Kelapa Genjah Entok perlu industri pengolahan menjadi coco peat, coco fiber 


Kelapa Genjah Entok perlu industri pengolahan menjadi coco peat, coco fiber 

dilaporkan: Setiawan Liu

Kebumen, 29 Juli 2021/Indonesia Media – Rencana pengiriman 12.250 (dua belas ribu, dua ratus lima puluh) batang bibit kelapa genjah entok ke kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar) ke depannya dibarengi dengan industri pengolahan, dari bahan baku menjadi coco peat dan coco fiber dan menyasar pasar ekspor. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Lihat Kebunku mengirim bibit kelapa secara bertahap, yakni 12.250 dan 13.000 (tiga belas ribu) batang selang beberapa bulan. “Bibitnya (75 – 100 cm) segera dikirim sehingga akan ada penambahan populasi (kelapa genjah entok). Kondisi sekarang, ada sekitar ratusan hektar lahan perkebunan sudah siap digarap. Tapi (usaha perkebunan) yang sudah jalan tidak dibarengi dengan industrialisasi (pengolahan). Selama ini, kelapa hanya sebatas untuk bahan kopra,” aktivis P4S Lihat Kebunku, Aan Kamil mengatakan kepada Redaksi.

Coco peat diandalkan sebagai media tanam termasuk tanaman hidroponik yang bersifat organic, karena terbuat dari serbuk serabut kelapa. Sementara coco fiber dari hasil pengolahan kelapa juga bisa mempercepat pertumbuhan tanaman. Fungsi lain, coco fiber menghemat penggunaan pupuk pada tanaman sampai 50 persen. “Limbah (kelapa genjah entok) belum dimanfaatkan. Disbun (dinas perkebunan) Kubu Raya menjelaskan bahwa sudah mulai ada pabrik dengan pengolahan terpadu. Sabut, batok sampai air kelapa diharapkan tidak lagi menjadi limbah, tapi termanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi,” kata Aan Kamil.

Di pulau Jawa, termasuk Kab. Kebumen, kelompok-kelompok petani sudah mengolah limbah menjadi coco fiber dan coco peat. Coco fiber juga dimanfaatkan industri untuk handicrafts (kerajinan tangan) dan jok mobil. Ada juga coco peat block yang dibuat seperti cetakan seperti kubus, dengan di press. Beratnya coco peat block 2 – 5 kg, sering dimanfaatkan oleh perusahaan pembuat karbon baterai atau juga sebagai media tanam. Pengguna terbesar produk ini adalah Korea Selatan, bahkan industri dalam negeri sudah ancang-ancang menyasar pasar Tiongkok, Taiwan, Jepang. “Kami sudah bahas dengan orang dinas, termasuk disbun untuk rencana pengolahan (limbah kelapa) sampai menjadi produk. Tetapi ketika (pembahasan) sampai hal terkait dengan produk, itu sudah ranahnya dinas perdagangan. Tahap awal, pastinya mengenai rencana penanaman genjah entok dulu. Walaupun (pohon) masih kecil tapi sudah berbuah, pohonnya pendek, buahnya lebat,” kata Aan Kamil.

Di tempat berbeda, agen distributor berbagai produk hortikultura di pasar buah Angke, Jakarta Barat tidak terlalu berharap banyak dari penjualan produk kelapa merek coconut asal Thailand. Kelapa dari Thailand dijual dengan harga Rp 270 ribu per kardus dengan isi 6-8 buah. “Tapi kelapa Thailand kurang laku, satu hari hanya lima buah terjual. Beda dengan anggur dari Tiongkok yang paling disukai, laku di pasaran,” kata Agoan, salah satu agen distributor di Angke.

Kelapa impor dari Thailand lebih mengedepankan konsep value addition (nilai tambah) komoditas. Desain packaging terutama batok kelapanya dibuat sedemikian rupa sehingga konsumen bisa dengan mudah menikmati air kelapanya. “Nggak perlu susah-susah kupas, belah batok kelapanya. Karena industri di Thailand buat kelapanya dengan tutupan yang bisa dengan mudah dibuka. Hanya dengan sedotan, air kelapanya bisa langsung diminum,” kata Agoan. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *