Cruise Asia Kedua Special Edition # 39
Selasa, 3 Maret 2020, Tokyo Kamata Medical Center
Penantian Godot diteruskan. Oke test di Wako Campus memberikan hasil
positif tetapi saya tak percaya itu benar positif alias ‘false’
menurut saya. Kenapa? Sebab test itu dilakukan tgl 25 Pebruari dan
langsung esok sorenya tgl 26 Pebruari saya diusir dipindahkan ke
rumkit ini. Ingat mereka ngeri sekali kepada penyandang Covid-19,
jadi baru sehari pun begitu tahu +, you are out. Nah lalu tanggal 27
di rumkit saya ditest dengan hasil negatif. Kalau benar saat di Wako
positif, ajaib juga sistim imunisasi tubuh saya bisa mengusir semua
benih virus itu hanya dalam 2 hari saja atau malah kurang. Jadi
kesimpulan saya, test Covid-19 ini belum tentu akurat, bisa memberi
hasil positif meskipun sebenarnya negatif. Satu lagi yang aneh tuk
saya, dari 3 kloter pengungsi yang diangkut pesawat charteran ke
negeri masing-masing, Amrik pertama, lalu Ozzie dan kemudian Canadian,
ada kasus-kasus positif dari kedua kloter pertama termasuk yang tewas,
0 tak ada yang positif dari kloter Cornwall, ON, Canada. Memangnya gen
bule-bule itu beda apa dan Canadian keturunan keluarga Pandawa :-).
Ketika saya dikabarkan di Wako Campus hasil test saya positif, saya
bilang ke sang dokter, “Can you retest me right away?” “No we cannot
do that but you will be retested in the hospital.” Ja’ul, tapi saya
tahu dan berprinsip-hidup: “there must be a reason”. Mana ada wartawan
Indonesia sedunia yang bisa meng-cover dari sumber virus itu sendiri,
di kapal Diamond Princess dan memberitakannya ‘live’ kecuali si gokil
sinting Bang Jeha yang tak gentar menghadapinya? Mana ada wartawan
berbahasa Betawi yang pernah dirumkitkan di Tokyo karena kena Covid-19
(konon) dan melaporkannya kembali ‘live’ dari rumah sakit Jepang? Mana
ada orang Indonesia, oke diaspora Kanada yang didoakan dipuasakan oleh
berbagai iman-kepercayaan anak-anak Nusantara? Prez ente juga belum
tentu dipuasakan :-). There is a reason for the season :-). Tissue
cebok, air, beras habis di toko, so what geto lho dunia masih tetap
berputar, belum kiamat, tomorrow is another day. Kalau sudah saatnya
dipanggil Tuhan YME Allah SWT, “jeledorrrr” pelor bandit nyasar masuk
ke ruang tamu, tewaslah kita. Oke kalau hari ini atau besok hasil test
saya kemarin negatif, saya akan syer kronologi perilaku virus ini
terhadap saya dan Cecilia dengan tujuan menenangkan hati kalian, agar
jangan takut. Juga dengan paniknya anak-anak di Nusantara sejak Pakde
Jokowi woro-woro kemarin, saya akan kemukakan cara yang menurut saya
oke punya,bukan dengan cem-macem jamu vitamin supplement deeste deesbe
dalam memperkecil kemungkinan terkena wabah Covid-19 ini.
Banyak peserta sayembara berhadiah kertas cebok yang saya langsirkan
menerka dimana si saya. Cowok-cowok pada jeblok, cewek genit seringan
benar, mereka sudah hapal wajah anak kece putera altar itu seperti apa
wekwekwek :-). Yang pada salah adalah saat SMP di kelasnya Pak Gultom,
kelas 3 sebab temanku cowok tahunya saya anak badung pemuda jalanan,
mereka tak sangka wajah sangat ‘innocent’ si JH. Seperti saya suka
bilang, I live my life fully, saya menikmati hidup sejak masih kecil
dan umur 4 udah punya pacar :-). Oke ga ciuman sih, cuma pegangan aja
udah hepi. Sama seperti dari ruang sakristi Kapel Dwiwarna liatin
cewek-cewek SMP Santo Joseph, udah senang, ga percuma tadi sepedaan
kehujanan. Sejak SD saya sudah main di luar rumah, dari gundu sampai
layangan, manjat pohon jambu sampai mangga hingga nyolong srikaya.
Benang gelasan kaga pernah beli, ramu sendiri dan ngegelas sendiri,
bahan inti ‘ka’ dan beling boglam ditumbuk halus, campur daun kembang
sepatu buat bikin licin, boleh ditambahkan ambril serbuk besi hasil
gaet pakai magnit. Layangan saya bisa bikin sendiri juga, semuanya
bermodal bahan dari Warung Abong Gang Tepekong. Sebelah rumah saya
pangkalan (artinya penjual) bambu Bang Usman dan abang-abang disitu
banyak yang demen ke si saya, bambu bekas gratisan. Benang ibu saya
tukang jahit, banyak. Tinggal beli kertas minyaknya, lem juga saya
bikin sendiri, dari tepung sagu. Mainan anak Betawi tahun 50an mana
kita beli yah prens, semua bikin sendiri.
Di SMP itu pergaulan semakin luas, daerah jelajah juga. Segala macam
hewan saya piara, dari ikan cupang ke marmot, ayam, jangkrik, burung
dara. Yang terakhir ini paling membahagiakan sebab bisa kita ajari
untuk pulang ke kandangnya, cukup asal ada betinanya :-). Burung aja
ngerti yah. Karena sudah punya sepeda maka saya sering pergi mancing
dengan satu dua sohib sampai sejauh Zandvoort, Ancol kesono lagi.
Umpannya gali cacing dulu di bawah jembatan (konon angker) Ancol,
setan ga makan anak kecil dah, yang diara orang dewasa penakut :-).
Itu sebabnya sampai hari ini saya masih cinta senang sepedaan dan di
rumkit ini lumayanan serta kemarin saya lihat ada alat olahraga darat
model baru, cuma ketemu di Jepang ini, di tempat lain belum pernah
saya lihat, boro-boro pakai. Yang fotonya terlampir saya pujikan,
keseimbangan mesti bagus, kedua pedal itu kita injak ke kiri dan ke
kanan, butuh power. Mirip sedikit dengan eliptical tetapi sekali
lagi cocok untuk pasien rumkit Covid-19 yang mau testnya cepatan
negatif. “Bang Jeha cerita sesuai judul lagi dong, cerita cruise napa
kaya condiment Trojan,” permintaan warga gokil, temanku yang sudah
ketepa kena pengaruh si saya, mirsa tayangan sudah 39 seri. Ogah, kata
cruise sudah membuat gemeteran sebagian dari pemirsa serial ini :-).
Masih ada waktu ya. Di ServiamTO saya tulis jangan hidup kita diatur
didefinisikan oleh ketakutan. Sebab kalau itu terjadi, namanya kita
sudah tak hidup. Tapi oke takut, ketakutan lewat organ amygdala yang
diberikan Sang Pencipta memang ada fungsinya. Tetapi kalau mau takut
dasarkan kepada fakta atau sains. Satu sahabat saya ‘interior camping’
yang masih muda, kemarin tanya-tanya sebab ia mau ke Collins Inlet,
Georgian Bay dengan air sedingin air es, meski di musim panas. Saya
beri ia “ketakutan” yakni pantau ramalan cuaca dan kalau ombak disitu
lebih tinggi dari 1 feet, 30an cm, serta (mestinya) angin kencang,
jadilah takut, batalkan atau tunggu ke Collins Inlet sampai ombaknya
di bawah 1 feet. Soalnya ia tak kenal medan, engga pengalaman dayung
di ombak 2 feet dengan angin puluhan kilometer per jamnya. Canoe
terbalik kelebu di air es, dalam sekejap kau hypothermia, ‘bye bye
beautiful Earth’, ortumu bakal nangis bombay sebab kau anak tersay. ( Jusni H / IM )
… (bersambung) …