Maraknya dugaan korupsi yang dilakukan anggota DPR tidak terlepas dari jalan pintas yang dilakukan partai politik dalam menjaring kader. Sikap masyarakat yang semakin apatis terhadap parpol, persaingan yang kian ketat, membuat penjaringan kader berdasarkan popularitas semata, tanpa melihat kualitasnya. Semua ini tidak terlepas dari kaderisasi. Parpol, akhirnya mencari jalan pintas dengan memilih kader-kader yang populer, tetapi kinerja untuk legislasinya masih kurang. Ini dapat terlihat dari banyaknya UU yang digugat ke MK (Mahkamah Konstitusi). Sementara kegagalan partai politik melakukan kaderisasi menjadi salah satu alasan pemicu kemunculan dinasti politik.
Walaupun, peran dari partai politik saat ini sangat strategis, tetapi kemudian proses komunikasi politik, legislasi, dan lain-lain tidak berjalan dengan semestinya. Kondisi parpol yang masih euforia dengan kewenangan strategisnya membuaikan esesnsi dan fungsi dari parpol itu sendiri. Pada akhirnya Parpol belum menyiapkan kadernya, masih senang dengan perannya yang strategis. Ketidakmampuan parpol melakukan kaderisasi, pendidikan politik, sosialisasi mengakibatkan orang-orang yang tidak punya kapasitas kemudian direkrut.
Kegagalan partai politik dalam kaderisasi juga berdampak pada peran partai politik dalam mengisi jabatan publik. Partai politik kemudian hanya menjadi stempel bagi perorangan yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah. Kinerja seperti itu, ditambah dengan desakan untuk mengembalikan modal kampanye, membuat kader parpol melakukan tindak korupsi. Sehingga, tidak dapat dipungkiri, paradigma untuk ‘balik modal’ kuat tertanam. Akibatnya, pemerintahan yang dijalankan sulit diharapkan untuk dapat melayani dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Mengingat kapasitas kepemimpinannya yang juga diragukan.
Oleh karena itu, rekrutmen harus benar-benar diseleksi dengan ketat oleh pimpinan parpol. Sistem pemilu juga harus dievaluasi. Perlu ada perbaikan secara menyeluruh dalam sistem parpol di Indonesia. Salah satunya adalah dengan kaderisasi jangka panjang. Disamping tentunya penguatan nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat. Sehingga demokrasi tidak hanya bersifat prosedural semata sebagaimana pola pikir sebagian masyarakat yang masih bersifat kedaerahan dan kerajaan.