OPINI; Kemandirian Petambak Dipasena, 10 tahun berpisah dengan CPP


OPINI; Kemandirian Petambak Dipasena, 10 tahun berpisah dengan CPP

 

Oleh: Nafian Faiz

Sejak memproklamasikan putusnya hubungan kerjasama kemitraan inti plasma dengan perusahaan PT CPP pada tahun 2012, para petambak Dipasena mencanangkan budidaya udang secara mandiri, kemandirian petambak Dipasena itu dibuktikan dengan semangat kemandirian dan swadaya yang luar biasa.

Berawal dari akhir tahun 20013 awal tahun 20014 dimulailah digulirkannya–oleh P3UWL– sebuah  program pengumpulan dana secara swadaya dari petambak untuk petambak, yang dikenal dengan investasi 1000 (seribu). sebuah konsensus bersama yang mengikat seluruh petambak Dipasena yang berisi aturan:  Bagi siapa petambak di Dipasena yang panen udang yang telah memenuhi ukuran (size) dan Umur udang (DOC) minimal (sesuai kesepakatan bersama) dengan asumsi petambak tersebut tidak mengalami kerugian, maka wajib menyisihkan uang dari hasil penjualan panennya sebesar Rp.1000/Kg.

Contoh kalau ada petambak yang panen sebanyak 2 ton udang, maka yang bersangkutan harus menyisihkan sebesar 1000 x 2.000= Rp.2 Juta untuk dana investasi.

Disebut dengan dana investasi karena diharapkan  dari sistem itu, petambak akan mendapatkan manfaat dari apa yang telah mereka bayarkan/investasikan, baik berupa kemudahan akses alat maupun selisih harga  dari penggunaan alat.

Dana investasi ini dihimpun di masing-masing desa/wilayah, uang masuk ke rek Bank yang bisa  dikontrol oleh seluruh anggota, dipegang oleh 3 orang Wali Amanah, dengan persyaratan pencairan dan penggunaan uang yang cukup rumit dan ketat dan harus ada persetujuan yang diputuskan melalui rapat bersama di  setiap wilayah.

Dari sistem dana investasi ini,  puluhan Miliar duit telah dikumpulkan, dari Sistem ini Petambak Dipasena bisa membuat beberapa ponton besi yang harga satuannya kurang lebih 900juta, membeli beberapa buah ekskavator dengan harga 1,7M/buah dan dengan uang ini pula kanal-kanal dan pintu air di revitalisasi.

Tentu ini bukanlah program paripurna, ini hanya sebuah program yang hasil pengalaman dan renungan para petambak saja, tentu harus terus dilakukan evaluasi dan penyempurnaan, namun demikian setidaknya karena sistem ini, sampai saat ini mereka masih bisa eksis berbudidaya udang. Bukan karena saking mampunya tapi justru ini semua berangkat dari keprihatinan akan sarana prasarana budidaya yang semakin menurun kualitasnya, sementara kehidupan harus tetap berlangsung.

Apa yang dilakukan petambak Bumi Dipasena ini, tentu patut diapresiasi, kalau kita mau jujur, hampir tak ditemukan ada rakyat atau komunitas   yang sekompak mereka, bisa urunan secara swadaya dari uang seribuan bisa terkumpul puluhan milyar.

Ini murni uang rakyat, bukan dari uang dari Negara, bukan uang dari pengusaha bukan juga pinjaman dari pihak lain termasuk dari perbankan, tapi hanya kumpulan uang kecil seribuan saja dari rakyat jelata.

Perhatian dan bantuan dari pemerintah kepada petambak Dipasena baru-baru ini berupa dua buah excavator dan mesin sedot lumpur, menjadi sangat berarti bagi mereka, itu pertanda perhatian dan hadirnya pemerintah di tengah-tengah mereka, hal tersebut akan menambah semangat mereka untuk berbudidaya dalam rangka memenuhi pasokan gizi dan tentu juga target produksi udang Nasional.

Ke depan tugas mulia yang harus ditempuh adalah mensinergikan seluruh kekuatan dan potensi yang ada tanpa menghilangkan semangat kemandirian petambak, harusnya ini menjadi pilihan pendekatan siapapun yang hendak hadir di Bumi (pertambakan) Dipasena, apakah itu para pengusaha atau pemerintah sekalipun.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *