Kemping ke Alaska # 18


Malam lebih cepat tibanya sekarang ini dibandingkan ketika kami mulai kemping tanggal 14 yang lalu. Lampu gas CampinGaz kami yang susah banget cari bahan bakarnya mulai berfungsi bila gelap tiba. Sejauh ini persediaan bahan bakar sepertinya akan mencukupi, naphta fuel sekaleng yang kami beli

Wifey dan Chevy Uplander yang setia, di Eagle River Campground

di Canadian Tire Edmonton plus butane kompor Korea yang kami beli 4 kaleng di T&T. Satu hal yang terus kami pantau adalah apa yang namanya ‘oil life’ dari mobil yang kami pakai yang tetap setia selama ini, tok tok tok, kaga pernah rewel.

Sebetulnya kami agak kuatir ketika mendapatkannya, Chevrolet Uplander yang konon ‘notorious’ makan bensin. Tapi dari pengalaman sejauh ini setelah hampir 7000-an km nyetir pemakaian bensinnya rata-rata 1:9, seliter bisa 9 km padahal sering kami pakai AC maupun di banyak tempat kami jalan di daerah pegunungan yang lebih dahsyat dari bangsanya Puncak Pas.

Nah, ketika kami ambil si Chevy dari Hertz Edmonton Airport, oil life-nya cuma sekitar 51%. Turun terus sampai hari ini sudah mencapai 12% padahal kami masih akan menempuh 3000-an km lagi. Kalau kami check warnanya, memang sudah menjadi coklat seperti warna air terjun Alexandra Falls tetapi

Di tepi (James) Cook Inlet, Alaska Highway 1

tetap serasa oli kalau dipegang :-). Satu lagi yang kami pantau terus menerus sepanjang waktu adalah tekanan angin ke 4 bannya. Bagusnya mobil jaman kini, kita tak usah buka tutup pentil dan ngechek persisnya berapa PSI sang tekanan tetapi informasinya dilaporkan di dashboard.

Dalam keadaan dingin keluar angka 250 KPA (sekitar 36 PSI) dan agak aneh, kalau kami sudah berjalan jauh atau panas, keempat-empatnya akan seimbang menjadi sekitar 280 KPA. Mirip dengan sled dog yang kemarin berlari membawa kami mengitari hutan sekitar dog farm-nya si Vern Halter. Kata si Vern sambil nyetir dan kasih komando ke tim anjingnya, lihat tuh si Peyang (ogut lupa nama semua anjingnya, anak-anak Benny hapal sebab mereka demen banget ama anjing) berlari, run. Bandingin ama si Panjul yang ‘trod’, ke empat kakinya bergantian dipakainya. Kata Vern, Peyang kaga bakalan mampu nyampe ke Iditarod tapi Panjul akan menjadi anjing oke punya, kelas jawara.

Menjelang sore, kami menjalani Alaska Highway 1 dari Anchorage ke arah selatan, sepanjang Cook Inlet, teluk yang ratusan km panjangnya dari Samudera Pasifik. Pemandangannya khas lain dari yang lain sebab di kiri

Grizzly a la "taman safari", minta dipotret 🙂

kanan depan belakang perbukitan dan gunung-gemunung Chugach State Park dan Chugach National Forest yang sebagian diliputi salju dan ber-glacier serta di pinggir jalan raya sebelah kanan Cook Inlet. Tujuan pertama adalah Alaska Wildlife Conservation Center, semacam Taman Safari di Cisarua.

Bedanya adalah taman ini cocok banget buat kami Melayu sebab berapapun isi penumpang di mobil, ongkos karcis masuknya US$ 30. Juga cocok untuk ente-ente yang sang isteri ogah diajak ke Denali Park cari susah. Dari Anchorage cuma 60-an km jauhnya. Sebagian binatang yang bisa dilihat di Denali, ada di taman Alaska Wildlife ini dan isteri ente tinggal duduk saja di mobil, modalin kamera pakai zoom.

Tanggal 31 Agustus adalah hari bersejarah bagi Cecilia dan saya sebab di hari

Naik trem ke atas puncak bukit tempat restoran Seven Glacier

itulah kami mendarat di Toronto pada tahun 1980, untuk memulai kehidupan keluarga kami di negeri pilihan kami tinggal, Kanada. Tidaklah mudah hidup di negeri asing dengan suhu sedingin di Toronto tanpa sanak-keluarga tetapi 29 tahun telah kami jalani dan merasa betah sreg hepi, engga salah pilih. Salah satu yang membuat kami betah yah keasyikannya bisa kemping di negeri seluas Kanada dan itu juga sebabnya saya mensyer setiap hari pengalaman kemping kami saat ini sebab banyak dari Anda yang bermimpi bisa mengalaminya,apalagi kalau ente masih dibawah kekuasaan SBY :-).

Seriusan, selain Indonesia terlalu banyak penduduknya, terutama di Pulau Jawa, juga tiadanya sarana yang memadai untuk turis lokal maupun asing yang senang kemping membuat si Naruo dkk-nya mat kodak alias fotografer, tak pernah bermimpi untuk ke Indonesia. Padahal kita semua tahu betapa kayanya Nusantara dengan cem-macem satwa, di beberapa tempat so pasti ada species yang langka maupun tak pernah dikenal. Nah, dalam rangka merayakan tepat 29 tahun tinggal di negeri freezer, di malam harinya kami

Perayaan Bang Jeha dan Mpok Cecile 29 tahun di Kanada

pergi ke restoran fine dining, Seven Glacier Restaurant yang terletak di Alyeska Resort, courtesy of Jeha Outfitter. Ibu-ibu bisa beristirahat tak perlu masak makan malam melainkan dilayani oleh staf resto. Sedikit syok memang kami semua sebab dari makan di atas meja piknik campground yang bocel-bocel, terkadang somplak bekas angus, makannya di atas meja bertaplak putih bersih dengan setangkai mawar. Dari kahyangan kami pindah ke purgatory :-). Sampai kisah berikutnya dari Kathleen Lake campground, Yukon Territory, CANADA!

… (bersambung) …

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *