Kisah Jenderal Moeldoko dan Kasus Ahmadiyah


Calon Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengakui, persoalan Ahmadiyah merupakan pukulan dalam karier kepemimpinannya. Kala itu, Moeldoko masih menjabat Pangdam Siliwangi.

“Saya bekerja keras untuk lebih memahami ada apa dengan Ahmadiyah. Setelah saya pahami dengan baik, ada dua persoalan besar,” kata Moeldoko di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/8/2013).

Persoalan tersebut mengenai akidah dan komunikasi. Moeldoko mengatakan akidah bukanlah urusannya, sebab ia anggota TNI.

“Tapi, ada persoalan komunikasi yang harus diselesaikan, harus dikanalisasi. Orang non Ahmadiyah curiga kepada Ahmadiyah. Sementara, Ahmadiyah bersifat ekslusif atau tertutup. Saya coba memahami keduanya,” ungkapnya.

Jenderal TNI bintang empat mengaku memiliki konsep untuk mengatasi persoalan tersebut. Ia meminta warga Muslim menghindari kekerasan.

“Saya sampaikan kepada teman non Ahmadiyah, saudara-saudara Muslim, saya juga Muslim, kita memiliki pemahaman sama bagaimana nabi kita mengajari kasih sayang dalam ajarannya. Saya melarang saudara-saudara melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah, terhadap masjid maupun orangnya. Sehingga, pendekatan dengan molotov untuk merusak masjid, pendekatan golok, menurut saya harus dihentikan. Saya tidak setuju itu,” paparnya.

Moeldoko menyarankan agar warga Muslim bila ingin memahami Ahmadiyah, menggelar sajadah di masjid.

“Pertanyaan apakah boleh menggelar sajadah di Ahmadiyah, boleh. Karena, ada kesepakatan dengan Ahmadiyah mereka mengatakan terbuka, walaupun perilaku bersifat tertutup,” tuturnya.

Ia mengatakan, keputusan tersebut dikomunikasikan kepada Gubernur Jawa Barat dan aparat penegak hukum. Mereka pun menyetujuinya. TNI dan Polri, tambah Moeldoko, kemudian mengawasi kegiatan tersebut.

“Makanya, waktu itu pakai pakaian dinas, kami masuk ke masjid mengawal mereka. Mmemang ada perselisihan siapa yang jadi imam, rebutan. Akhirnya berjalan dengan baik, namun tiba-tiba ada berita, terjadi persepsi operasi sajadah,” bebernya.

Moeldoko membantah hal itu termasuk operasi militer. Sebab, tidak ada anggaran, sasaran, dan waktu. Tidak ada pula perintah atasan, namun atas inisiatif Moeldoko pribadi.

“Saya tidak peduli dengan gunjingan operasi sajadah, yang perlu kita lihat hasilnya, sama sekali tidak ada kekerasan terhadap Amhadiyah,” imbuhnya.

Moeldoko mengaku mengawal terus kegiatan tersebut, meski sudah tidak menjabat Pangdam. Saat terjadi kekerasan lagi di Tasikmalaya dan Bogor, ia langsung menghubungi Pangdam Siliwangi.

“Pangdam saya telepon, kenapa bisa terjadi, berarti  tidak mengawal dengan baik. Saya bertanggung jawab atas apa yang saya lakukan,” cetusnya. (*)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *