“Mungkin ada pertanyaan telepati dari penyidik yang ditanyakan ke saya.”
Kisah Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, kini memasuki babak baru. Setelah menghebohkan publik dengan pelariannya, ia mulai menjalani sidang perdana.
Ia didakwa menerima suap berupa cek dari Marketing Manager PT Duta Graha Indah (DGI) M. El Idris sebesar Rp4,675 milliar. Akankah Nazaruddin bernyanyi seperti janjinya?
“Diduga pemberian ini merupakan hadiah atas ditunjuknya PT DGI sebagai pelaksana pembangunan wisma atlet,” kata I Kadek Wiradana, jaksa sidang dugaan suap wisma atlet SEA Games di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Rabu 30 November 2011.
Menurut jaksa, PT DGI sepakat bahwa terdakwa akan menerima komitmen fee sebesar 13 persen dari total nilai proyek wisma di Jakabaring itu, Rp191 miliar.
“Terdakwa juga meminta kepada anggota DPR dan Badan Anggaran Angelina Sondakh agar Mindo Rosalina Manulang (Rosa) dilibatkan dalam proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga,” lanjut Jaksa.
Sebagai jawaban, Angelina kemudian meminta agar Nazaruddin juga berkoordinasi dengan Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga, Wafid Muharam.
Dalam kasus ini, Rosa yang disebut sebagai anak buah Nazaruddin sudah menerima vonis hakim. Dengan legowo dan tak mengajukan banding Rosa menerima vonis 2,5 tahun. Demikian pula dengan Idris dengan vonis 2 tahun. Sementara Wafid masih menjalani proses sidang dengan tuntutan 6 tahun penjara.
Usai mendengar dakwaan, Nazaruddin mengaku bingung. “Sejak ditahan, saya tidak pernah ditanya soal apa yang ada di dakwaan. Kapan, di mana saya terima cek. Berapa, saya tidak pernah ditanya. Ini membuat saya bingung.”
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Darmawati Ningsih, Nazaruddin sempat berkelakar mengenai cara penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memeriksa dirinya. “Mungkin ada pertanyaan telepati dari penyidik yang ditanyakan ke saya.”
Yang pasti, imbuh Nazaruddin, dia dan tim pengacara akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. “Tapi, saya juga bingung mengajukan eksepsi karena saya tidak pernah ditanya soal isi dakwaan.”
Usai sidang Elza Syarief menilai Jaksa melanggar KUHAP di mana setiap tersangka berhak diberi tahu tentang apa perbuatannya, sehingga dia dinyatakan tersangka, ditahan, dan disidang.
“Tapi ini tidak pernah diberi tahu dari satu poin dakwaan itu, tidak pernah. Dia (jaksa) bilang sudah diserahkan semua berita acaranya,” kata Elza.
Elza menjelaskan, dalam dakwaan Nazaruddin disebut menerima lima lembar cek senilai Rp4,6 miliar. “Ini tidak pernah ditanyakan selama penyidikan.”
Menurut Elza, uang tersebut dinyatakan jaksa diterima terdakwa melalui stafnya, Yulianis dan Oktarina Furi. “Ini nggak pernah barang [uang] itu disita, di mana diberikan, dan siapa yang mencairkan, nggak pernah ditanya,” ujar Elza.
Demi jelasnya asal usul uang itu, ia meminta kepada Majelis Hakim Tipikor untuk menghadirkan Yulianis dalam sidang Nazaruddin. “Kami tetap meminta untuk dihadirkan Yulianis itu, karena dia yang menerima semua uang, dan klien saya sama sekali tidak tahu,” imbuh Elza.
35 Kasus
Nazaruddin dibidik tak hanya kasus wisma ini saja. Sejumlah kasus lain yang lain sudah menunggu antrean. KPK sudah membuat daftar kasus-kasus yang menyebut nama mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Ketua KPK, Busyro Muqoddas, menyebutkan Nazar diindikasikan terlibat dalam 35 kasus korupsi dengan nilai total Rp6,037 triliun!
Masih menurut Busyro, ke-35 kasus itu dibagi dalam tiga kategori. Pertama, kasus-kasus yang sedang dalam proses penyidikan. Ada dua kasus yang sudah masuk tahap ini. Keduanya terkait proyek senilai Rp200 miliar di dua kementerian.
Kedua, kasus yang berada di tahap penyelidikan. Dalam tahapan ini, ada dua kasus di dua kementerian, dengan nilai proyek Rp2,642 triliun.
Ketiga, kasus yang masih dalam tahap pengumpulan bahan. Tahap ini meliputi 31 kasus, di lima kementerian yang melibatkan proyek senilai Rp6,037 triliun.
Berdasarkan catatan VIVAnews.com, setidaknya telah ada sepuluh kasus yang diduga melibatkan Nazaruddin.
Pertama, kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games yang sedang berproses di persidangan. Kedua, kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional. Kasus ini terjadi di Ditjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) terkait pengadaan barang di Kementerian Pendidikan Nasional pada 2007. Adapun nilai proyek pengadaan ini Rp142 miliar. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan sejak Maret 2011.
Ketiga, Proyek pembangunan pusat latihan atlet di Hambalang, Citeureup, Bogor oleh Kementerian Pemuda dan Olah Raga tahun 2011. Proyek ini menelan biaya Rp1,5 triliun. Dalam pengakuannya, Nazaruddin menyebut ada dana Rp50 miliar dari proyek ini yang digelontorkan untuk pemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum pada kongres Partai Demokrat di Bandung beberapa waktu lalu. KPK masih mengumpulkan bahan dan keterangan terkait kasus ini.
Kelima, dugaan korupsi proyek pengadaan vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan. Kasus ini menyangkut PT Anugrah Nusantara dalam proyek pengadaan peralatan vaksin flu burung senilai Rp718 miliar di Kementerian Kesehatan Desember pada 2008.
Keenam, dugaan korupsi pengadaan alat bantu belajar mengajar dokter dan dokter spesialis di rumah sakit pendidikan dan rumah sakit rujukan oleh PT Mahkota Negara. Proyek ini senilai Rp492 miliar.
Ketujuh, kasus pembangunan Rumah Sakit Dharmasraya, Sumatera Utara. Kasus proyek pembangunan rumah sakit ini terjadi pada 2009. Nazaruddindiduga menggelembungkan harga tanah untuk proyek itu dari harga sebenarnya Rp360 juta menjadi Rp4,8 miliar. Tersangka dalam kasus ini adalah Bupati Dharmasraya, Marlon Martua.
Delapan, proyek pembangunan rumah sakit infeksi di Surabaya (RS Penyakit Tropis Infeksi di Unair). Proyek ini senilai Rp400 miliar. Kasus ini terungkap saat persidangan El Idris.
Sembilan, pembangunan Rumah Sakit Adam Malik, Sumatera Utara. Kasus ini juga terungkap dalam persidangan El Idris. Sementara itu, kasus yang kesepuluh adalah pemenangan proyek RSUD Prof Haryono di Ponorogo.
Nyanyian Nazaruddin
Disokong sejumlah pengacara kawakan, Nazaruddin bersiap menghadapi dakwaan sampai vonis. Di pelarian, Nazaruddin dibela pengacara senior OC Kaligis. Namun, belakangan muncul nama pengacara kondang lainnya, seperti Elza Syarief, Hotman Paris Hutapea, Otto Hasibuan, dan Junimar Girsang.
Sebelum tertangkap di Kolombia, Nazaruddin bernyanyi bahwa sejumlah petinggi Partai Demokrat menerima aliran dana yang berasal dari kasus Kemenpora, termasuk Anas Urbaningrum. Ketua Umum Partai Demokrat itu sendiri sudah membantah tuduhan Nazaruddin.
Tak hanya Demokrat, Nazaruddin juga menembak sejumlah petinggi KPK yang dia sebut pernah bertemu dengannya, mulai dari Ketua Busyro Muqoddas, Chandra M Hamzah, M Jasin, dan Haryono Umar. Tudingan juga dialamatkan ke pejabat KPK lainnya yang kemudian memaksa KPK membentuk Komite Etik  Komite Etik untuk mengusut hal tersebut.
KPK sangat berharap Nazaruddin bernyanyi di persidangan untuk mengembangkan sejumlah kasus yang melilit dirinya ke pelaku-pelaku lain.
Ruhut: Sebelum ke Singapura, Nazar ke Cikeas Â
Nazar, kata Ruhut, mengaku hendak berobat ke Singapura
Mantan Bendahara Demokrat Muhammad Nazaruddin mengaku dipanggil ke Cikeas sebelum ia berangkat ke Singapura. Politikus Demokrat Ruhut Sitompul membenarkan hal itu.
Nazar, kata Ruhut, dipanggil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan anggota Dewan Kehormatan Demokrat lainnya. “Itu untuk klarifikasi masalah yang dihadapi, jadi diminta keterangan. Hasil pertemuan itu semua orang tahu, dia diberhentikan dari bendahara umum terus dipecat,” kata Ruhut di Gedung DPR RI, Rabu 30 November 2011.
Mengenai pengakuan Nazaruddin pernah bertemu dengan Anas Urbaningrum, Ruhut mengaku tidak pernah dengar mengenai hal itu. “Yang saya tahu, dia pamit dan ketemu beberapa kawan pengurus lainnya. Tapi kalau Anas suruh dia lari aku tidak pernah dengar itu,” kata dia.
Lalu apakah benar Nazaruddin sempat pamit ke Singapura? “Kalau pamit ada ke beberapa pengurus lain, ada Anas dan Marzuki dan kawan-kawan. Bilangnya mau berobat, check up bukan pamit mau kabur. Dan waktu itu dia belum sebagai tersangka, jadi belum ada pencekalan. Sampai tahap itu belum ada pelanggaran, baru setelah itu dia jadi tersangka dan dia jadi DPO,” kata dia.
Ruhut juga mengatakan, Nazaruddin juga telah dipanggil ke Cikeas beberapa hari sebelum dia ke Singapura. “Aku tidak ingat lagi, tapi itu besoknya atau berapa hari kemudian dia pergi dengan alasan ke Singapura,” kata dia.
Ruhut juga membenarkan adanya pertemuan orang-orang Demokrat dengan Nazaruddin di Singapura. “Itu ada kok pertemuan itu, karena setelah teman-teman (tim ke Singapura) balik, mereka cerita ketemu Nazar tengah malam. Yang berangkat Sutan Bhatoegana. Karena saya ingat dia cerita sama kami, Pak Ibas dan segala macam,” kata dia.
Hari ini, Nazar bercerita di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi soal ke Cikeas sebelum ke Singapura. “Tanggal 23 Mei saya dipanggil ke Cikeas oleh Pak SBY dan pengurus Demokrat, terus saya berangkat ke Singapura . Tapi kenapa itu tidak ditanyakan,” kata Nazaruddin.
Tanggal 23 Mei ini menjadi penting karena pagi itu, Dewan Kehormatan Demokrat memutuskan Nazaruddin dipecat sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat. Kemudian sorenya, Nazar menemui Marzuki Alie, Wakil Ketua Dewan Pembina Demokrat, di gedung DPR. Beberapa hari kemudian, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia saat itu, Patrialis Akbar, melansir Nazar ke Singapura pada pukul 19.30, tanggal 23 Mei itu.