Mereka harus fokus dalam gerakan perlawanan terhadap kebohongan.
Pernyataan sejumlah tokoh lintas agama tentang 18 kebohongan pemerintah membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono risau. Tidak puas mengutus Staf Khusus Bidang Politik Daniel Sparingga menemui para tokoh agama itu, SBY pun mengundang mereka langsung ke Istana Negara.
Pertemuan akan digelar Senin, 17 Januari 2011 pukul 08.00 WIB. Para tokoh agama yang dikonfirmasi VIVAnews soal undangan SBY menolak mengungkapkan agenda pertemuan. Mereka hanya membenarkan adanya undangan dari Istana.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif mengakui undangan tersebut tidak langsung ditujukan kepadanya. Tetapi lewat institusi PP Muhammadiyah. Selain dia, undangan itu juga ditujukan kepada Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin dan Sekjen Abdul Mukti. “Undangan ditujukan ke Muhammadiyah, saya hanya di SMS,” kata Buya.
Buya mengaku tidak bisa memenuhi undangan SBY dengan alasan sudah punya acara sendiri. Sementara Ketua Persatuan Gereja-gereja Indonesia Andreas Yewangoe baru akan membeberkan agenda pertemuan besok pagi. Namun ia menduga agenda pertemuan tidak akan jauh-jauh dari pernyataan tokoh lintas agama dan sejumlah LSM di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah pada 10 Januari 2011 lalu.
Namun, menurut Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, para tokoh lintas agama yang diundang untuk berdialog dengan Presiden, jangan dulu memenuhi undangan itu. Mereka harus fokus dalam gerakan pencanangan tahun 2011 sebagai tahun perlawanan terhadap kebohongan.
“Saya pikir para tokoh agama ini masih butuh waktu untuk menyerap aspirasi publik terkait data-data Kebohongan pemerintah,” ujar Fajar Riza Ul Haq, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, dalam pernyataan kepada VIVAnews, Minggu 16 Januari 2011.
“Ada saat yang lebih tepat bagi para tokoh agama untuk menyampaikan langsung kepada pemerintah jika dirasa data-data dari publik sudah terinventarisasi”, lanjut Fajar.
Pihak Istana belum bisa dikonfirmasi soal rencana pertemuan ini. Telepon selular Daniel Sparingga tidak diangkat saat dihubungi Minggu 16 Januari 2011 sore. Begitu pula telepon Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha.
Di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah, Senin lalu, sejumlah LSM dan tokoh lintas agama, yakni Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, Ketua Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Mgr Martinus Situmorang, Andreas Yewangoe, Buya Syafii Maarif, Franz Magnis Suseno, KH Salahuddin Wahid, dan Biku Sri Pannyavaro melayangkan kritik dan mencanangkan tahun ini sebagai tahun perlawanan terhadap kebohongan dan pengkhianatan pemerintah.
Mereka menghimpun 18 kebohongan pemerintah. Sembilan kebohongan lama dan sembilan kebohongan baru. Kebohongan lama yang dimaksud menyangkut angka kemiskinan yang semakin meningkat, kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi, ketahanan pangan dan energi yang gagal total, anggaran pendidikan yang terus menurun, pemberantasan teroris yang belum maksimal, penegakan HAM yang tidak ada tindak lanjut hukumnya, kasus Lapindo yang penyelesaiannya belum jelas, kasus Newmont yang nyatanya terus saja membuang limbah tailing ke Laut Teluk Senunu, sebanyak 120 ribu ton, dan tidak adanya renegosiasi kontrak dengan Freeport.
Sedangkan sembilan kebohongan baru pemerintah menyangkut: tidak adanya transparansi dalam menjalankan pemerintahan terkait mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menkeu, kebebasan beragama dan persatuan bangsa seperti yang dicanangkan pemerintahan SBY dianggap angin lalu karena masih terjadi 33 kali penyerangan fisik yang mengatasnamakan agama.
Selain itu, tidak adanya kebebasan pers yang terlihat dari 66 kasus fisik dan non fisik yang dialami insan pers, kasus pelecehan dan kekerasan terhadap para TKI di luar negeri, tidak adanya reaksi atas masalah kedaulatan NKRI saat tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan ditangkap polisi Malaysia.
Kebohongan lainnya menyangkut penegakan hukum, kasus rekening gendut polisi, intimidasi terhadap antikorupsi dan kasus lawatan Gayus Tambunan ke sejumlah lokasi.
***
Sejumlah menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II menyangkal tudingan tersebut. Menko Polhukam Djoko Suyanto terang-terangan mengaku pemerintah risau dengan tudingan tersebut. Tudingan bohong itu dinilai terlalu jauh.
“Bohong itu adalah menyangkut integritas seseorang, kredibilitas seseorang, kehormatan seseorang,” ujar Djoko, Rabu 12 Januari 2011.
Djoko mengakui, yang disampaikan Presiden SBY dalam Rapat Kerja Awal Tahun yang memaparkan tentang pencapaian pemerintah, masih ada yang belum berhasil. “Tapi kalau Pemerintah berbohong saya kira terlalu jauh,” kata Djoko.
Akan halnya SBY, ia langsung mengutus Staf Khusus Bidang Politik, Daniel Sparingga, menemui para tokoh lintas agama di kantor Persekutuan Gereja-gereja Indonesia, Jumat 14 Januari 2011. Daniel mengakui kedatangannya memang instruksi langsung dari Presiden. Tujuannya, menjaring aspirasi masyarakat.
Dalam pertemuan itu para tokoh lintas agama meminta bertemu langsung dengan SBY. Kepada Daniel, mereka meminta agar SBY berhenti berbohong dengan sistem pemerintahan yang dijalankannya. Mereka menilai SBY tidak hanya melakukan kebohongan publik tapi juga kebohongan yang sistematik.
Apa kata Daniel? Daniel menganggap tidak ada pernyataan sikap bersama karena sikap tokoh lintas agama tidak bulat. Sebab masih ada silang pendapat, ada perbedaan pandangan mengenai apa yang semestinya dideklarasikan pada Senin 10 Januari 2011. “Pernyataan lintas agama itu belum ada. Kalau draf 18 kebohongan SBY, itu memang ada,” kata Daniel.