Musim Hujan Berdampak pada Kualitas Biji Sorgum


Musim Hujan Berdampak pada Kualitas Biji Sorgum

dilaporkan: Setiawan Liu

Jombang, 13 Pebruari 2021/Indonesia Media – Musim hujan berdampak pada petani sorgum di berbagai daerah di Indonesia yakni proses pengeringan (manual) yang lama sehingga harus lebih bersabar. Kalau proses pengeringan tidak maksimal, biji sorgum menjadi kehitam-hitaman dan berjamur. “Mutu biji menjadi buruk, berdampak pada harga. Buyer (pembeli) juga belum tentu mau menerima kualitas biji yang buruk,” petani sorgum di kab. Jombang Jawa Timur, Afairur Ramadhan mengatakan kepada Redaksi.

 

Dampak dari proses pengeringan serta kualitas biji yang buruk bisa merembet pada harga. Kecuali petani menggunakan mesin pengering atau dryer yang fungsinya juga sama untuk komoditas padi, jagung, kedelai. Mesin pengeringan sorgum sama dengan pengering gabah, sehingga dibutuhkan perhatian pemerintah. “Petani sorgum belum terjamah program bantuan petani, tidak seperti petani padi, jagung, kedelai,” kata alumni Fakultas Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya.

Di pulau Jawa, saat musim penghujan lahan produktif banyak ditanam padi. Usia rata-rata tanaman sorgum satu bulan. Hanya lahan yang kurang produktif, bisa ditanam sorgum. Kondisi sekarang, lahan sorgum ada di kecamatan Ngusikan dan Kudu Jombang. Lahan ini banyak berada di pinggir hutan. Di kecamatan Tembelang juga sama, dimana musim padi berlangsung. Tapi petani di Tembelang tetap produksi beras dan tepung sorgum serta jajanan berbasis sorgum. “Produksi jalan terus, beras sorgum dan tepung sorgum utk memenuhi permintaan pelanggan. Sorgum ukuran satu kilo dijual Rp 41.000 (empat puluh satu ribu rupiah). Beberapa pembeli di Jakarta, otomatis dikenakan ongkos pengiriman sebesar Rp 36.000 (tiga puluh enam ribu rupiah) dengan transfer antar bank,” kata mantan wartawan NU Online Suara Nahdlatul Ulama Jawa Timur

Ke depannya, petani sorgum di Jombang berharap pemerintah membantu pemasaran dan bantuan dryer. Perlu kesetaraan antara petani sorgum dengan padi, jagung, kedelai. Petani di bawah koordinasinya membuka lahan jauh di hutan. Usai bertani mereka kembali ke rumah masing-masing di Tembelang. “Tidak ada dryer, dan tidak semua petani punya lahan pengeringan. Bahkan para penggerak (pertanian di Jombang) seperti saya, pengepul juga belum memiliki dryer. Lahan pengeringan yang luas dengan terik matahari yang cukup yang masih jadi andalan. Jangan sampai petani sudah berusaha payah, hasilnya kurang maksimal, karena mutu (biji sorgum buruk) buruk,” kata jebolan salah satu pondok pesantren di Jombang.

Selain mesin, usaha pertanian sorgum bisa lebih efektif kalau bibitnya bersertifikat. Selama ini bibit bersertifikat dibuat oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen). Selain bibit bersertifikat juga rutin dibuat dari hasil riset iptek nuklir yang dikembangkan Batan Tenaga Atom Nasional (Batan). Bantuan bibit bersertifikasi, mesin pengering untuk petani sorgum merupakan bagian dari program pengembangan industri pangan lokal. “Kalau dituruti (permintaan petani) memang banyak. Karena kami perlu mesin sosoh, mesin beras, mesin pengepung atau disk mill. Semua mesin tersebut dibutuhkan untuk produksi pasca panen juga. Sementara bibit bersertifikat dari BB Biogen, Batan diberi label dengan mutu yang sangat bagus,” kata Ramadhan. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *