Cerita Penahanan Andreas Harsono di Sampang


Andreas Harsono

Aktivis hak asasi manusia Andreas Harsono bersama seorang peneliti Australia sempat ditahan di polres Sampang, Madura. Alasan penahanan karena Tirana Hassan adalah warga asing dan mereka ingin melihat paspor serta visa masuk peneliti Australia tersebut.

Andreas dan Tirania waktu itu sedang berbicara dengan sejumlah warga Syi’ah di desa Nangkernang, kabupaten Sampang. Mereka ingin meneliti cerita yang didapatkan dari media massa maupun beberapa institusi sosial, seperti Wahid Institute bahwa terdapat diskriminasi terhadap 130 warga Nangkernang di Sampang. Menurut Andreas dan rekan peneliti, hal ini cukup menarik dan serius untuk dipelajari lebih lanjut sehingga akhirnya memutuskan datang ke dusun tersebut.

“Kami ingin wawancara. Seperti halnya prosedur kerja independent human right watch, kami ingin mendatangi warga Syiah tersebut dan juga orang-orang lain yang menentang mereka, maupun aparat pemerintah maupun polisi.”

Keributan Saudara
Hari Minggu (18/09) jam 12 siang Andreas dan Tirania Hassan tiba di Nangkernang. Dari wawancara dengan warga diketahui adanya berbagai penekanan seperti perampasan tanah, pelemparan batu, diskriminasi bahkan ancaman pembunuhan.

“Ustad mereka itu, karena ada ancaman-ancaman sampai sembunyi di Surabaya. Cerita  kami anggap sebagai masukan awal. Setelah itu kami mau wawancara dengan pihak-pihak lain. Ada satu hal yang kami pelajari. Ternyata ini bukan semata-mata keributan antara Syiah dan yang mayoritas. Tapi ada keributan antar saudara, kakak beradik yang tadinya sama-sama Syiah tapi kemudian salah satu keluar. Jadi ada masalah pribadi antar mereka yang kemudian sama-sama jadi ustad. Inilah yang kemudian timbul. Yah ada perbedaan kepercayaanlah ya. Syiah dan Sunni kan sama-sama Islam, hanya sejarahnya yang berbeda.”

Didatangi Polisi
Sekitar pukul 3 sore sekitar lima orang petugas polisi datang dengan menaiki motor. Andreas lalu menerangkan maksud kedatangannya. Mereka diminta datang ke camat lalu ke Kapolsek dan Danramil. Setelah itu mereka juga diminta datang ke Polres.

“Disana, saya dan rekan saya, Tirani Hassan lalu ditanyai. Tirania, warga negara Australia, keturunan Pakistan dari Malaysia ditanyai paspor. Dia menjawab paspornya ditinggal di hotel. Petugas bilang harusnya paspor dibawa kemana saja dia pergi. Lalu dia menunjukkan electronic copy paspornya. Itu masih tidak dianggap memadai karena tidak mencatumkan visa.”

Penahanan
Andreas kemudian menawarkan kepada petugas untuk pergi ke hotel di Surabaya dan mem-faxkan paspor Tirania ke kantor polisi, tapi ditolak. Tawaran untuk bersama-sama ke hotel dengan ongkos ditanggung para peneliti juga ditolak.

“Kami akhirnya ditahan untuk diinterogasi. Ini bukan ditahan bermalam ya. Tapi ditahan untuk diinterogasi, istilah hukumnya detained interrogation. Lalu dilakukan pembuatan BAP. Jadi setelah difoto kiri kanan atas bawah, muka.. akhirnya dikatakan akan ditahan badan. Nah itu yang membuat kami protes, masa cuma lupa membawa paspor sampai ditahan badan. Setelah itu mereka mungkin saling berkonsultasi sendiri, sampai kemudian diputuskan dialihkan ke kantor imigrasi Surabaya. Saya sendiri malam itu dibebaskan karena saya bawa KTP.”

Pemberitaan
Mereka sampai di hotel di Surabaya pukul 3 pagi, lalu bersama petugas imigrasi menuju ke hotel untuk mengecek paspor.

“Jadi kami nggak ditahan tapi paspornya Tirania yang ditahan. Yah itu berlangsung sampai hari ini. Capek, melelahkan sekali. Tapi kami terangkan sesuai dengan dasar-dasar hukum yang ada. Lalu mungkin sambil di jalan media sudah langsung memuat berita bahwa kami ditangkap di Sampang. Beberapa komunitas juga protes kenapa ini kok ada peneliti hak asasi manusia mau penelitian kok malah ditangkap. Polisi mengatakan bahwa ini soal keamanan. Mereka takut ada apa-apa dengan kami. Apalagi di antara kami ada salah satu warga negara asing.”

 

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *