Cegah politik uang, NasDem bahas pemikiran Bung Karno dan Gus Dur


Demi menyukseskan gagasan restorasi politiknya, Partai Nasional Demokrat (NasDem) terus menempa kader-kadernya, agar tidak terjebak politik uang, saat menjabat di posisi strategis. Merekapun mengajak para kadernya untuk memahami pemikiran Soekarno (Bung Karno) dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Setidaknya, ini adalah ide digelarnya Halaqoh Ramadan bertema: Menggali Ideologi dan Gagasan Bung Karno dan Gus Dur untuk Restorasi Indonesia di Kantor DPW NasDem Jawa Timur, Jalan Kartini, Surabaya, Sabtu malam (4/7).

Menurut Ketua DPW NasDem Jawa Timur, Effendi Choirie, sebagai partai baru, yang kebetulan bisa tampil di Pemilu 2014 lalu, partai besutan Surya Paloh ini meminta seluruh kadernya mempelajari sejarah, pemikiran para tokoh pejuang dan pendiri bangsa.

“Tujuannya agar ke depan mereka (kader partai) tidak memikirkan uang dan kekuasaan, tapi melakukan gerakan restorasi dan berjuang untuk rakyat. NasDem ini kan partai baru, yang mengusung semangat restorasi. Ketika dia berbuat dengan semangat restorasi, maka harus tahu sejarah,” kata Effendi Choirie.

Menurutnya, sejarah Indonesia, tidak lepas dari sejarah para pendiri bangsa. “Siapa mereka? Ya kita akan berbicara tentang pikiran, dan gagasan presidennya, founding father-nya, yaitu Bung Karno, Gus Dur, dan yang lain-lain. HOS Tjokroaminoto dan yang lain-lain,” lanjut politisi yang akrab disapa Gus Choi ini.

Kata dia lagi, NasDem tidak ingin melupakan sejarah, dan melahirkan gagasan-gagasan politiknya sendiri, tapi harus terkait dengan cita-cita pendirinya. “Oleh karena itu, kita mulai menggali pikiran-pikiran para pemimpin kita, terutama Bung Karno dan Gus Dur,” ucapnya.

Untuk itu, DPW NasDen Jawa Timur, akan menggelar diskusi rutin tentang sejarah dan pemikiran tokoh-tokoh yang terlibat dalam gerakan Indonesia Merdeka, terutama tokoh-tokoh yang lahir di Jawa Timur, seperti HOS Tjokroaminoto, KH Mas Mansur, KH Hasyim Asyari, Bung Tomo dan lain sebagainya.

“Termasuk tokoh-tokoh muda pergerakan perjuangan bangsa Indonesia yang pernah indekos di rumah HOS Tjokroaminoto di Jalan Peneleh Gang Pandean, Surabaya, seperti Semaoen, Alimin, Musso, Kartosoewirjo dan sebagainya itu.”

“Saya kira ini menarik. Misalkan HOS Tjokroaminoto kok bisa melahirkan kader-kader yang kemudian berbeda aliran, berbeda pilihan politik. Ini kan luar biasa. Dan semuanya juga paham tentang ajaran Islam,” ujarnya.

Diskusi ini, masih kata dia, untuk memperkaya pikiran-pikiran kader-kader Partai NasDem. “Jangan sampai kader NasDem cuma memikirkan kekuasaan dan uang. Sekarang yang terjadi di DPR itu. Mereka (anggota dewan) tidak pernah berbicara ideologi, tidak pernah bicara gagasan-gagasan,” tandasnya.

Dalam kesempatan yang sama, tokoh pembicara dalam acara diskusi itu, seperti Mensesneg di era Gus Dur, Bondan Gunawan, Munif Huda (mantan sekretaris pribadi Gus Dur), Romo Didit (Vikjen Keuskupan Agung Surabaya), yang menyampaikan hal yang sama.

Bondan Gunawan misalnya. Meski mengaku bukan kader NasDem, alumni GMNI ini mengaku antusias dan sangat mendukung gagasan-gagasan kebangsaan, meski ada bermacam-macam ideologi yang berbeda.

“Yang terpenting menurutnya, bagaimana negara terlindungi dan rakyat sejahtera. Jadi setiap kader partai, selain membesarkan partainya, juga harus berjuang untuk bangsa dan negara di atas segala-segalanya,” harapnya.

Bondan juga menegaskan, meski diskusi ini membedah pemikiran Bung Karno dan Gus Dur, tidak harus menjadi seperti keduanya. Tapi tetap menjadi diri sendiri. “Para pendiri negeri ini tidak ingin punya pengikut. Justru mereka ingin bangsa menjadi dirinya sendiri. Sebab, tantangan yang dihadapi bangsa saat ini, berbeda dengan masa lampau,” pungkasnya.( mdk / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *