Explore Kepri, Aroma Tanah Melayu 2.400 Pulau


Explore Kepri, Aroma Tanah Melayu 2.400 Pulau

 dilaporkan: Setiawan Liu

Tanjungpinang, 11 Mei 2021/Indonesia Media – Deru kapal speed boat (feri cepat) berseliweran serta melaju membelah lautan, mengantarkan penumpang rute Batam – Tanjungpinang, provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan jarak tempuh sekitar 1 jam, dan harga tiket Rp 60-70 ribu. Penumpang berangkat dari pelabuhan Telaga Punggur, selain ke Tanjungpinang juga ke Bintan. Jadual speed hampir setiap jam dan pada hari tertentu selalu penuh penumpang. Bahkan ada beberapa dokter dan perawat yang bertugas di RSUD Tanjungpinang setiap harinya menggunakan speed. “Mereka tinggal di Batam, dan berangkat dari Punggur sekitar jam 7 pagi. Selesai tugas di RSUD, mereka pulang sekitar jam 3 sore setiap harinya,” kata salah seorang petugas pelabuhan.

Mobilitas warga khususnya di beberapa kota besar dan antar pulau di Kepri masih sangat mengandalkan speed. Bahkan beberapa pebisnis sering menggunakan speed boat pribadi untuk bolak-balik antar kota dan antar pulau. Perjalanan sekitar satu jam, terutama bagi wisatawan yang baru pertama kali bepergian dengan speed terasa sangat singkat. Karena penumpang bisa melihat keindahan laut dan sekali-kali terlihat pulau kecil. Karena Kepri memiliki sekitar 2.400 pulau, (jumlahnya) jauh di atas Papua Barat yakni 1.945 dan Maluku Utara (1.474 pulau). Ketika speed sampai di pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang, semakin terasa ‘aroma’ tanah melayu. Sebagaimana kebudayaan Melayu tumbuh dan berkembang serta turun temurun dilakukan masyarakat. Menapaki anak tangga speed dan menelusuri jembatan menuju pintu keluar pelabuhan, saya melihat para pedagang makanan khas Tanjungpinang, yakni otak-otak ikan, sotong. Mereka menggunakan gerobak menawarkan kepada setiap penumpang yang keluar/masuk pelabuhan. Pada umumnya pedagang merasakan dampak pandemic covid terhadap usaha mereka, terutama jelang Lebaran. “Biasanya, kalau jelang lebaran, saya bisa dapat Rp 200 – 300 ribu per hari. Tapi sejak tahun lalu, Lebaran sepi dan nggak dapat duit,” kata salah seorang pedagang otak-otak di pelabuhan, Yeti.

Ia berasal dari Padang, Sumatera Barat dan merantau ke Tanjungpinang sejak 10 tahun yang lalu. Selama berdagang, bahan baku ikan juga tidak selalu tersedia. Ada musim-musim paceklik pasokan ikan tenggiri, cakalang untuk bahan baku otak-otak. Satu otak-otak dijual dengan harga Rp 5.000, dan satu kantong Rp 35.000. “Sejak virus corona, kami berdagang ibaratnya hanya sekedar mengisi waktu. Selama 10 tahun dagang otak-otak, saya hanya jualan dan tidak bikin. Ada orang yang bikin dan menitip pada beberapa pedagang,” kata Yeti.

Pelabuhan Sri Bintan Pura juga mempunyai jalur perhubungan ke Singapura (HarbourFront dan Tanah Merah) serta Malaysia (Stulang Laut). Beberapa jenis kapal yang mempunyai jalur pelayaran dari dan ke pelabuhan Sri Bintan Pura antara lain adalah jenis kapal speed boat, kapal perintis, dan lain-lain. Sebelum pandemic, terutama akhir pekan, turis-turis asal Singapura berseliweran. Mereka menghabiskan waktu berwisata kuliner ataupun main golf. Bahkan, pengusaha asal Tanjungpinang, Frankim (62) menilai bahwa surga pecinta golf dari berbagai negara di Asia Tenggara sesungguhnya di pulau Bintan (sekitar satu jam perjalanan darat dari Tanjungpinang). Padang golf dengan luas 60 hektar dengan suasana pemandangan hutan tropis hingga debur ombak Laut China Selatan. “Menurut saya, (pemain) jangan dulu mengaku sebagai golf maniac kalau belum pernah main di Bintan,” kata anggota DPD MPR RI prov. Kepri (2004 – 2009).

Kondisi pandemic sejak Maret 2020 berdampak juga pada kegiatan pariwisata Kepri, terutama Batam dan Tanjungpinang. Beberapa hotel mengalami penurunan tingkat hunian. Pada kondisi normal, tamu-tamu asal Singapura dan Malaysia rutin berwisata dan menginap di berbagai hotel di Tanjungpinang, Batam, Bintan. Sehingga beberapa karyawan hotel juga sudah akrab dengan dialek hokkian khas Tionghoa Singapura. Walaupun banyak juga, termasuk turis asal Malaysia yang dialeknya khek. Selain hotel, beberapa money changer di pusat kota Tanjungpinang juga melayani transaksi penukaran Dolar Singapura. Turis yang isi kantongnya pas-pasan juga bisa menikmati khas kota Tanjungpinang, termasuk menikmati berbagai menu di pusat kuliner Akau. “Suasananya (pusat kuliner) Akau sengaja di tanah lapang terbuka, bukan di ruangan tertutup. Orang Singapura, Malaysia dan masyarakat local menikmati suasana makan-minum di alam terbuka. Kalaupun hujan, itu resiko dan mereka bubar dengan sendirinya. Tapi Akau hampir tidak pernah sepi, terutama sebelum pandemic covid,” kata Frankim. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *