Kunci Penyelesaian Kasus HAM Ada di SBY


Agar diselesaikan sebelum masa jabatan habis.

Kasus penculikan aktivis menjelang kejatuhan presiden RI kedua, Soeharto, di tahun 1998 lalu, kembali mencuat di tengah hiruk pikuk pesta demokrasi Indonesia. Adalah mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara yang mencoba mengingatkan publik akan kasus ini.

Saat itu 4 Mei 2014, Abdul Hakim mengatakan, ada sejumlah jenderal purnawirawan yang menolak saat dipanggil Komnas terkait tudingan pelanggaran HAM berat. Jenderal yang disebutnya antara lain Prabowo Subianto dan Wiranto. Keduanya kini merupakan petinggi partai politik. Bahkan Prabowo melaju sebagai calon presiden dengan dukungan partainya, Gerindra, dan sejumlah partai politik lain.

Tak cuma Abdul Hakim, politisi Partai Nasdem, Taufik Basari, juga mengingatkan publik soal masalah ini. Dalam sebuah diskusi, Taufik yang menjadi pembicara bersama mantan Kepala Staf Konstrad Kivlan Zen, sempat menyinggung Kivlan yang menurutnya mengetahui banyak kasus penculikan aktivis. Pernyataan Taufik ini sempat membuat Kivlan naik pitam.

Geram juga dirasakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra Desmond Junaedi Mahesa. Kata Desmond, kasus penculikan aktivis pada tahun 1998 telah dijadikan bahan penyanderaan politik bagi partainya.

Desmond, yang juga menjadi salah satu korban penculikan, mengatakan, kasus tersebut tidak akan kembali muncul ke permukaan apabila Prabowo tidak mencalonkan diri sebagai calon presiden. Desmond mempertanyakan mengapa Abdul Hakim yang menjabat Ketua Komnas HAM periode 2002-2007 justru mengeluarkan pernyataan sekarang.

Bagaimana sebetulnya penyelesaian perkara ini, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila menjelaskan duduk masalah kasus yang menjadi sorotan dunia internasional ini kepadaVIVAnews, Jumat 9 Mei 2014 di ruang kerjanya. Siti Noor  menegaskan, mencuatnya kembali soal pelanggaran HAM ini bukan pesanan siapa-siapa.

Bagi Komnas, kasus ini memang harus dituntaskan siapa pun presidennya karena menyangkut kredibilitas Indonesia di mata internasional. “Jadi penuntasan pelanggaran HAM tidak ada hubungannya dengan pemilihan presiden,” kata dia

Berikut penjelasannya.

Data apa saja yang dimiliki Komnas HAM terkait kasus penculikan aktivis tahun 1998 lalu?

Data-data kita sudah lengkap semua sudah disampaikan ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti. Data itu bersumber dari pelapor, keterangan saksi, fakta dan bukti di lapangan. Sejak 2006 kita sudah memasukkan 10 berkas perkara HAM berat kekejaksaan Agung. Baru tiga yang terselesaikan. Tujuh berkas lagi belum ditindaklanjuti sampai sekarang.

Kasus penculikan aktivis ini masuk ke dalam tujuh berkas yang belum ditindaklanjuti. Langkah pengungkapan terhenti karena beberapa pihak yang harusnya memberi keterangan tidak pernah hadir hingga hari ini.

Siapa saja para petinggi militer yang diduga tersangkut kasus ini?

Ada banyak jenderal, di antaranya Pak Prabowo (mantan Pangkostrad Jenderal Purn Prabowo Subianto) dan Pak Wiranto (mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto). Nama Kivlan Zen (mantan kepala Staf Kostrad TNI)baru muncul setelah pengakuannya di media.

Mantan Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan Prabowo dan Wiranto menolak hadir ketika Komnas menyelidiki kasus ini.

Yang saya tahu mereka tidak hadir untuk memenuhi panggilan Komnas HAM untuk memberikan keterangan. Keduanya tidak mempunyai status apa-apa hingga saat ini karena belum memberi keterangan meski ada pihak pelapor. Karena sesuai UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM semua harus dihadirkan dulu untuk memberi keterangan sebelum mendapatkan status. Kalau mereka nggak hadir bagaimana mau menetapkan status. Karena belum memberi keterangan apapun.

Mengutip pernyataan Abdul Hakim Garuda Nusantara (mantan ketua Komnas HAM), mengapa penyelidikan baru dimulai pada 2006?

Karena UU baru memungkinkan pengadilan HAM bisa diselelesaikan. Sebelumnya UU belum ada. Dan sebelum itu belum ada niat baik dari presiden untuk menutup buku pelanggaran HAM ini.

Mengapa Komnas lambat mengusutnya?

Kita tidak lambat. Kita terus melakukan upaya pengungkapan ini sejak zaman Pak Garuda sampai sekarang sudah tiga periode kepengurusan. Dari 10 berkas HAM berat sudah selesai tiga. Yang belum tujuh berkas lagi. Salah satunya penculikan aktivis.

Apakah ada desakan atau bahkan dukungan dari keluarga korban penculikan?

Desakan dan dukungan itu selalu ada. Kita terus berusaha menyelesaikan ini. Kita berharap Pak SBY bisa menyelesaikan sebelum lengser dari jabatannya. Kuncinya ada di Pak SBY.

Bagaimana dukungan pemerintah terhadap pengusutan kasus ini?

Awalnya ada, sekarang jadi tidak jelas. Kuncinya ada di Presiden SBY. Sepulang dari konferensi di Jenewa yang dihadiri perwakilan dari pemerintah, dalam hal ini Kejaksaan Agung, akhir tahun lalu kita telah sepakat menyelesaikan ini.

Kita menemui Ketua DPR RI Marzuki Alie, setuju. Kita ketemu ketua MPR, Pak Gatot, setuju. Kita sudah bertemu dengan Menko Polhukam, Pak Djoko Suyanto, awalnya setuju. Pada saat kita mengajukan pembentukan tim dengan anggota Kejaksaan Agung yang akan mengurus masalah yudisial dan Menko Polhukam yang akan menyelesaikan masalah non yudisial, Pak Djoko tiba-tiba mengatakan tunggu RUU PKS (Penanganan Konflik Sosial). Ini yang menghambat sampai sekarang.

Kita pernah berinisiatif dengan meminta waktu pada Pak SBY untuk menangih janji dengan berkomunikasi, tidak berhasil. Surat kita dibalas Pak Sudi Silalahi, Pak Presiden tidak ada waktu untuk menemui, ujarnya.

Apa yang dilakukan Komnas selanjutnya? Melimpahkan ke MA?

Berkas data sudah disampaikan ke Kejaksaan Agung, tapi itu sejak lama. Data menurut kita sudah lengkap baik dari pelapor maupun saksi hingga bukti yang ditemukan di lapangan. Itu semua sudah ada di Kejaksaan Agung sejak 2006.

Dari semua itu kita menyimpulkan adanya pelanggran HAM berat yang dilakukan oleh negara. Meski disimpulkan sebagai pelanggran HAM berat ini proses yudisial  belum selesai. Sehingga buku catatan pelanggaran HAM berat belum bisa ditutup.

MA saling melempar bola dengan DPR dengan mengatakan kasus penculikan adalah kasus lama. Mengapa Komnas tidak digubris?

Ini memang masalah lama, tapi harus diselesaikan. Ini masalah bangsa yang selalu dipertanyakan di dunia internasional. Ini harus diselesaikan agar tidak terus dipertanyakan. Ini bukan pesanan siapapun dan negara manapun termasuk yang sering disebut pesanan Amerika. Ini nggak ada urusannya. Kita anggota PBB dan masyarakat internasional, ini akan jadi pertanyaan terus sampai permasalahan ini selesai.

Apakah DPR harus membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi agar kasus dapat kembali terungkap?

Sudah diajukan sejak lama, namun tidak mendapat respons dari presiden. Kuncinya ada di Pak SBY. Buku pelanggaran HAM berat ini mau ditutup atau tidak. Komnas HAM berharap Pak SBY mau menyelesaikan sebelum dia lengser. Karena sesuai putusan MK presiden bisa menggunakan jalur politik untuk menyelesaikan ini. Caranya dengan pernyataan menyesal dan meminta maaf. Dari sana proses yudisial bisa diteruskan oleh siapapun presiden selanjutnya yang terpilih.

Sikap itu juga bisa diterima oleh PBB dan masyarakat internasional, sehingga masalah ini bisa terselesaikan secara non yudisial.

Bagaimana dengan pernyataan Kivlan Zein bahwa dia tahu ke mana 13 aktivis yang hilang, termasuk di mana mereka dikuburkan?

Kami sedang membahas ini dan mencoba membuka berkas lama kembali. Ini untuk melihat dan melengkapi data yang ada selama ini. Kivlan Zen sendiri sebelumnya tidak masuk dalam nama jenderal yang akan dimintai keterangan. Setelah pernyataan ini ia kita masukkan sebagai sumber yang mengetahui ini dan akan dimintai keterangan.

Apakah Komnas akan memanggil Kivlan?

Kivlan zen sendiri sebelumnya tidak masuk dalam nama jenderal yang akan dimintai keterangan. Setelah pernyataan di media kita akan segera memanggil Pak Kivlan untuk memberi keterangan pada Komnas HAM, sehingga pengungkapan berkas pelanggaran HAM bisa terus ditindaklanjuti dan pengungkapan hilangnya aktivis bisa diselesaikan.

Bagaimana jika Kivlan menolak hadir?

Kita akan upayakan pemanggilan paksa. Sesuai UU semua harus dihadirkan dalam kasus pelanggaran HAM. Sesuai UU Komnas HAM bisa mengajukan pemanggilan paksa terhadap Kivlan pada Pengadilan Negeri.

Apakah penculikan saat itu berkaitan dengan rivalitas antar jenderal menjelang kejatuhan Presiden Soeharto?

Kita belum bisa membuka itu karena pengadilannya sendiri belum bisa dilaksanakan hingga saat ini. Yang pasti dalam pelanggaran HAM berat negara selalu terlibat dibelakangnya, terutama aparat keamanan.

Mengapa isu penculikan selalu kembali berhembus menjelang pemilu?

Saya tidak tahu. Kita terus berupaya untuk mengungkap kasus ini sejak 2006 hingga saat ini. Kita tidak ada hubungannya dengan pencapresan siapapun. Kita akan terus berupaya mengungkap. Ini tidak ada urusan dengan tahun politik. Kita menindaklanjuti kasus ini karena memang belum selesai sejak 2006. Ada yang memanfaatkan isu ini hingga membuat seolah semuanya menjadi geger.

Ada yang menghubungkan dengan pencalonan Prabowo sebagai calon presiden.

Saya tidak tahu. Penuntasan pelanggaran HAM tidak ada hubungannya dengan pemilihan presiden. Dan tidak ada pesanan siapapun. Tugas kita adalah mengungkap dan menyelesaikan kasus ini siapapun presidennya.

Harapan komnas HAM pada presiden ke depan?

Kita berharap Pak SBY mau menyelesaikan masalah ini sebelum lengser. Kita berharap siapapun presiden terpilih setelah lengsernya Pak SBY bersedia membantu menyelesaikan pengungkapan masalah HAM berat. Ini masalah bangsa di kancah internasional. Hanya presiden yang bisa menyelesaikan ini.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

2 thoughts on “Kunci Penyelesaian Kasus HAM Ada di SBY

  1. james
    May 26, 2014 at 6:15 am

    maka disini terbukti bahwa sebaiknya Rakyat Indonesia lebih memilih Jokowi dan JK untuk menindak Lanjuti Pengadilan bagi Pelaku Tanggung Jawab Pelangggaran HAM ini, apabila si Wowo yang jadi Presiden maka Perkara Pelanggaran HAM ini akan Melempem alisa DiKubur Lagi, karena jelaslah si Wowo Salah Satu Pelakunya dan Tidak DiRagukan lagi…….benar adanya ini Terkait nama baik Indonesia dimata International…..terkesan Presiden SBY sebagai Presiden Indonesia Tidak Mau Mengambil Tindakan Apa-apa sama sekali meski SBY mendapatkan Penghargaan juga , tapi Boong….inikah Negara Indonesia ??? Presiden Lemot….MA Tidak Memiliki Gigi…..DPR Korup mellulu yang diurus…..Rakyat dikibulin terus menerus….mau jadi Negara Macam Apa Indonesia ini ???? sudah banyak Bukti tapi Tidak Mempan Ditindak !!! apakah masih ada Hukum di Negara Indonesia ini ??? atau tetap Hukum Rimba ???

  2. ferdinand+pandey
    May 26, 2014 at 10:52 pm

    2.Banyak contoh dari negara2 bangsa yang dengan sengaja menutupi atau tidak mau menyelesaikan kasus2 pelanggaran HAM;ternyata mereka terus menerus ditimpa malapetaka penghancuran yang semakin hari semakin berulang dan semakin mengerikan.Penyebabnya bisa diandaikan seperti fondasi bangunan tinggi yang kemiringannya tidak diperbaiki dari awal.Sehingga semakin tinggi bangunannya kemiringannya semakin parah dan sudah pasti akan roboh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *