Kasus Gayus Dibonsai? Ini Jawaban Kapolri


“Bagaimana dengan pihak-pihak yang diduga terlibat seperti yang disebut Gayus?”

Jenderal Polisi Timur Pradopo, Senin, 24 Januari 2011, sekitar pukul 09.30 WIB, masuk ke ruang Komisi III DPR RI, komisi mitranya di parlemen. Ini merupakan rapat kerja perdana Timur sebagai Kapolri dengan komisi yang membidangi hukum itu sejak ia dilantik 22 Oktober lalu.

Dan tentu saja, rapat yang dipimpin Ketua Komisi, Benny K. Harman, itu menjadikan kasus Gayus Tambunan sebagai pokok bahasan utama. Sejak awal sesi tanya jawab dibuka, sejumlah anggota DPR melontarkan serentetan pertanyaan soal ini.

Sekretaris Fraksi Hanura, Syarifuddin Suding, langsung mencecar Kapolri. “Kasus Gayus ini dibonsai. Bagaimana dengan pihak-pihak yang diduga terlibat seperti yang disebut Gayus? Ada direktur dan direktur jenderal pajak, belum lagi jaksa Cirus Sinaga,” dia mempertanyakan.

Anggota Fraksi PDI Perjuangan Topane Gayus Lumbuun begitu juga. “Saya mendesak agar tidak saja menindaklanjuti kasus Gayus Tambunan, dengan mengusut 59 perusahaan wajib pajak, tapi juga mafia pajak di jajaran Ditjen Pajak Kementerian Keuangan,” katanya kepada VIVAnews.com.

Pernyataan mengagetkan bahkan dilontarkan Ahmad Yani dari Fraksi PPP. “Saya menerima informasi A1, saat Gayus keluar masuk tahanan itu ada tiga kali ketemu Satgas.” katanya. “Apakah Satgas memberi tahu kepada Polri?”

Entah Ahmad Yani punya informasi baru, atau ia kurang periksa. Yang terungkap selama ini, Satgas bertemu Gayus tiga kali sebelum dia ditangkap di Singapura.

Menanggapi hal itu, Kapolri menyatakan pertemuan Gayus dan Satgas hanya berlangsung di Singapura. Tapi, bila ada informasi lain, Timur berjanji akan menindaklanjutinya. “Pada hasil penyidikan termasuk sampai sekarang tidak ditemukan fakta dia ketemu Satgas (saat Gayus keluar-masuk tahanan),” Timur menjelaskan.

Dikonfirmasi terpisah, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa membantah tudingan Ahmad Yani. Satgas akan memberikan keterangan resmi kemudian. “Itu tindakan yang bisa dikategorikan fitnah dan keterlaluan,” kata Mas Achmad kepada VIVAnews.com.

Soal asal-muasal harta Gayus berupa uang tunai senilai Rp74 miliar dan 31 batang emas, Timur mengakui anggotanya kesulitan mengusutnya. Harta ini ditemukan polisi di sejumlah safe deposit box di sebuah bank di kawasan di Kelapa Gading, Jakarta.

Kepemilikan harta itu, kata Timur, “Diakui Gayus, namun dia menolak menjelaskan asal usulnya.” Meski begitu, Timur menyatakan harta itu tetap akan dijadikan barang bukti oleh kepolisian dalam kasus grafitikasi yang juga mendudukkan Gayus sebagai tersangka utama.

Jenderal Timur juga menjelaskan institusinya sudah dan sedang menangani sejumlah perwira yang diduga kuat terlibat kasus Gayus. Mereka termasuk dua jenderal bintang satu, Raja Erizman dan Edmon Ilyas. Saat kasus Gayus ditangani Mabes Polri, dua jenderal itu menjabat Direktur Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri. Keduanya kini merupakan Staf Ahli Kapolri. “Brigjen Edmond Ilyas dan Brigjen Raja Erizman masih dalam proses penjatuhan hukuman dan kode etik disiplin Polri,” kata Timur. Saat ini, total ada 17 anggota Polri yang dinonaktifkan terkait kasus Gayus Tambunan.

Kastorius Sinaga

Tak cuma kasus Gayus Tambunan, di rapat kerja ini Gayus Lumbuun dari PDIP juga mengangkat persoalan lain. Dia menyoroti posisi Kastorius Sinaga sebagai Penasehat Kapolri. Menurut dia, Kastorius tidak sepatutnya menempati posisi itu sebab “yang bersangkutan sekarang menjabat sebagai pengurus Partai Demokrat.”

Dimintai tanggapannya soal itu, kepada VIVANews.com Kastorius menegaskan bahwa kedua posisi itu tidak memunculkan konflik kepentingan apapun buat dirinya. Sebab, lanjut Kasto, jabatan Penasehat Kapolri berbeda dengan Staf Ahli Kapolri.

“Penasehat Kapolri bukan jabatan struktural dan karir, berbeda dengan Staf Ahli yang memiliki jenjang karir dan merupakan jabatan struktural,” kata Kastorius kepada VIVAnews.com.

Selama ini, kata Kasto, posisi itu diisi akademisi dari berbagai kalangan. Kini, jumlah Penasehat Kapolri ada 11 orang. Selain itu, berbeda dengan Staf Ahli, Penasehat Kapolri tidak terlibat dalam materi kasus yang ditangani kepolisian, tidak seperti Staf Ahli.

“Soal penasehat ahli tidak diatur tentang afiliasi politik mereka. Maka itu, sekarang ini di situ ada Bachtiar Aly, dulu orang Golkar sekarang jadi pendiri Nasdem. Lalu ada Profesor Yusuf Gunawan yang juga salah satu Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Logistik,” kata dia.

Saat ini, Kastorius menjabat Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional Partai Demokrat. Dia diangkat menjadi pengurus Demokrat semenjak partai itu dipimpin Anas Urbaningrum. Kastorius sendiri mengaku sudah lama menjadi Penasehat Kapolri sejak era Sutanto, sekitar 2005.

Pembuktian terbalik

Hal yang tak kalah penting adalah soal pembuktian terbalik. Timur menjawab pertanyaan tertulis dari anggota Komisi. Timur menyatakan mekanisme ini tidak bisa diterapkan dalam kasus korupsi. “Kecuali, jika ada putusan hakim yang menyatakan. Namun, dalam pelaksanaannya pun diprediksi banyak kendala.”

Menurut dia, penyidik tidak bisa asal merampas harta tersangka yang diduga berasal dari korupsi sebelum ada perubahan hukum formil sebagai dasar. “Perubahan perlu segera dilakukan dengan memasukkan hal ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana,” dia menjelaskan.

Setelah dilakukan pembuktian terbalik, masih diperlukan UU mengenai perampasan aset hasil dari tindak pidana. “Kami akan berkoordinasi dengan kejaksaan dan pengadilan untuk mencari terobosan hukum untuk pembuktian terbalik ini, terutama untuk penanganan kasus Gayus,” kata dia.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *