Asosiasi, UMKM Makanan Olahan Talas Beneng Butuh Dukungan Riil Pemkab, Pemprov


Asosiasi, UMKM Makanan Olahan Talas Beneng Butuh Dukungan Riil Pemkab, Pemprov

dilaporkan: Setiawan Liu

Pandeglang, 8 Nopember 2020/Indonesia Media – Asosiasi pelaku usaha talas beneng (Asputaben) Pandeglang, Banten terus berupaya mendapat dukungan riil dari instansi terkait, terutama Pemerintah kabupaten Pandeglang ataupun Pemprov Banten untuk pemasaran produk olahan. Kondisi sekarang, UMKM (usaha mikro kecil dan menengah) makanan olahan khususnya yang memanfaatkan bahan baku talas masih belum memiliki sarana produksi yang ideal. “Saya pribadi punya pasar, tapi secara keseluruhan UMKM di Pandeglang belum punya sarana seperti mesin dryer. Padahal, musim hujan seperti sekarang ini, proses pengeringan talas beneng ‘kejar-kejaran’ demi mencegah pembusukan. Daun, umbi talas harus segera diproses dalam kurun waktu empat hari. Lebih dari itu (empat hari), pasti busuk,” Ketua Asputaben Ardi Maulana mengatakan kepada Redaksi.

Talas beneng bisa dimanfaatkan sebagai makanan olahan seperti kue jajanan, keripik dan lain sebagainya. Popularitas talas beneng sekarang ini sebetulnya kesempatan bagi Pemkab Pandeglang, Pemprov Banten meningkatkan produktivitas petani/pembudidaya. “Kalau bantuan terealisasi, terutama untuk dryer, kami sudah punya spek (spesifikasi teknis). Kalau yang murah, tapi tetap bisa efektif seharga Rp 27 juta. Dryer buatan lokal. Tapi untuk spek yang vertical seperti pengering untuk porang, harganya lebih mahal, yakni Rp 140 juta. Prosesnya, dari pengeringan bisa langsung keluar biji-biji seperti beras,” kata Ardi.

Di tempat berbeda, pelaku usaha agribisnis Lim Hung menyatakan ketertarikan dengan industry pengolahan talas, bahkan bisa dengan branding Tepung Nasional. Tetapi semua proses pengerjaannya harus dengan cermat, karena tepung dari talas harus memenuhi nutrisi dan teknologi pengolahan, produksi. “Bukan hanya dijadikan Tepung Nasional, tapi brand nya bisa sampai pasar internasional. Saya berharap talas beneng punya daya tarik bagi masyarakat, pebisnis, penggiat, pelaku UKM yang lain,” kata Lim Hung.

Selain itu, industry makanan olahan berbasis tepung juga harus mengacu pada food grade. Perusahaan besar juga harus mempertimbangkan kontinuitas pasokan. Misalkan, perusahaan besar seperti Bogasari harus membuat sample yang minimal butuh sekitar 300 ton tepung. “Itu baru sample, dibagi-bagikan kepada pabrik UMKM. Kalau bahan bakunya sorgum juga sama. Ada mix sorgum dengan tepung untuk roti. Untuk sample dibagi-bagikan juga harus dengan food grade. Pengolahan tepung harus dengan mesin yang stainless sehingga tidak ada karat besi, bakteri dan lain sebagainya,” kata Lim Hung. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *