Kasus GKI Yasmin, SBY Belum Tanggapi Surat YLBHI


Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga saat ini belum menanggapi surat yang dikirimkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) perihal pembangkangan putusan Mahkamah Agung (MA) RI dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan Wali Kota Bogor Diani Budiarto.

Dalam Surat Nomor 056/SK/Pembina/YLBHI/X/2011 tertanggal 17 Oktober 2011 yang ditujukan langsung kepada SBY, YLBHI meminta perhatian Presiden agar bisa membantu menyelesaikan masalah GKI Taman Yasmin Bogor demi menegakkan wibawa pemerintah, HAM, serta keutuhan sebagai bangsa.

“Sampai saat ini belum ada respons sama sekali dari Presiden. Kami bahkan juga meragukan apakah surat tersebut sampai atau tidak ke tangan Presiden,” kata Ketua Pembina Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Todung Mulya Lubis, Senin (14/11).

Menurut Todung, yang juga sebagai pengamat HAM tanah air, pihaknya mencermati bahwa selama masa kepemimpinan SBY, Indonesia mengalami kemajuan yang menggembirakan dalam hal penegakaan HAM. Indonesia telah menjadi teladan dunia dalam hal transisi menuju penghargaan HAM dan demokrasi, terlebih dalam hal pembuktian bahwa Islam kompatibel dengan HAM dan demokrasi.

Namun demikian, di tengah perkembangan yang membesarkan hati tersebut, ironisnya saat ini justru terjadi kontradiksi. Kontradiksi yang terjadi semakin mengkhawatirkan dan mengindikasikan adanya situasi yang buruk.

YLBHI mempertanyakan, bagaimana pemerintah bisa bicara mengenai keteladanan dan kepatuhan terhadap hukum, bila yang disuguhkan justru sebaliknya. Bila sementara ada kalangan masyarakat menuntut dicabutnya IMB Gereja, kalangan masyarakat itulah justru yang harus diedukasi, bukan sebaliknya.

“Padahal, sebagaimana yang pernah Bapak (SBY) katakan negara tidak boleh kalah. Bila MA RI sudah memutus inkracht, haruslah ditegakkan at any cost. Bukankah itu esensi negara hukum dan negara tidak boleh kalah. Kalau tidak, apa gunanya kekuasaan memaksa negara dan alat-alat pemaksa negara?” tanya Todung.

Dalam perkara GKI Taman Yasmin Bogor, berbagai upaya telah dilakukan umat Kristen GKI untuk mendapatkan haknya dalam beribadah. Belum lagi upaya pendekatan ke berbagai lembaga pemerintah pusat hingga daerah, termasuk Kemenkopolhukam dan Ombudsman RI, namun semua tanpa hasil.

Oleh karena itu, tidak berlebihan bila kini harapan hanya dapat digantungkan kepada Presiden, selaku kepala pemerintahan nasional. Hal tersebut patut ditempuh guna memastikan tegaknya putusan pengadilan dan HAM sesuai dengan pasal 281 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Juru Bicara GKI Taman Yasmin, Bona Sigalingging, dalam keterangannya menjelaskan, hingga Minggu (13/11) kemarin, jemaat GKI masih belum bisa melaksanakan ibadah di lokasi yang sah. Jemaat terpaksa melanjutkan ibadah di rumah salah satu jemaat yang berada tidak jauh dari lokasi Gereja Taman Yasmin Bogor.

Dalam ibadah jemaat, lagi-lagi polisi dan satpol PP membiarkan kelompok Forum Komunikasi Muslim Indonesia (Forkami) yang dipimpin Ahmad Iman yang mengaku lulusan Pakistan, untuk merengsek sampai sangat dekat dengan kumpulan jemaat yang berkumpul.

Pimpinan kelompok tersebut, lagi-lagi memfitnah dengan menyebarkan dan mengangkat-angkat Fatwa MA. “Pada butir tiga Fatwa MA jelas-jelas menyatakan bahwa, demi terwujudnya asas keadilan dan asas kepastian hukum, maka para pihak yang bersengketa wajib melaksanakan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Bona.

Tidak sampai disitu, rekomendasi Ombudsman tertanggal 8 Juli 2011 yang nyatakan bahwa tindakan Pemkot Bogor adalah tindakan ‘melawan hukum’. Keterangan tersebut bahkan juga diperkuat dalam Surat Resmi Ombudsman RI pada Presiden dan DPR tertanggal 12 Oktober 2011, yang pada butir 2 (dua) dijelaskan tentang fitnah Pemkot Bogor dan Forkami mengenai persidangan Munir Karta soal pemalsuan tandatangan yang dihubung-hubungkan dengan keabsahan IMB Gereja.

“Padahal keduanya sama sekali tidak berhubungan. Soal persidangan Munir karta sudah diajukan oleh Pemkot pada permohonan Peninjauan Kembali (PK). Dan jelas permohonan PK sudah ditolak oleh MA per tanggal 9 Desember 2010,” jelas Bona.

Yang terjadi kemudian, apa yang ditolak MA justru malah disebar ke tengah masyarakat sebagai fitnah yang memancing tindak kekerasan pada jemaat GKI Yasmin. Bahkan, persidangan Munir Karta tetap dijadikan alasan untuk mencabut IMB resmi GKI Yasmin secara permanen.

Kini, jemaat GKI Yasmin pun berharap Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono mampu serta berani menegakkan konstitusi dan hukum negara.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *