yang disebut media itu milik pasukan elit TNI Kopassus –bertajuk Atanomi Kelompok Separatisme Papua.

Dalam dokumen itu disebutkan bahwa jaringan intelegen Kopassus di Papua memantau semua gerak-gerak para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat di sana dan juga para turis yang ke sana sekedar melancong.

Dituliskan oleh Canberra Times bahwa beberapa waktu lalu 180 turis dari Amerika Serikat sempat mengunjungi pusat kebudayaan di wilayah Abepura Papua. Kendati kunjungan wisata itu hanya berisi kegiatan umum, seperti melihat artefak bersejarah, atau menonton tarian tradisional, namun aparat di sana agaknya tak mau kecolongan. Kegiatan itu tak lolos dari pengawasan para intel.

Suasana di pusat kebudayaan itu kemudian ditulis Canberra Times berdasarkan bunyi dokumen bocoran itu. Intel yang mengawasi kunjungan para turis itu melaporkan bahwa acara itu berlangsung dengan aman dan lancar. Namun intel itu tetap memperingatkan agar atasannya tak lengah, karena setiap kunjungan wisatawan dari luar negeri, bisa dimanfaatkan pihak tertentu sebagai momentum untuk melakukan rapat dengan kelompok  separatis.

Ini baru laporan yang datang dari salah satu informan. Bocoran yang ditulis Canberra Timesmenyebutkan bahwa di sekitar Ibukota Papua, Jayapura, ada sekitar 10 jaringan intel yang setiap saat siap melakukan infiltrasi ke seluruh lapisan masyarakat. Termasuk ke universitas-universitas, lembaga pemerintahan,  parlemen daerah, hotel-hotel hingga Dewan Adat Papua.

Jangan kaget bila seorang karyawan penyewaan mobil di sana, begitu Canberra Timesmenulis, akan langsung curiga dan mengawasi pelanggan yang menyebut-nyebut kata ”merdeka” dalam pembicaraan mereka. Di sana, intel bisa hadir dalam sosok jurnalis, mahasiswa, birokrat, pemimpin gereja, guru, tukang ojek, ketua suku, kepala desa, petani, dan sosok-sosok lain.

Sadar atau tidak, salah seorang pemimpin gerakan Organisasi Papua Merdeka bisa dikelilingi oleh hingga delapan informan TNI, termasuk salah seorang anak berusia 14 tahun.

Pengawasan semacam ini tak hanya dilakukan oleh TNI, tapi juga oleh polisi, dan Badan Intelegen Negara (BIN). Ini menunjukkan –tulis Canberra Times— bahwa pemerintah mengoperasikan sebuah jaringan mata-mata dan informan di Papua dalam skala target dan jangkauan yang sangat besar.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah tokoh di Papua, Canberra Times meragukan akurasi informasi yang dipasok oleh jaringan intelegen militer itu. Seorang tokoh di Papua yang diwawancara media itu menyebutkan bahwa, “Mereka mengirimkan banyak informasi yang salah kepada orang-orang di Jakarta, dan keputusan dibuat berdasarkan pertimbangan itu. Ini sangat berbahaya.”

Misalnya saja laporan mereka tentang latar belakang terjadinya disparitas ekonomi antara kaum pendatang dengan penduduk asli di sana. Laporan itu menyebutkan bahwa kaum pribumi malas bekerja sehingga mereka sulit berkembang. Sebaliknya, pendatang digambarkan sebagai pihak yang punya semangat kerja tinggi dan etika bekerja yang baik.

Selain itu, sumber-sumber yang diwawancara Canberra Times juga juga mengkritisi kesahihan daftar orang-orang yang dikategorikan sebagai pendukung gerakan Papua, karena banyak di antaranya hanyalah orang yang memiliki kepedulian terhadap isu HAM.

Berdasarkan laporan itu, lebih dari 40 anggota Kongres AS serta 32 warga Australia yang terdiri atas akademisi, politisi, dan pemimpin agama, diduga masuk ke dalam daftar pendukung kelompok separatis Papua, bahkan dicap sebagai penghasut kelompok separatis. Mereka antara lain senator Dianne Feinstein dan mantan Perdana Menteri Papua Nugini, Sir Michael Somare.

Seorang pemimpin Gereja di Papua yang dicap sebagai tokoh separatis–dan diwawancaraCanberra Times –mengaku sudah sangat sering diawasi oleh orang-orang dari jaringan intel di kehidupan sehari-harinya. Hal ini membuatnya selalu waspada atau curiga. ”Saat ada orang baru bergabung dengan gereja kami, kami selalu bertanya-tanya, ‘apakah mereka berasal dari sini? Apakah mereka memang benar-benar hamba Tuhan atau mereka intel?’,” kata sumber itu.

Tak hanya itu, kematian dan raibnya para pemimpin oposisi membuat tokoh Gereja itu selalu awas. ”Saya harus selalu mengecek makanan saya untuk memastikan bahwa makanan saya tidak diracuni. Saya juga harus berada di rumah pukul 7 malam. Di atas jam itu, saya harus selalu ditemani seseorang,” katanya.

Lain lagi apa yang dialami oleh seorang aktivis mahasiswa yang juga diwawancara media di Australia itu. Ia mengaku hampir setiap rapat yang dihadirinya selalu dipantau oleh intel TNI. ”Sudah tak terhitung berapa kali ancaman pembunuhan dialamatkan kepada saya,” katanya.Dari sekadar ancaman mati via SMS, didorong dari sepeda motor, hingga kepalanya ditempeli moncong pistol, sudah pernah ia alami.

”Semua orang dicap sebagai kelompok separatis sampai mereka bisa membuktikan bahwa sebenarnya mereka bukan,” ujar seorang pendeta kepada Canberra Times.

Jawaban TNI

Namun benarkah semua tuduhan kepada TNI dan Kopassus  itu? Benarkah isi dokumen yang ditulis Canberra Times itu memang data intelegen TNI yang bocor kepada media tersebut atau dokumen yang dibikin menyudutkan TNI?

Saat dikonfirmasi oleh VIVAnews melalui saluran telepon, Minggu 14 Agustus 2011, Kepala Dinas Penerangan Umum Markas Besar TNI Kolonel Cpl Minulyo Suprapto mengaku belum mengetahui tentang pemberitaan media Australia yang menulis 19 dokumen rahasia milik Kopassus tahun 2006-2009 itu.

“Saya sama sekali belum tahu masalah itu. “Saya malah baru tahu dari Anda,” ujar Minulyo. Dia menegaskan bahwa TNI akan melakukan pengecekan apakah dokumen yang dibocorkan itu memang milik Kopassus dan apakah isinya memang benar seperti itu.

TNI, kata Minulyo, perlu waktu untuk mengecek tentang kebenaran klaim dokumen Kopassus yang bocor dan apa yang dituduhkan oleh media Australia tersebut. “Hari ini saya belum bisa memberikan komentar, karena belum tahu benar atau tidaknya,” tutur Minulyo.

Namun, sepanjang pengetahuannya, belum ada pihak-pihak yang melakukan konfirmasi, termasuk media massa dari Australia, mengenai bocornya dokumen rahasia itu.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *