Jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor, akan menolak rencana relokasi yang gencar ditawarkan Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri). Jemaat menilai, lokasi
”]gereja yang disegel Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor merupakan lokasi sah yang sudah dilegitimasi dua lembaga negara sekaligus, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI).
“Opsi relokasi adalah sebuah opsi melawan hukum yang terjadi di Indonesia. Aneh bila seorang Kementeriaan Dalam Negeri mengajak warga negara untuk bermufakat jahat melanggar hukum,” kata Juru Bicara GKI Taman Yasmin, Bona Sigalingging, dalam keterangannnya, Selasa (13/12).
Menurutnya, jemaat tidak pernah bersedia untuk masuk dalam opsi relokasi ke manapun. Opsi relokasi ditolak dengan alasan yuridis, di mana putusan MA dan Rekomendasi Wajib ORI tidak memberi ruang pada opsi relokasi. Sebaliknya, dengan tegas berbicara tentang keabsahan GKI Yasmin di lokasinya yang sekarang.
Belum lagi alasan historis mengingat kasus serupa yang menimpa HKBP Cikeuting, Bekasi. Belakangan, baru diketahui tawaran relokasi yang ditawarkan lebih mirip sebuah jebakan negara bagi kaum minoritas yang pada akhirnya hanya membawa pada situasi yang tidak menentu.
Dikatakan, tuduhan pemalsuan tandatangan yang melatarbelakangi penyegelan berulang kali dikemukakan Wali Kota Bogor dan kelompok intoleran. Masalah tersebut, menurut Bona tetap harus dilihat dari sisi yuridis karena sampai saat ini tidak pernah ada putusan pengadilan yang menyatakan bahwa GKI Yasmin bersalah dalam soal pemalsuan tandatangan. Â Permohonan IMB gereja sudah diajukan sejak Agustus 2005 dan tidak pernah ada penambahan dokumen apapun setelahnya oleh GKI.
Sedangkan dokumen yang diperiksa di Sidang Munir Karta (yang bukan warga jemaat GKI Yasmin, tetapi adalah Ketua RT yang menjalankan perintah Pemkot Bogor melalui Lurah Agus Ateng adalah dokumen yang baru ada di Januari 2006. Â Bila kemudian Munir Karta dihukum dan memiliki kekuatan hukum tetap, tanggung jawabnya ada pada orang bersangkutan.
Sebagaimana prinsip tanggung jawab hukum dan harus dicari penanggungjawabnya, maka tidak lain adalah Pemkot Bogor sendiri. Sebab, Munir Karta justru merupakan bagian dari aparatur Pemkot atau dalam pengertian luas di tingkat komunitas yang menerima penugasan dari Lurah setempat.
Presiden Dewan Gereja-gereja se Dunia SAE Nababan, dalam kunjungannya ke lokasi GKI Taman Yasmin Kota Bogor sempat menyatakan keprihatinannya karena terus berlarutnya penyegelan Gereja. Dia berharap kasus GKI Taman Yasmin bisa diselesaikan dengan tidak meninggalkan keputusan hukum yang sudah ditetapkan