Pemulangan Nazarudin dinilai lebih sulit dari pada pemulangan Gayus Tambunan.
Tim Partai Demokrat diprediksi akan mengalami kesulitan untuk membawa pulang Muhammad Nazaruddin. Upaya pemulangan bekas bendahara umum Demokrat itu tak akan semudah pemulangan Gayus Tambunan oleh tim Polri dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Demikian disampaikan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit saat berbincang dengan VIVAnews.com.
“Dalam kasus Nazaruddin, tim yang dikirim Demokrat itu tak bisa semudah polisi membawa Gayus Tambunan,” kata Arbi Sanit, Sabtu 4 Juni 2011 malam.
Menurut dia, membawa pulang Gayus Tambunan ke Indonesia jauh lebih mudah dari pada membawa pulang Nazaruddin. Pasalnya, Gayus hanyalah pegawai biasa, bukan politisi seperti Nazaruddin. “Kasus Gayus itu kan kriminal biasa. Apalagi, dulu Gayus diiming-imingi akan mendapat keringanan jika mau bekerja sama dan pulang ke Indonesia,” kata dia.
Iming-iming itulah yang mempermudah tim Kepolisian dan Satgas membawa pulang Gayus saat itu.”
Sedangkan, lanjut dia, posisi Nazaruddin saat ini sangat jauh berbeda. Nazaruddin, adalah seorang politisi yang tergolong pandai bernegosiasi.
Apalagi, tambah Arbi Sanit, Nazaruddin sudah merasa tidak memiliki kepentingan politik dengan Demokrat. “Orang ini (Nazaruddin) telah dipecat dari Bendahara Umum Demokrat. Secara politik tak berkepentingan dengan partai itu,” kata dia.
Sehingga, lanjut dia, Nazaruddin tak akan peduli lagi dengan citra Demokrat akibat kasus suap pembangunan wisma atlet SEA Games di Jakabaring, Palembang ini. “Yang ada, dia bisa membongkar borok-borok Demokrat lainnya,” kata Arbi Sanit.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Komunikasi, Andi Nurpati mengatakan partainya tetap optimis bisa membawa pulang bekas bendahara umumnya itu. Menurut dia, Nazarudin telah mengungkapkan kesediannya bertemu dengan tim yang dikirim Demokrat. “Beliau (Nazaruddin) bersedia bertemu, tapi belum bersedia kapan dan di mana bertemunya,” kata Andi Nurpati.
Nama Nazaruddin dikait-kaitkan dengan suap pembangunan wisma atlet di Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus itu megajukan pencegahan untuk Nazaruddin pada 24 Mei yang lalu. Namun, Nazaruddin terlebih dahulu meninggalkan Indonesia menuju Singapura beberapa jam sebelum surat cegah dikeluarkan