Kepemilikan Asing Dibuka, Harga Tanah Jangan Melonjak


Pemerintah harus dapat membuat instrumen yang dapat mengendalikan harga tanah melalui bank tanah, sehingga dapat meminimalisasi risiko kenaikan harga tanah yang terlalu tinggi, pascadibukanya kepemilikan properti mewah bagi orang asing di Republik Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengingingkan pemerintah harus dapat menjamin harga tanah tidak melonjak tajam. “Pemerintah harus dapat menjamin dengan dibukanya kepemilikan asing, maka harga tanah tidak akan naik tidak terkendali meskipun akan dilakukan zonasi,” kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Ia menegaskan, sejumlah langkah nyata untuk mengendalikan pasar harus segera diantisipasi agar tidak ada potensi terjadinya “bubble” atau gelembung krisis dalam waktu beberapa tahun mendatang. “Mengapa di Indonesia saat ini meskipun terjadi kenaikan tanah yang tinggi, namun tidak terjadi ’bubble’? Hal ini lebih dikarenanya pasar properti Indonesia didominasi oleh pasar lokal dan bukan regional,” jelasnya.

Dengan dibukanya kepemilikan asing, ujar dia, maka batasan harga properti menjadi skala regional, yang tadinya harga properti Rpb2 miliar misalnya, dapat langsung terkerek naik dan memang sengaja dinaikkan menjadi Rp 5 miliar agar dapat dibeli oleh asing.

Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch mengingatkan bahwa selisih harga itu merupakan indikasi awal terjadinya harga semu dan bubble dan rentan terhadap kondisi regional yang dapat mengakibatkan harga jatuh sewaktu-waktu bila kondisi regional tidak menguntungkan. Karenanya, Indonesia Property Watch mengharapkan kajian terkait batasan harga yang ada dijadikan patokan minimum untuk properti asing. Selain itu, lanjutnya, batasan zonasi, jumlah unit yang boleh dibeli, siapa saja yang boleh membeli, komposisi jumlah dalam satu tower properti, juga harus dikaji secara mendalam.

Sebelumnya, Ali Tranghanda mengemukakan bahwa pasar properti Indonesia sedang memasuki fase baru setelah harga tanah naik tidak terkendali dan sudah memasuki tahap jenuh sejak tahun 2014. “Pasar pembeli pun relatif sudah jenuh ditambah lagi dengan kondisi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya. Namun demikian, berdasarkan data yang ada ternyata tren siklus pasar properti justru sedang memasuki sebuah fase baru,” ucap Ali.

Ia mengemukakan, hal itu antara lain karena sepanjang tahun 2014 pasar properti tertekan dengan penurunan penjualan sampai 72 persen, namun memasuki triwulan 1/2015 penjualan justru sedang bergerak naik sebesar 12 persen khususnya terjadi di segmen menengah.

Ali mengingatkan, segmen menengah juga diberikan beberapa stimulus oleh pemerintah antara lain dilonggarkannya aturan “LTV” (loan to value) untuk KPR (Kredit Perkreditan Rumah) pertama, di mana uang muka dari 30 persen sebentar lagi hanya 20 persen yang berarti daya beli nisbi akan meningkat.

Selain itu, menurut dia, tren suku bunga pun nisbi menurun yang akan menguntungkan dari tingkat cicilan properti sehingga pengembang dan perbankan berusaha untuk merebut hati konsumen menengah dengan strategi suku bunga dengan subsidi suku bunga dari pengembang.( SP / IM )

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *