AKKII Desak Regulasi Ekspor Flexible di tengah Kondisi Pandemik Covid-19 


AKKII Desak Regulasi Ekspor Flexible di tengah Kondisi Pandemik Covid-19 

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 18 Juli 2020/Indonesia Media – Asosiasi Koral, Kerang Dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) berharap rezim regulasi terutama terkait ekspor dan kondisi krisis akibat pandemik covid-19, bisa lebih flexible sehingga pergerakan pelaku usaha tidak mentok sana-sini. Ekspor karang hias, koral alam masih terbentur dengan regulasi yang jelimet terutama dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). BPSPL (Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut) menjadi simpul kesulitan ekspor karang hias, kendatipun semakin banyak eksportir yang mengeluh. “BPSPL menerapkan peraturan, dimana proses pengambilan dari alam oleh nelayan, (koral) harus difoto dengan GPS kamera. Lalu, (koral) sudah sampai di tempat, koral harus difoto lagi. Alasannya, petugas harus mengetahui koral sampai dimana,” kata sumber tanpa mau menyebutkan namanya.

Pada saat ekspor, koral/karang hias sedang dalam proses pengangkutan, proses foto berjalan lagi. Sehingga jumlah koral per piece harus sama dengan jumlah foto. “Sehingga kalau kami ekspor 400 piece koral, berarti harus melampirkan 400 foto. Ini kan sangat memberatkan,” tegasnya.

Dokumen perizinan juga terbit dalam waktu yang lama, yakni dalam kurun waktu lima harus setelah pemasukan berkas. Sistem pengawasan perdagangan koral diterapkan dengan ketentuan Surat Keterangan Ketertelusuran (SKK) oleh UPT (unit pelaksana teknis) Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP. Ketentuan ini berlaku di seluruh wilayah kerja sebagai persyaratan tambahan yang harus dipenuhi pelaku usaha sebelum mengajukan dokumen Health Certificate (HC) kepada Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). “SKK terbit per setiap perdagangan lokal, dan kami harus punya SKK lagi  pada saat ekspor untuk health certificate. Semua (SKK) harus diinput terlebih dahulu,” tegasnya.

Tidak cukup sampai disitu, petugas BPSPL memeriksa kesesuaian dengan barang yang pelaku usaha beli dari lokal. Dokumen perizinan disesuaikan dengan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam adalah perjanjian internasional antarnegara) setiap kali pengiriman. “(koral, karang hias yang akan diekspor) harus disegel BKSDA (balai konservasi sumber daya alam), itu (segel BKSDA) yang normal, wajar. Tapi ketentuan segel karantina, dan segel dari BPSPL yang tidak normal dan tidak wajar. ibaratnya, ekspor koral disamakan dengan narkoba,” tegas sumber tersebut.

Sementara itu, dari keterangan Ditjen PRL yang didapat Redaksi, bahwa KKP kembali memberikan pelayanan penerbitan HC untuk perdagangan karang hias hasil transplantasi budidaya dan pengambilan dari alam. Hal ini sesuai dengan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) KKP dengan Komisi IV DPR RI pada Nopember 2019 yang lalu.

Kepentingan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja harus dipertimbangan sehingga perdagangan karang hias hasil transplantasi/budidaya maupun hasil pengambilan dari alam tetap dapat dilakukan dengan mempertimbangkan aspek legalitas, keberlanjutan  dan ketertelusuran  sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adanya rekomendasi pengambilan karang hias alam untuk tahun 2020 olh LIPI sebagai scientific authority (SA) kepala Dirjn KSDAE dan ditetapkan kuota pengambilan/penangkapan oleh Dirjen KSDAE sebaga management authority. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *