Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut kewenangannya membatalkan Peraturan Daerah (Perda). Putusan MK tersebut, kata Tjahjo, tak dapat diartikan mengganggu semangat Presiden Joko Widodo dalam hal deregulasi.
“Ini negara hukum. Kita tidak bisa berkelit bahwa putusan MK salah. Putusan MK pasti ada dasar pertimbangan yuridisnya. Keputusan itu final dan mengikat,” kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/4).
Tjahjo mengatakan sebagai pembantu Presiden sudah seharusnya mencari celah agar putusan MK tersebut tak menghalangi semangat Jokowi dalam hal deregulasi. “Tinggal kamilah sebagai pembantu Bapak Presiden mencari celah bagaimana jalan terbaik jangan sampai mengganggu kebijakan deregulasi,” ujarnya.
Tjahjo mengatakan usai putusan MK itu keluar, pemerintah masih bisa melakukan intervensi terhadap Perda. Namun, hanya dalam tahap perencanaan semata.
Dalam tahap perencanaan itu, Tjahjo mengatakan dapat mengawasi apakah Perda yang akan dikeluarkan menghambat investasi atau tidak. Meski begitu, ia mengakui akan sulit dalam hal pengawasan Perda ini.
“(Mengawasi Perda dalam) tahap perencanaan bisa, tapi waktunya kan mepet. Kalau daerah hanya lima, sepuluh sih (bisa dilakukan). Ini 500 lebih kok, ya bagaimana?,” tukasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya No.137/PUU-XIII/2015 membatalkan kewenangan Menteri Dalam Negeri (mendagri) untuk membatalkan peraturan daerah (perda). MK menilai, Pasal 251 Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah (Pemda) yang mengatur kewenangan tersebut inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 24 A Ayat 1.
Dalam pasal tersebut disebutkan, Mahkamah Agung (MA) berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh UU.
Selain itu, pertimbangan MK membatalkan kewenangan tersebut karena perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif atau kepala daerah dengan legislatif atau DPRD. Sebagaimana yang diatur di dalam UU Kekuasaan Kehakiman, bahwa pembatalan perda sebagai produk hukum di bawah UU dilakukan oleh MA bukan oleh Mendagri.( Mdk / IM )
betul sekali lah, itu si Tjahyo MenDagRi nya juga gak kerja serius