Nadiem Minta Maaf dan Berharap NU, Muhammadiyah, dan PGRI Kembali Masuk POP


Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim berharap organisasi penggerak seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), kembali bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Nadiem mengakui organisasi-organisasi tersebut selama ini telah menjadi mitra strategis pemerintah dan berjasa besar di dunia pendidikan.

“Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna,” ujar Nadiem Makarim seperti dilansir dari laman Kemendikbud, Selasa (28/7/2020).

Dalam keterangan tertulis yang sama, Nadiem juga menyatakan bahwa Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dipastikan menggunakan skema pembiayaan mandiri untuk mendukung POP.

Sehingga, kedua yayasan yang selama ini bergerak di bidang pendidikan tersebut tidak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menjalankan programnya.

“Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut,” kata Nadiem di Jakarta, Senin (27/7/2020).

Langkah ini diharapkan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan.

Sementara itu, organisasi yang menanggung biaya pelaksanaan program secara mandiri nantinya tidak wajib mematuhi semua persyaratan pelaporan keuangan yang sama yang diperlukan untuk Bantuan Pemerintah dan tetap diakui sebagai partisipan POP.

Namun, Kemendikbud tetap akan meminta laporan pengukuran keberhasilan program dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik. Instrumen pengukuran yang digunakan antara lain Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter untuk SD dan SMP atau Instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak untuk PAUD.

“Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini. Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua,” kata Nadiem.

Pengamat pendidikan asal Surabaya, Moch Isa Anshori menyarankan agar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim meminta maaf terkait polemik Program Organisasi Penggerak (POP).

Yang dibutuhkan saat ini adalah kerendahan hati Pak Nadiem untuk meminta maaf dan menyusun ulang Program Organisasi Penggerak (POP),” ujar Moch Isa Anshori kepada Tribunnews, Minggu (26/7/2020).

Mantan Ketua Dewan Pendidikan Surabaya ini mengatakan, penyusunan ulang POP perlu melibatkan stakeholder yang layak. “Saya kira organisasi PGRI, NU, Muhammadiyah harus dilibatkan karena mereka punya catatan sejarah dan jasa yang cukup besar terhadap pendidikan bangsa,” kata Isa Anshori.

Seperti diberitakan, Muhammadiyah secara resmi menyatakan mundur dari POP, Selasa (21/7/2020). Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Kasiyarno memaparkan, Muhammadiyah sudah membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka.

Oleh karena itu, tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang baru muncul dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Kemdikbud.

Kasiyarno juga melihat kriteria organisasi masyarakat yang lolos seleksi POP sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR perusahaan besar dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

Berikutnya, Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga menyatakan mundur dari POP.

Isa Anshori menduga, masalah di balik mundurnya tiga organisasi tersebut, tak sekadar proses seleksi yang tidak transparan. Menurut dia, persoalan menjurus kepada ketidakmampuan Nadiem Makarim dalam memperlakukan ketiga organisasi tersebut.

“Dalam program organisasi penggerak, Pak Menteri sudah punya tim sendiri, organisasi masyarakat tinggal menjalankan. Ini menjadikan NU, Muhammadiyah dan PGRI hanya sebagai tukang yang menjalankan apa yang sudah dirancang Mendikbud dan timnya,” ungkap Isa.

Seharusnya, ketiga organisasi tersebut ikut dilibatkan dalam penyusunan program ini. “Ini bukan persoalan uang, tapi persoalan harga diri. Pak Nadiem mengabaikan peran mereka,” kata Isa Anshori.

“Ketiganya sudah makan asam garam bagaimana mengelola dan memajukan pendidikan Indonesia,” imbuhnya.

Meski menimbulkan polemik, Isa menuturkan gagasan dalam Program Organisasi Penggerak (POP) cukup luar biasa. Sebab, program ini bisa mempercepat peningkatan kualitas pendidik di Tanah Air.

Namun progam ini tidak bisa dijalankan sendirian, penting untuk menggandeng organisasi yang mumpuni.

Bila melihat konsep tersebut, maka dipastikan organisasi seperti PGRI, NU dan Muhammadiyah tidak mundur. Terlebih, program ini dirancang untuk mencari ‘bibit inovasi’ yang akan berdampak besar dalam bidang pendidikan.(*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Minta Maaf, Nadiem Berharap Muhammadiyah, NU dan PGRI Kembali ke POP” ( Wk / IM )

 

 

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *