Antasari Menggugat


Dengan suara lantang, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar terus membacakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2011) kemarin. “Pemohon PK secara sah dan meyakinkan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Kami memohon hakim membebaskan terpidana, atau setidak-tidaknya dilepaskan dari tuntutan hukum,” kata Antasari.

Dalam sidang perdana permohonan PK itu, Antasari dan kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, mengajukan tiga pokok mengenai novum (bukti baru) dalam perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain. Selain itu, ia menyampaikan 28 catatat kekhilafan hakim dalam menangani sidang. Ia berharap, bukti batu itu dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim untuk menerima PK tersebut.

Bukti pertama berhubungan dengan Nasrudin Zulkarnain, yang akan ditampilkan dalam bentuk foto. Bukti Kedua mengenai adanya foto mobil tempat Nasrudin ditembak. Dalam foto tersebut jelas terlihat bekas tembakan dalam mobil itu vertikal. Tetapi di kepala Almarhum Nasrudin itu horizontal. Satu di pelipis, lainnya di belakang telinga sebelah kiri.

Ahli Balistik Roy Haryanto, yang pernah diajukan sebagai saksi di sidang sebelumnya mengungkapkan, barang bukti peluru berukuran sembilan milimeter di kepala Nasrudin tidak bisa digunakan untuk senjata yang dijadikan barang bukti. Karena senjata yang menjadi barang bukti hanya untuk peluru berukuran 3,8. Menurut Roy, ketika itu, harusnya senjata yang digunakan berukuran 9,8 mili lebih.

Bukti ketiga berhubungan dengan hasil penyadapan SMS (short message service). Menurut Antasari, dalam keterangan saksi ahli, Antasari tidak pernah mengirimkan SMS kepada Nasruddin yang bernada ancaman. “Nah, ini dikuatkan lagi dari hasil rekaman yang sudah ditranskrip dari penyadapan, yang membuktikan tidak ada hubungan antara SMS ancaman antara saya dan Almarhum,” kata Antasari.

Menurut Magdir, pihaknya telah menceritakan beberapa kejanggalan itu dalam putusan hakim yang menyidangkan permohonan PK. Juga mengenai adanya pertimbangan hakim yang menceritakan seolah-olah salah satu pelaku penembakan, yakni Hendrikus pernah bersaksi di pengadilan bahwa dia terus menerus mengikuti Nasrudin. Padahal Hendrikus sampai saat ini belum pernah dihadirkan ke dalam persidangan. “Ini kan aneh, hakim mempertimbangkan keterangan saksi tidak secara langsung. Jadi, banyak kekhilafan hakim yang akan kami sampaikan nanti dalam permohonan PK kami,” ungkap Maqdir.

Sebelumnya, berdasarkan beberapa temuan barang bukti dan keterangan saksi-saksi, KY memutuskan, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Ketua Majelis Herry Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiadji terbukti melakukan pelanggaran saat memimpin sidang Antasari. Menurut hakim KY, ada pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim tingkat pertama hingga kasasi. Bukti yang dimaksud adalah pengabaian keterangan ahli balistik dan forensik. Selain itu, bukti baju korban juga tidak dihadirkan dalam persidangan.

Putusan tersebut, paling tidak, menunjukan pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim memang benar terjadi. Seharusnya hakim tidak boleh memutuskan perkara dengan melakukan kesalahan sekecil apapun. Jika ada kesalahan oleh hakim, maka putusan tersebut harus dibatalkan. Tetapi hasil rekomendasi Komisi Yudisial (KY) terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim dalam kasus Antasari itu tidak dijadikan sebagai novum (bukti baru) dalam pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK). “Karena hasil rekomendasi dari KY itu sudah post-vacum. Artinya, sudah dilakukan setelah proses persidangan berlangsung. Jadi, biarkan masyarakat yang menilai dari putusan KY tersebut. Tentu kami mengharapkan patut juga majelis PK nanti mempertimbangkan putusan tersebut tanpa kami jadikan novum,” papar Maqdir Ismail.

Persidangan permohonan PK Antasari dihadiri oleh banyak tokoh masyarakat. Di antaranya mantan Menteri Kordinator Perekonomian Rizal Ramli. Menurut Rizal, memang banyak kejanggalan dalam kasus pembunuhan Nasrudin. Ia berharap, dengan dibukanya kembali kasus tersebut, kebenaran akan terkuak. “Jangan sampai kasus tersebut dirakayasa oleh kelompok tertentu,” ujarnya.

Seperti diketahui, Antasari Ashar, dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi itu dijerat Pasal 55 Ayat (1) ke-2 Jo Pasal 55 (1) ke-2 KUHP Pasal 340 dengan ancaman hukuman mati. Antasari juga dituduh telah berbuat tidak senonoh dengan Rani Juliani, istri Nasrudin. Antasari akhirnya divonis 18 tahun oleh PN Jakarta Selatan pada Kamis (11/2/2010). Di tingkat banding Pengadilan Tinggi, permohonan Antasari juga ditolak. Namun, sejak proses penyidikan hingga persidangan, berbagai pihak menilai kasus Antasari direkayasa.

Seusai sidang, Antasari menyatakan optimismenya untuk bisa bebas, karena ia merasa tak bersalah dalam kasus tersebut. “Saya dari awal optimis. Sejak di Pengadilan Negeri harusnya saya bebas,” ujarnya. Menurutnya, selama ini ia bergeming menanggapi tudingan miring atas dirinya. Tetapi Antasari sangat yakin kebenaran atas kasusnya akan segera terungkap. “Kebenaran tidak akan bisa ditutup-tutupi. Kesadaran tidak ada yang memaksa. Saya dan keluarga almarhum berupaya untuk membongkar ini semua,” katanya.

Antasari juga meminta agar pengadilan mempertimbangkan mengembalikan barang bukti kepada yang berhak. Selain itu juga merehabilitasi nama baik, harkat, dan martabat Antasari. Tanggungan biaya perkara ini juga diminta dibebankan kepada negara. “Apabila Mahkamah Agung berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya,” tuturnya.

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *