Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) buka suara soal dugaan kebocoran ekspor bijih nikel dan konsentrat. Mereka mengakui ada ekspor bijih nikel dan konsentrat pada 2020 dan 2021.
Namun, ekspor tersebut tidak bersifat komersial dan dikirimkan sebagai sample untuk pengujian di luar negeri.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat menyatakan pada 2020 pihaknya mencatat ekspor bijih nikel dan konsentrat sebesar 3,6 ton dan 1 ton pada 2021. Sayangnya, Syarif enggan merinci ke mana tujuan ekspor tersebut.
Sebagai informasi, pelarangan ekspor bijih nikel tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengamanatkan pelarangan ekspor mulai 2 Januari 2020 lalu.
“Hasil penelusuran kami, data ekspor bijih nikel dan konsentrat pada 2019 sebesar 32,2 juta ton (sebelum keluarnya larangan ekspor ), kemudian 2020 3,6 ton, dan 2021 1 ton,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (14/10).
Menurut dia, ekspor bijih nikel menurun drastis mulai 2020 karena pemerintah mulai melarang ekspor bijih nikel lewat Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019.
Ia merincikan bahwa ekspor bijih nikel dilarang, kecuali untuk kriteria berikut:
a. Barang contoh uji mineral dalam rangka kerja sama penelitian;
b. Barang contoh yang tidak untuk diperjualbelikan
c. Barang pameran;
d. Barang pribadi penumpang, barang awak sarana pengangkut, barang pelintas batas, dan barang kiriman;
e. Benda seni atau kerajinan;
f. Produk industri yang seluruh bahan bakunya berasal dari skrap
Terkait dengan temuan Ekonom Faisal Basri bahwa terjadi kebocoran ekspor bijih nikel yang tercatat di General Administration of China Customs (GACC), Syarif menyatakan bahwa pihaknya akan segera berkomunikasi dengan pihak China untuk memastikan hal tersebut.
Namun, ia menyatakan investigasi bakal memakan waktu hingga berbulan-bulan karena membutuhkan waktu untuk mendapat data dari pihak luar.
“Kami juga akan segera melakukan komunikasi dengan General Administration of China Customs (GACC) untuk mengkonfirmasi kebenaran pernyataan tersebut,” bebernya.
Sebelumnya, Faisal Basri menyebut ada kebocoran ekspor bijih nikel ke China pada 2020 sebesar 3,4 juta ton. Ia menaksir kebocoran bernilai Rp2,8 triliun atau US$193,6 juta.
Ia menjabarkan kebocoran terdeteksi dari catatan impor bijih nikel di General Customs Administration of China (GCAC). Sedangkan secara legal pintu ekspor di Indonesia sejak tahun lalu sudah ditutup.
Ia menaksir selama lima tahun belakangan kerugian negara akibat kebocoran ekspor nikel ke China sampai ratusan triliun rupiah.
“Lima tahun terakhir kerugian negara ratusan triliun,” ungkap Faisal dalam Core Media Discussion: Waspada Kerugian Negara dalam Investasi Pertambangan, Selasa (12/10).( CNN / IM )