Pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI) sepakat melanjutkan negosiasi dalam waktu 8 bulan terhitung dari 10 Februari 2017. Dengan demikian, Freeport membatalkan niatnya menggugat pemerintah ke arbitrase internasional, jika tak mendapatkan solusi memuaskan dalam 120 hari sejak 18 Februari 2017.
Sebelumnya, Freeport sempat melontarkan ancaman itu lantaran merasa hak-haknya dalam Kontrak Karya (KK) telah dilanggar pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) yang dirilis Januari 2017 lalu membuat Freeport tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Aturan ini membuat kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg terganggu.
Freeport harus mengubah status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat. Perusahaan tambang yang berpusat di Arizona, Amerika Serikat (AS), ini juga keberatan jika harus melepaskan sahamnya hingga 51% (divestasi). Mereka ingin tetap memegang kendali.
Sebagai solusi jangka pendek agar kegiatan operasi dan produksi Tambang Grasberg di Papua tak terganggu, pemerintah menerbitkan IUPK yang berlaku selama 8 bulan sejak 10 Februari 2017 sampai 10 Oktober 2017. Dengan IUPK yang sifatnya sementara itu, Freeport bisa mengekspor konsentrat lagi sampai 10 Oktober 2017.
Sembari diizinkan ekspor konsentrat lagi, Freeport dalam sisa waktu kurang lebih 6 bulan ini akan menegosiasikan jaminan stabilitas untuk investasi jangka panjang, perpanjangan kontrak hingga 2041, kewajiban divestasi saham, dan pembangunan smelter.
Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji, yang juga Ketua Tim Perundingan pemerintah dengan Freeport mengungkapkan, 4 isu ini mulai dibahas pekan depan.
“Mulai minggu depan kita melakukan pembahasan jangka panjang selama 8 bulan sejak 10 Februari, berakhir 10 Oktober 2017. Yang dibahas, pertama terkait ketentuan stabilitas investasi. Kedua adalah keberlangsungan operasi Freeport. Ketiga terkait divestasi. Keempat pembangunan smelter. Jadi kami masih punya waktu ke depan,” ucap Teguh dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Dalam perundingan dengan Freeport ini, pemerintah membentuk tim yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan pihak-pihak lain yang terkait langsung dengan operasi Freeport.
Jika dalam waktu 8 bulan tak tercapai titik temu, Freeport boleh menanggalkan IUPK dan kembali ke KK. Tetapi sesuai ketentuan PP 1/2017, pemegang KK dilarang ekspor konsentrat.
“Untuk jangka panjang, kalau 8 bulan Freeport dalam posisi ke KK, pada dasarnya menurut PP 1/2017 kan memang diberi pilihan. Dia bisa kembali ke KK tapi tidak boleh ekspor,” tutup Teguh( Dtk / IM )
jangan buang-buang waktu deh, Indonesia tanpa FreePort itu sama dengan Lumpuh karena Indonesia belum mampu kelola sendiri