Yani Dharma, Belajar dari Pengalaman Slip of Tongue saat Memandu Acara


Yani Dharma,

Belajar dari Pengalaman Slip of Tongue saat Memandu Acara

dilaporkan: Setiawan Liu

Jakarta, 20 Februari 2021/Indonesia Media – Sebagai MC (master of ceremony) atau pemandu acara profesional, Yani Dharma meyakini bahwa pengalaman adalah guru yang paling berharga, termasuk insiden slip of the tongue atau keseleo lidah pada satu event bersejarah dan dihadiri oleh pejabat negara setingkat menteri. Sebagaimana seorang MC perlu memiliki kemampuan komunikasi, artikulasi, serta kemampuan berbicara di depan umum dengan baik. “Menjadi MC profesional, sama seperti profesi penceramah, penulis buku dan lain sebagainya, (yakni) praktik langsung atau learning by doing. Belajar sesuatu dengan cara melakukannya terlebih dahulu,” kata Yani Dharma (Ku Ching Chien).

 

Tidak kurang dari 30 tahun menggeluti profesi MC, ia sudah pernah mengalami hal-hal yang menyenangkan dan tidak menyenangkan. Terutama ketika pertama kali menjadi MC Perayaan dan Peringatan Hari Raya Waisak 1990. Pertama kalinya, Menteri Agama hadir pada acara Waisak di hotel Borobudur. “(pengalaman) slip of tongue karena penyebutan nama Menteri Agama yang saat itu dijabat oleh pak Munawir Sjadzali (Maret 1983 – Maret 1993),” kata alumni Fakultas Teknik Mesin ISTN (Institut Sains dan Teknologi Nasional) Srengseng Sawah Jakarta Selatan.

 

Beberapa menit sebelum Menteri Munawir masuk ballroom, beberapa teman yang bukan panitia Waisak 1990 menyela, nyeletuk sana-sini. Ketika ada tamu A datang, ada celetukan terhadap saya untuk menyebutkan nama tamunya. Begitu pula tamu B, C, dan seterusnya yang masuk ballroom, temannya nyeletuk terhadap saya untuk menyebutkan namanya. “Tapi ketika Menteri Agama datang, masuk ballroom, saya menyebutkan ‘Bapak’, dan saya langsung ditegur oleh Direktur Urusan Agama Buddha (Kementerian Agama) yang saat itu dijabat oleh pak Oka Diputhera. Karena jabatan ‘Menteri’ melekat pada namanya, terutama di acara-acara kenegaraan seperti perayaan Waisak nasional 1990. Saya seharusnya kan menyebut ‘Menteri Agama, Bapak Munawir Sjadzali. Itu pengalaman yang sangat berharga dan memorable,” kata peraih gelar Insinyur Teknik Mesin

 

Ia juga mengaku sempat deg degan atau berdebar-debar saat insiden slip of tongue. Sejak itu, setiap kali memandu acara, ia hanya mengacu pada PIC (person in charge). Dengan demikian, ia akan menggubris celetukan atau permintaan terkait dengan penyebutan nama, jabatan tamu dan lain sebagainya.

Dari pengalaman memandu Waisak 1990, ia dipercaya untuk acara yang sama, yakni Waisak 1991, 1992 dan seterusnya. Bahkan tahun 2000, ia memandu acara Waisak Nasional yang dihadiri mantan presiden, Alm. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ia sempat terlebih dahulu melewati proses screening oleh Sekretariat Negara (Setneg). Proses screening meliputi pendataan, test memandu, dan lain sebagainya. Hal tersebut wajar-wajar saja, karena mungkin komunitas Buddhis dianggap kecil dan belum pantas menyelenggarakan acara kenegaraan. “Saya menjalankan test (memandu acara) berkali-kali di depan pejabat Setneg. Saya pun lolos dan begitu acara berlangsung, saya didampingi dua orang termasuk ajudan dan staf Setneg. Saya lancar, dan seterusnya kami bisa bekerjasama untuk Waisak,” tutur pria kelahiran Jakarta, Mei 1963.

 

Selama lebih dari tiga dekade menjadi MC, ia yakin bahwa kegiatannya bisa dijadikan pekerjaan utama. Kendatipun, akhir pekan selalu diusahakan untuk acara bersama keluarga. Ia juga melihat bahwa profesi MC adalah bakat sejak kecil. Ketika masih SD, ia mengaku punya volume suara yang agak besar. Sehingga artikulasi, serta kemampuan berkomunikasi mendorongnya untuk geluti pekerjaan MC. Bahkan semasa masih duduk di sekolah menengah pertama, ia belajar dan aktif di sanggar theater. “Menggeluti profesi MC bisa menjadi sumber penghasilan utama. Tapi saya kan lebih banyak beraktivitas di komunitas agama Buddha, sehingga diharapkan setengah sosial dan nggak meminta fee besar. Terutama kondisi seperti sekarang ini, karena masih pandemi covid, permintaan turun sampai 80 persen. Kalau kondisi normal, saya diminta memandu sekitar 1-2 kali per bulan atau 20 kali per tahun. Tapi sekarang, dalam setahun baru ada permintaan kurang dari lima acara,” kata Yani saat ditemui di Gedung Green Central City Chandra Naya Jakarta. (sl/IM)

Digg This
Reddit This
Stumble Now!
Buzz This
Vote on DZone
Share on Facebook
Bookmark this on Delicious
Kick It on DotNetKicks.com
Shout it
Share on LinkedIn
Bookmark this on Technorati
Post on Twitter
Google Buzz (aka. Google Reader)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *